Part 39

184 10 2
                                    

Leon termenung, haruskah ia mendatangi Tasya atau tidak. Tapi jika didatangi Tasya pasti akan ngamuk.

Akhirnya Leon pun mencoba menelfon Tasya. Tentu saja tidak dijawab.

"El." Panggil Leon.

"Kenapa Le ?" Tanya El.

"Apartemen si Tasya lantai berapa, gue lupa."

"20 kalau gak salah, se lantai kok. Ntar gue tanyain dah front office nya."

"Oke." Balas Leon.

Mereka pun tiba di apartemen mereka. El segera pergi menuju front office.

"Good evening sir, what can i do for you ?" Tanya si pegawai ramah.

"Good evening too, may i ask if there is a guest named Tasya ?"

"Tasya ? Sorry sir i'm not sure if she's here."

"Ohh maybe Kevin, Kevin."

"Ohh Mr. Kevin, he stays at the 20th floor sir."

"Okay thankyou so much, have a good evening."

"My pleasure." Balas Resepsionis tersebut sambil membungkuk sopan.

Setelah itu mereka pun langsung menuju lantai 20. Teman teman Leon kembali ke kamar untuk istirahat, sedangkan sekarang Leon sudah berdiri tepat di depan apartemen Tasya.

Leon agak ragu, haruskah ia menemui Tasya ? Namun ia harus menyelesaikan masalahnya sampai tuntas. Dan intinya ia harus tetap bersama dengan Tasya. Mana rela jika hubungan nya pupus hanya karena seorang cabe cabean macam Thalita.

Leon pun memencet bel. Sekali, dua kali, tiga kali, empat kali, dan yang ke lima kali akhirnya Tasya membukakan pintu.

~

Tasya mendadak terkejut karena aktivitas melamun sambil mendengarkan musiknya terganggu kala seseorang menekan bel apartemenya.

"Ih hantu." Ucap Tasya takut.

"Ih masa hantu nya agresif gini, mencet bel berkali kali ?" Tasya masih bermonolog.

Badan nya melangkah pelan mendekati pintu.

"Ini hantu gue gampar tau rasa, berisik banget." Decaknya. Dengan keberanian ia membuka pintu apartemenya, namun sekali lagi ia terkejut karena dihadapanya adalah Leon bukan hantu.

"Astagfirullahaladzim." Ucap Tasya sambil mengusap dada.

"Apa sih ?"

"Lebih serem dari hantu ternyata." Ucap Tasya membuat Leon mengernyit bingung.

"Gak jelas, minggir." Balas Leon sambil menyingkirkan badan Tasya dari pintu. Dengan santai ia masuk ke apartemen Tasya.

"Ngapain lo ?!"

"Mau rapat."

"Hah ?"

"Lo gak suka gue ajak ngobrol kan ? Yaudah ayo diskusi."

"Demi Allah lo gak jelas banget, punya sopan santun gak masuk apartemen orang tanpa izin ?!"

"Lo mau nya apa sih gue tanya." Ucap Leon.

Sekarang Leon sudah duduk di sofa ujung ruangan sedangkan Tasya duduk di pinggir kasur.

"Maksud lo apa sih ?"

"Iya gue tanya lo mau nya apa ?"

"Putus." Balas Tasya santai.

"Sya !" Leon berdecak.

"Lo nanya gue jawab kan." Tasya mengangkat bahu nya.

"Unfortunately the answer I want to hear is not that."

"So what do you want ?" Tasya bertanya balik.

Leon menghela napas. "Anything other than breaking up."

Tasya menengadahkan kepala keatas. Ia bingung harus menjelaskan darimana.

"Gue itu sekarang dihadapkan dua pilihan, merelakan atau bertahan. Masalah merelakan ? Dua tahun kita pacaran rasanya kayak sia sia ya liat lo tiba tiba tunangan sama orang lain, bahkan sampai pelukan. Lo tanya gue sakit hati gak ? Banget lah. Kayak selama ini gue ngapain anjir. Dua tahun bukan waktu yang singkat buat lupain lo." Ucap Tasya. Leon mendengarkan nya dengan serius.

"Masalah bertahan ? Gue gak rela ya ada orang macem Thalita yang tiba tiba rusak hubungan kita, gak jelas. Lo tau gak selama ini Thalita maksa gue buat mutusin lo ? Itu sebenernya bikin gue kesel. Tapi liat lo selama ini buat pertahanin gue bikin gue agak berubah pikiran untuk saat ini, gatau nanti. Karena gue masih sakit hati dan belum bisa nerima alasan lo waktu itu." Lanjut Tasya.

"Sya itu aku udah ngejelasin semuanya dan kamu masih gak percaya ?" Tanya Leon terkejut.

"Lo mau tau alesan gue ke Korea ? Karena elo. Capek gue di Bandung, frustasi. Gue pengen bisa lupain lo tapi gak bisa. Apa perlu gue menghilang supaya hidup lo dan Thalita tenang ?"

"Tasya dengerin aku. Aku tuh sayang banget sama kamu, gak ada yang bisa gantiin kamu. Aku gak perlu cewek macem macem, cukup kamu Sya, kamu. Kamu aja udah bikin bahagia Sya."

"Alay banget mau nangis."

"Ya Allah Tasya gue lagi serius." Ucap Leon sambil berjalan mendekati Tasya.

Tanpa aba aba ia memeluk Tasya membuat Tasya terkejut.

"Kamu perlu bukti apa lagi supaya kamu percaya sama aku hm ?" Tanya Leon seraya memeluk Tasya erat.

Tasya memejamkan mata seraya menenggelamkan wajahnya di dada milik Leon. Ia benar benar bingung, haruskah ia menjauhi Leon yang sudah bertunangan atau bertahan. Tapi demi apa pun ia tidak rela jika harus merelakan Leon demi manusia seperti Thalita.

"Sya gue tau lo sayang sama gue, jadi please kasih gue kesempatan ya."

Tidak ada balasan dari Tasya membuat Leon menolehkan kepala. Benar saja Tasya tertidur karena hanya dengkuran pelan yang terdengar. Leon mengusap rambut Tasya dengan sayang.

"Sya demi allah gue sayang sama lo." Ucap Leon. Ia lalu mengecup kening Tasya dan membaringkan Tasya di kasur agar gadisnya itu tertidur dengan nyaman.

Setelah itu leon pun keluar dari kamarnya dan terduduk di sofa ruang tamu. Ia memutuskan untuk menelpon Gilang untuk memberitahu bahwa ia akan menginap disini malam ini.

"Lang."

"Gimana udah ngomong ama Tasya ?"

"Udah, tapi gitu lah."

"Belum selesai juga ?"

"Belum."

"Gak beres beres kayak tukang bubur naik haji anjing, capek."

"Diem brengsek !"

"Konflik nya banyak amat kek sinetron."

"Kalah jauh sinetron ama kisah gua."

"BACOT ANJING GUE KETAWA !"

"Gue gak akan balik, nginep disini."

"Eww mau ngapain lo berduaan ?"

"Tasya udah tidur nyet."

"Awas lo ngapain anak orang."

"Istigfar lo !"

"Yaudah lo istirahat juga."

"Cie peduli."

"Yaiyalah gue harus peduli sama sumber duit gue di Korea ?"

"Emang busuk banget hati lo."

"HAHAHA UDAH BYE SELAMAT ISTIRAHAT !"

"Bacot ah berisik !"

Leon pun mematikan sambungan dan tertidur.

Leon Edward AlexanderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang