Part 24

67 3 0
                                    


Kamu menang
Aku menyerah
Sekarang—melepasmu adalah tujuanku
Akan ku relakan itu.

•••

“Yes I will”

“NO!!”

Jovin seketika terbangun dari lelapnya, setelah datangnya mimpi buruk yang singgah dalam tidurnya, melihat keadaan sekeliling yang sudah mulai sepi, para penumpang mulai menuruni pesawat Jovin pun ikut bergerak keluar.

Mendekati pintu pesawat, Jovin menyempatkan bertanya kepada salah satu pramugari yang bertugas di dekat pintu keluar “Excuse me, now are we at Changi Airport? Transit?

Yes sir. Next flight is in 45 minutes.”

“Oke, thank you.”

Jovin membalas senyuman dari pramugari dan menuruni tangga, mengikuti para penumpang lainnya menuju ruang tunggu. Sembari berjalan, Jovin mengaktifkan ponselnya yang tadi sempat ia matikan saat masih di bandara SSQ, dan disana terdapat beberapa panggilan dari sepupunya, Mamanya dan—Ava.

Heran, yaa Jovin mengangkat sebelah alisnya merasa heran. Kenapa Ava mengubunginya sedangkan dengan terang-terangan Ava membencinya sekarang. “Kenapa dia menelponku?” tanya Jovin lebih kedirinya sendiri.

Jovin memilih mengabaikannya dan menekan tombol dial, menghubungi Mamanya.

“Hallo Ma, why did you call me?

“Kenapa? Tidak boleh?”

“No, bukan gitu Mama. Kan Jo ada flight jadi ponsel Jo matikan.”

“Sekarang lagi transit?”

“Iyaap! So, kenapa Mama nelpon Jo, udah rindu?”

“Siapa orangtua yang tidak rindu dengan anaknya Atharrazka Jovin Shaquille? Ya Mama rindulah”

“Ma, Jovin saja masih di Singapura belum sampai Marseille dan Mama udah rindu.”

“Salah Mama rindu sama kamu Jo?”

“Ayolah Ma, jelas engga tapi Mama nanti malah buat Jovin berubah pikiran.”

“Bagus dong kalau kamu ga jadi pergi”

“No Ma, Jovin memang harus pergi. You know what I mean right? And one more thing, Jovin kan sudah bilang kalau Jo bakal mengambil tawaran itu. So, tenang aja”

“Dan tidak mengabari Ava kalau kamu pergi?”

For what Ma?”

Tidak sama seperti sebelumnya, sekarang hanya keheningan yang menjadi backsound dari percakapan Jovin dan Mamanya. Tidak ada yang ingin memulai kembali percakapan diantara sepasang ibu dan anak ini.  Terdengar helaan nafas Mama Jovin di seberang, membuat Jovin ikut melakukan hal yang sama.

“Ma sudahlah, Jovin tutup yaa?”

“Jo you ok?”

“Yaap, really fine. Ma Jo tutup yaa, love you

Jovin memutus panggilan dengan cepat, tanpa menunggu jawaban Mamanya. Ia takut akan mengikuti kata hatinya untuk kembali jika tidak segera mengakhirinya dengan cepat. Terserah mau mengatakannya anak durhaka, tapi sungguh sekarang yang ia butuhkan hanya pergi dan menemuinya disana.

Membayangkan mimpinya tadi membuat perasaannya menjadi tambah bercampur aduk, hatinya menjadi ngilu, bagaimana tidak jika seseorang yang sangat berarti telah memilih yang lain untuk membahagiakannya. Bagaimana jika memang mimpi itu nyata sungguh untuk sekarang sangat sulit untuk ia terima.

Just be QuietTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang