Seperti setitik cahaya dikegelapan
Akankah hadirnya untuk membantu membuatnya kembali terang
Atau malah memilih menjauh dan menghilang ditelan kegelapan•••
"Dan yang perlu kamu tahu, Mama menceritakan ini untuk memberi tahu kamu kalau posisi Papa kamu dulu sama persis dengan posisi Jovin sekarang."
"Mbak?"
"Mbak?"
"Mbak?" ketiga kalinya penjaga kasir itu memanggil Ava yang sedari tadi melamun. Ava terkesiap dan menoleh ke belakang yang ternyata antrian sudah memanjang karenanya.
"Maaf mbak, bu." Maafnya tak enak hati karena telah membuang waktu mereka dengan lamunannya.
Selesai membayar Ava langsunng keluar dari minimarket tersebut dan memberhentikan taxi dan menaikinya."RSUD Arifin Ahmad pak." Pintanya yang diangguki oleh sang supir.
"Dan yang perlu kamu tahu, Mama menceritakan ini untuk memberi tahu kamu kalau posisi Papa kamu dulu sama persis dengan posisi Jovin sekarang."
"Iihh kok kepikiran perkataan Mama terus sih." Gerutunya. Setelah Mamanya bercerita tadi pagi dan mengatakan kalimat terakhir lalu meninggalkan Ava yang masih diam dengan lidah yang terasa kelu, entah kenapa kalimat yang diucapkan Mamanya terus terngiang di kepalanya, di pikirannya.
Ava terus merasakan hal yang tak nyaman, seperti ada yang mengganjal di hatinya. Hati Ava seperti berharap jika ia menyetujui jika Jovin itu bisa seperti Papanya yang bisa membahagiakan Mamanya, membahagiakannya.
Tapi pikirannya terus menyangkal semuanya, ia tidak bisa bersama Jovin, Jovin sahabatnya. Semuanya terasa rumit, bak benang kusut yang sampai kapanpun tidak akan bisa digunakan, tidak akan bisa kembali diluruskan.
"Mbak kita sudah sampai." Suara supir taxi mengintrupsi kegiatannya yang memikirkan perkataan Mamanya tadi pagi.
Ava langsung memberikan uang sesuai tarifnya dan langsung keluar dan berjalan menuju lobi rumah sakit. Saking sibuknya bermain ponsel, Ava tidak menyadari bahwa ada yang mengikutinya dari belakang dengan langkah yang tergesa.
"Va."
Ava langsung menoleh ke belakang dan menghela nafas jengah akan kehadiran lelaki ini.
"Va kita harus bicara, aku mohon."
"Aku sibuk Fan, aku harus cepat masuk bentar lagi shift aku mulai." Balasnya kentara akan penolakan.
"Shift? Kamu tidak ada jadwal hari ini, jadi jangan membohongiku." Ujar Yofan bak air yang diguyur ke badannya, Ava ketahuan. "Jadi ayo kita bicara, sekali ini saja, please." Pintanya memohon.
"Kamu mengikutiku selama ini?" tanya Ava sarat akan kemarahan, bayangkan Yofan selama ini menguntitnya sampai-sampai dia tahu jadwal Ava.
"Tidak bukan begitu maksudku, aku hanya ingin berbicara denganmu Va." Elaknya, ya walau sedikit benar. "Va tolong, kita harus bicara." Dengan membuang rasa malunya Yofan berlutut di depan Ava, Ava tentu terkejut akan sikap Yofan.
"Fan bangun." Tegasnya. Ava malu menjadi tontonan orang rumah sakit.
"Tidak sebelum kita bicara." Kekeh Yofan tak ingin mendengarkan perintah Ava. Ava yang sudah sangat jengah melihat tingkah menyebalkan itu langsung melenggang pergi dari sana tanpa meghiraukan Yofan yang masih di posisi yang sama.
Baru ingin memasuki pintu lobi rumah sakit, Ava langsung berbalik menghadap Yofan kembali, menghela nafas kasar setelah melihat keadaan lelaki itu yang menyedihkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just be Quiet
Teen FictionLove at first sight?? It sounds a bullshit! Ya emang terdengar omong kosong Tapi itu faktanya Kita berteman 9 tahun sudah dan rasa sialan ini masih ada But..I just kept quiet Kamu tahu kenapa? Cause I prefer to be quiet ____________________________...