"Maaf, kita ke rumahku dulu," kata Yoongi ketika kami melangkah masuk ke rumahnya.
Yah. Salahkan hujan malam ini tiba-tiba turun, dan aku tidak dapat bus untuk pulang ke flatku. Ditambah mobil Yoongi mogok saat ia hendak mengantarku pulang.
Benar-benar...
Kenapa aku sial sekali hari ini. Sebenarnya aku malu karena menangis di depan Yoongi, namun pria itu tidak terlihat menunjukkan sikap aneh padaku. Ia biasa saja usai memelukku tadi.
Baiklah, tidak usah kita bahas lagi masalah itu!
"Tidak masalah. Setelah hujan berhenti mungkin aku akan pulang naik taksi," ujarku sembari menganggukkan kepalaku. Yoongi pun menganggukkan kepalanya padaku dan ia berjalan menuju dapurnya. Aku pun memilih untuk duduk di sofa sembari menunggu hujan berhenti.
Baiklah, ini benar-benar keadaan yang membuatku gugup karena ini sudah malam, dan aku masih berada di rumah pria. Yoongi tak lama kemudian datang dengan secangkir teh hangat beserta beberapa cookies dan meletakannya di atas meja.
"Kau tak perlu repot-repot," ujarku merasa tak enak.
Pria itu tersenyum, "Tak masalah. Kebetulan, cookies ini dari ibuku. Ia mengantarkan makanan padaku kemarin lewat kurir."
Aku pun menatap cookies cokelat itu dengan ingin karena terlihat menggiurkan sekali.
"Kau bawa laptop?" tanya Yoongi ketika melihat tas punggungku yang masih tersampir di pundakku. Aku pun menganggukkan kepalaku sebagai jawabannya.
"Kalau begitu pas sekali. Ayo kerjakan tugas bersamaku, sekalian makan camilan dari ibuku." Yoongi menjawab itu dengan senyum yang lebih lebar dan mata yang sedikit membesar. Baiklah, ia terlihat berbeda malam ini. Aku pun balas tersenyum dan mengeluarkan laptopku dari dalam tas, dan menghubungkan kabelnya ke sumber listrik yang tak jauh dari posisiku duduk. Yoongi pun mengambil laptopnya ke dalam kamar, kemudian keluar lagi dengan laptop merek apel digigit itu.
"Wah, kau masih bertahan dengan laptop seperti 'komputer'mu itu?" tanya Yoongi sembari mendudukkan dirinya di hadapanku.
Aku pun hanya menatap wajahnya saja dengan kesal tanpa berniat menjawab, sementara Yoongi memamerkan senyumnya.
"Kau aneh sekali. Banyak tersenyum," jawabku.
"Aku memang seperti ini. Kau saja yang tidak mau mengenalku," ucapnya.
Aku memilih tidak menjawab pria itu, kemudian mulai fokus pada tugasku. Paling tidak dengan mengerjakan tugas, aku bisa mengurangi rasa gugup yang menyerangku ketika harus berhadapan dengan Yoongi. Satu jam berlalu, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan, dan hujan masih belum berhenti.
"Wah, hujannya awet juga," gumamku sembari menatap jendela besar yang ada di rumahnya. Pria itu sengaja tidak menutup tirai agar kami bisa melihat pemandangan malam kota yang terlihat indah. Tanganku pun meraih cookies yang ada di meja, namun aku terkejut ketika kurasakan tangan lainnya menyentuh cookies yang sama. Kulirikkan mata ke arah Yoongi, pun sama pria itu juga terkejut.
Aku berpikir, mungkinkah ini yang biasa terjadi di drama-drama yang sering kutonton? Aish! Ketika aku berusaha mengenyahkan pikiranku tentang itu, suara Yoongi berhasil membuatku terpelongo.
"Minggir. Aku mau ambil kuenya," ucap Yoongi dengan wajah datar. Sontak aku menjauhkan jemariku dan mengalihkan pandangku ke arah lain. Wah ... aku tidak tahu harus kesal atau senang akan hal ini. Kesal karena Yoongi berkata seperti itu, dan senang karena ia menghilangkan perasaan canggung yang terjadi padaku.
Aku pun memilih untuk menyeruput teh hangat yang ada di atas meja. Yah, teh ini cukup enak rasanya. Usai menyeruput teh, kulanjutkan lagi tugas pada laptopku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Snow & Fire ✔️
Любовные романыJika hidup memiliki banyak peluang yang bisa dilakukan, aku akan memilih peluang bertemu dengannya satu banding satu juta! Di mataku, dia adalah seorang parasit. Sosok dingin menyeramkan yang selalu ingin menang sendiri dan memanfaatkan orang lain...