Part 32

81 4 0
                                    

Leon dan teman temanya pun tiba di Incheon Airport. Mereka pun menatap sekeliling untuk melihat lihat airport nya seperti apa. Bahkan Ezra dan Al pun sampai menganga, maklum pertama kali keluar negeri.

"El apartemennya dimana ?"

"Di tengah-" El menjeda kalimatnya karena dirinya tengah fokus menatap peta apartemen mereka.

"Tengah tengah, tengah apa anjing gak jelas." Balas Leon cepat karena.

"Yaallah tengah Seoul." Rafael ikutan kesal karena Leon.

Thalita tiba tiba menggandeng lengan Leon membuat Leon berdecak sebal dan langsung menghempaskan nya.

"Apa sih gila pegang pegang !"

"Beb aku bareng kamu kan tidurnya ?"

"Boleh kok bareng, di lantai tapi ya." Sinis Leon.

"Ih kok gitu sih." Rengek Thalita.

"Gak muhrim geblek." Ucap Ezra.

"Aku sama kamu ya." Rengek Thalita sekali lagi membuat Leon mendengus.

"Kamar lo sendiri sebelah kita." Jelas Rafael membuat Thalita manyun.

"Kok gitu sih, nanti kalau aku kenapa napa gimana."

"Gausah lebay anjir, lo nginep di apartemen mewah bukan gubuk pinggir jalan. Lagian gaada yang minat nyulik lo juga." Balas Al.

"Ah gamau, maunya sama kamu." Rengek Thalita lagi.

"Sama Gilang sana, najis." Leon melangkahkan kakinya pergi.

"Gamau ah bobo sama jurig." Sindir Gilang lalu ikut meninggalkan Thalita.

"IH GILANG !"

"Berisik nenek, gue tinggalin mampus lo ngemis di korea." Decak Ezra.

"Gapapa zra, kapan lagi ngemis di korea." Al ikut ikutan.

"Ih lo berdua ngeselin."

Setelah itu mereka semua masuk ke mobil yang akan membawa mereka ke apartemen. Rafael berdecak bangga melihat apartemen pilihanya.

"El lantai berapa ?" Tanya Leon.

"20."

"Hah gak ketinggian tuh ?" Tanya Ezra.

"YA EMANG LO NGESOT KEATAS ?! KAN KAGAK ANJING, ADA TEKNOLOGI BERNAMA LIFT." Rafael tidak kuat menahan sebal nya.

"SANTAI ANJING !" Balas ezra.

"Berisik lo pada, udah buruan caw gue pen istirahat." Leon berkata lelah.

"Bener sih el ketinggian." Ucap Gilang.

"Serah lu dah, sana sewa apartemen sendiri. Gak menghargai gue banget."

"Kalau gempa gimana ?"

"Ya sia mati lah anying." Rafael sudah melangkahkan kakinya masuk.

"Tapi lo kenapa milih lantai atas el ?" Tanya Al.

"Pemandanganya bagus."

"Ah masa."

"Ntar lo gue dorong dari atas ye buat nikmatin pemandangan."

"Hehe canda bang."

Setelah itu mereka masuk ke dalam dan menemui resepsionis untuk meminta kunci. Dan mereka pun pergi ke lantai 20.

"Nomor berapa ?"

"Tuh paling ujung."

"Gue nanya nomornya sialan."

Leon Edward AlexanderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang