SEPARATED 17

253 10 0
                                    

Nayra membuka matanya perlahan. Aroma obat sangat mendominan ruangan itu. Kepalanya terasa sedikit pening. Ia mengedarkan pandangannya pada setiap sudut ruangan itu. Sampai pada satu titik sudut, dimana Bayu sedang berbaring lemah diatas ranjang dengan baju berwarna biru muda khas Rumah Sakit.

Nayra tersenyum samar melihat wajah Bayu yang tampak tenang. Ia mendongakkan sedikit kepalanya untuk melihat kantong infus yang berada diatasnya. Kantong infus yang berisikan darah membuat Nayra mengernyitkan keningnya heran. Darah siapa ini? Siapa yang menyalurkan darah pada tubuhnya? Pikiran Nayra penuh dengan pertanyaan.

Hingga masuklah seorang Dokter dan suster yang juga membawa nampan besi berisi jarum suntik dan kassa. Dokter tersebut tampak tersenyum ketika melihat Nayra sudah sadar.

" Ada yang sakit?"  tanya Dokter itu lembut.

Nayra cukup menggeleng pelan. Dia menatap name tag yang terpasang pada jas berwarna putihnya. Dika Prasetya, namanya. Dokter Dika mulai memeriksa Nayra dengan hati - hati. Sementara suster, sedang memasukkan cairan antibiotik kedalam suntikan tersebut.

" Ini darah siapa dok?"  Nayra membuka mulutnya dengan nada sedikit lemas.

" Dafa Ananta,"  singkat Dokter Dika.

Nayra tertegun sebentar. Dafa? Mengapa harus Dafa yang mendonorkan darah untuk Nayra?. Ia mencoba berpikir positif tentang Dafa. Mungkin niat Dafa memang untuk menolong Nayra bukan ada arti tertentu.

"Permisi, saya ingin menyuntikkan antibiotik pada tangan kiri anda. Tolong jangan melamun ya,"  ucap suster itu sopan.

Nayra sedikit tersentak dengan jarum suntik yang tiba - tiba masuk pada tubuhnya. Ia merasakan nyeri dibagian tangan kirinya. Nayra menoleh kearah Bayu. Dia masih tetap sama. Mata yang tertutup dengan wajah tenang.

Kedua pengurus kesehatan itu pergi meninggalkan ruangan itu. Kini, hanya Nayra dan Bayu di ruangan ini. Bayu mengerjapkan matanya perlahan, ia menyesuaikan cahaya yang masuk di pelupuk matanya.

"Udah bangun Nay?"  suara Bayu khas orang bangun tidur.

" Udah Bang, kamu udah baikan?"

"Udah. Kamu udah tau kalo itu darah Dafa?" 

" Aku tau." singkatnya.

Pandangan Nayra kosong, ia ingin sekali jika tak ada darah Dafa yang mengalir ditubuhnya. Kenapa bukan darah Bang Bayu? Gue gak suka ada darah Dafa di tubuh gue. Pikir Nayra.

" Kan aku sakit Nay, kalo aku enggak sakit pasti aku donorin darahku buat kamu,"  ucap Bayu.

Nayra spontan menoleh kearah Bayu. Bagaiman dia bisa tau apa yang ada dipikirannya tadi. Nayra tersenyum kikuk sambil memainkan ujung jarinya.

" Gak usah sedih gitu. Pikir positif aja. Mungkin Dafa emang niat baik buat nolongin kamu."

Nayra mengangguk pelan. Saat ini Nayra merindukan Nara, mamanya. Dia ingin sekali bertemu Nara. Nara memang sangat sibuk dengan dunia bisnisnya. Bahkan, anaknya tersadar pun dia tak ada disamping Nayra.

Bayu mencoba bangun dari tempat tidurnya. Dia menghampiri ranjang Nayra dengan langkah pelan. Dia mendorong tongkat infus tersebut dengan hati - hati.

"Maafin aku Nay,"  ucapnya.

"Maaf buat apa?"  tanya Nayra polos.

"Gara - gara aku, kamu jadi kayak gini." sahut Bayu.

" Enggak perlu minta maaf. Kita kecelakaan bareng, itu artinya kita sama - sama salah Bang. Semua udah terjadi,"  jelas Nayra.

Bayu mengangguk pelan. Dia duduk disamping ranjang Nayra sambil memegang tangan Nayra lembut. Seketika darah yang ada didalam tubuh Bayu berdesir. Suhu tubuhnya menjadi panas dingin.

SeparatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang