Hari sudah semakin sore. Matahari mulai turun menuju ke persinggahannya disertai dengan sedikit rintik hujan. Menambah hawa dingin di dalam ruangan.
Sama seperti telapak tangan Jeno yang bertambah dingin. Jeno menantikan jawaban dari Jiho. Ia tau ini salah. Dan setengah dari hati Jeno percaya kalau Jiho tidak mungkin membalas perasaannya. Namun disisi lain, ia juga percaya Jiho memiliki rasa yang sama.
Jawaban Jiho membuat senyuman Jeno mengembang. Jantungnya berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Hatinya sangat senang. Seperti ada kupu-kupu terbang di hatinya.
"Tapi tidak seperti yang kau pikirkan, Jeno-ya. Maksudku, noona juga belum tahu-"
Dalam sedetik saja, perkataan Jiho mampu menghempaskan perasaan Jeno. Perlahan, Jeno melepaskan genggaman tangan Jiho, "Maksud noona apa?"
Jiho mulai panik ketika Jeno melepaskan tangannya. Tapi Jiho juga tidak tahu bagaimana perasaannya ini. Jujur ia merasa gila mengetahui Jeno jatuh cinta padanya. Namun, itu juga yang membuat perasaan Jiho goyah. Ia juga mempertanyakan perasaannya sendiri.
Jiho berusaha untuk meraih tangan Jeno kembali. Namun ditepis oleh Jeno.
"Jeno-ya, maksud noona, noona sendiri belum pasti dengan perasaan noona. Harus diakui kalau noona mencintai kamu. Noona sayang padamu. Namun selama ini noona mengetahui itu sebagai rasa kepada adik noona."
"Noona, kita bukan saudara kandung."
Jiho benar-benar pusing saat ini. Ia tidak tahu harus bagaimana menyikapi Jeno saat seperti ini.
"Maaf, Jeno-ya. Tapi selama ini yang kutahu kamu adalah adikku. Adikku, Kim Jeno-"
"AKU LEE JENO! BUKAN KIM JENO!"
Jiho terkejut mendengar bentakan Jeno. Baru kali ini Jeno membentaknya. Bentakan Jeno mampu membuat air mata Jiho jatuh. Bahkan keluar begitu saja.
"Benar kamu adalah Lee Jeno. Tapi tidak bukan seperti itu caranya kamu menghadapi orang yang kamu sayangi selama ini." Ucap seseorang yang asing bagi Jeno.
Lelaki itu berjalan mendekati Jeno dan Jiho. Berjalan dengan perasaan tidak karuan. Dengan jantung yang berdetak kencang. Ia akan menerima segala perlakuan Jeno padanya nanti.
"Kamu siapa?!"
"Dongmin-ssi, apa yang kamu lakukan? Apa kau gila?!" Ucap Jiho mempertanyakan keputusan Dongmin untuk menampakan dirinya kepada Jeno saat ini. Ia tidak berencana untuk memperkenalkan dirinya saat ini 'kan?
"Kalian saling kenal?" Tanya Jeno yang heran ketika Jiho mengenali pria asing itu.
"Hai, Jeno-ya. Kenalkan nama saya Lee Dongmin. Saya-"
"Dongmin-ssi-"
"-adalah saudara kandungmu."
Diam. Tidak ada reaksi. Tapi terlihat kerutan di dahi Jeno. Jeno menatap Dongmin dengan pandangan heran. Kemudian beralih memandang Jiho, seperti menuntut penjelasan.
Jiho menghela nafasnya kasar dan mendelik ke arah Dongmin, "Kau ini tidak sabaran sekali."
"Apa maksud ini semua?" Tanya Jeno kepada keduanya.
"Jiho-ssi, bisakah sekarang aku yang mengobrol dengannya berdua?" Pinta Dongmin kepada Jiho.
Lagi-lagi Jiho menghela nafasnya, "Baiklah, tapi aku tetap di dalam ruangan ini. Aku akan duduk di sofa sana."
Tanpa menunggu persetujuan Dongmin, Jiho berlalu dari samping tempat tidur Jeno menuju ke sofa. Dongmin cuma bisa pasrah. Ia pun kembali menghadap Jeno. Jantungnya semakin berdetak kencang.
"Apa yang mau kau katakan?" Tanya Jeno dengan raut muka yang tidak terlalu bersahabat.
Dongmin menarik nafas pelan, mempersiapkan dirinya untuk menjelaskan, "Pertama, aku ingin meminta maaf terlebih dahulu karena tiba-tiba muncul di depanmu dengan cara begini."
"Seperti yang kukatakan tadi, namaku Lee Dongmin. Dan..." perkataan Dongmin terhenti sebentar sebelum ia melanjutkan.
"- aku adalah hyung-mu. Aku tahu ini sulit dipercaya. Tapi beginilah kenyataannya."
Jeno masih terdiam. Ia mencoba mencerna perkataan Dongmin tadi. Dan benar, ia tidak percaya kalau selama ini dia memiliki hyung.
"Entah kau sudah tahu atau belum, nama ayah kita adalah Lee Donghae. Dan kedua orang tua kita sudah tidak ada. Akan kuceritakan perlahan tentang mereka nanti. Dan jika kau penasaran kenapa aku tahu kau, itu karena selama ini aku mengikutimu. Waktu kau di adopsi, aku sangat merasa kehilangan. Di tambah lagi, eomma dan appa juga... meninggalkanku."
Kenangan yang pahit, bagi Dongmin. Menceritakan ini, seperti membuka kembali luka yang belum sepenuhnya pulih. Saking terbiasa dengan luka, Dongmin tidak bisa menangis lagi.
Dongmin tersenyum ke arah Jeno, "Dan beberapa tahun yang lalu, ternyata aku bertemu denganmu. Setelah melakukan beberapa cara untuk mencarimu, akhirnya aku bisa menemukanmu. Dan selama itu juga aku mengawasimu dari jauh."
Entah mengapa, air mata jatuh begitu saja dari mata Jeno. Hatinya seketika perih ketika mendengar cerita Dongmin. Ketika melihat senyum Dongmin, ia merasa senyuman Dongmin mirip dengan miliknya.
"Mengapa-" suara Jeno tercekat.
"Mengapa... kau baru saja muncul? Kenapa kau biarkan aku sendiri? Kenapa-" hari ini Jeno merutuki dirinya karena menjadi lelaki yang cengeng.
Melihat sang adik menangis, Dongmin merengkuh Jeno ke dalam pelukannya. Dan tidak ada penolakan juga dari Jeno.
Jiho yang melihat itu turut senang. Dan sepertinya dia sudah tau, perasaan apa yang ia miliki terhadap Jeno.
~To Be Continue~
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.