Part 4

215 13 6
                                    


Dia sahabatku
Sahabat yang disukai olehnya

•••

Junior High School – Pekanbaru, Riau. 7 tahun lalu

“Ava Shaqueela Queta.”

Saat mendengar namanya dipanggil, sontak saja ia langsung melangkah ke barisan kelas 9.3.

Yaap betul, tak terasa ia sudah berada dipenghujung masa SMP nya, masa yang mana ia mengenal apa itu cinta, bukan cinta monyet seperti apa yang dipikirnya diawal, bukan juga cinta omong kosong seperti apa yang dipikirkannya tentang cinta pandangan pertama yang terus disangkalnya.

Emang terdengar lebay untuk anak yang usianya terbilang masih labil  memiliki pemikiran sejauh itu, tapi mau bagaimana pun juga ia menyangkalnya tetap saja akan mengarah kesana. Dan ia hanya bisa pasrah dengan rasa yang dipendamnya selama lebih kurang 2 tahun menuntut ilmu di sekolah ini.

“...........Sasha Camelia.” Ujar guru terdengar samar karena keributan yang dibuat oleh siswa yang merasa bosan.

“Lian sekelas denganku?” tanyanya dengan diri sendiri

“Hoiii Va, ssstttt di belakang.” Sahut seseorang dari belakangnya.

“Kita sekelas lagiiiii.” Ujar Lian semangat

Lagi, memang kami pernah sekelas saat kelas 7 dan berpisah dikelas 8 karena sistem kelas unggul dirubah saat tahun ajaran baru tahun itu.

“Serius kita sekelas lagi?” tanya Ava tak kalah antusiasnya.

“Yoiii, emang nama Eliana Sasha Camelia ada berapa disekolah ini Avaaa. Uhuy senang bet bisa sekelas lagiii.” Timpalnya mendramatisir
Saking senangnya kembali sekelas, mereka memekik dan berpelukan ria untuk mengekspresikan keadaan hati mereka saat ini. Tak heran mereka malah menjadi tontonan oleh siswa lain yang merasa heran dengan kelakuan keduanya.

Merasa diperhatikan oleh sekitar, mereka pun melerai pelukannya dan kembali dalam mode kalem, layaknya tak terjadi sesuatu.

“Ntar duduknya deketan yaa Va.”

“Okedeeh sip.” Balas Ava sambil mengacungkan jempolnya.

Saking sibuknya menghabiskan waktu berdua tanpa ingin diganggu oleh orang lain, mereka tidak sadar bahwa pembagian kelas telah usai dan siswa lainnya sudah mulai membubarkan diri.

Ava dan Lian saling tatap satu sama lain layaknya sedang bertelepati dan sepersekian detik kemudian langsung berlari ke arah kelas yang tadi sudah ditentukan. Mereka tidak peduli dengan tatapan aneh orang dan terus berlari bertujuan untuk mencari tempat duduk yang strategis.

“Yan dekat dinding sederet ama pintu ya, barisan ke tiga atau empat.” Pinta Ava saat hampir sampai ke tujuan.

“Okee.” Timpal Lian singkat
Sesampainya di kelas, mereka langsung mengambil tempat duduk yang tadi disarankan oleh Ava yang untungnya belum ditempati sama orang. Sesuai keinginan mereka, Lian duduk dibarisan tiga dan Ava mengikuti dibelakangnya.

“Yeess dapat, untung cepat kita mah.”

“Harus cepat dong biar ga kena babat orang nih kursi.” Ujar Ava sambil terkekeh

“Depan kamu kosong kan Yan?” tanya Bela

“Kosong kok Bel, kamu disitu aja biar deketan kita bertiga.” Jawab Lian dibalas anggukan oleh Bela.

Mereka memang mengenal Bela, tapi hanya sekedar tahu nama dan orangnya. Akhirnya mereka bertiga duduk berderet dan mulai bercerita tentang hal yang random.

Just be QuietTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang