Epilog

341 9 0
                                    

“Hanya segitu usahamu meyakinkan aku Ava Shaqueela Queta?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Hanya segitu usahamu meyakinkan aku Ava Shaqueela Queta?”

Langkah Ava terhenti. Kini dirinya mematung setelah lelaki itu kembali bersuara. “Ava Shaqueela Queta.” Sekali lagi terdengar namanya disebutkan. Dengan badan bergetar Ava mencoba berbalik—kembali menghadap lelaki itu.

“Semudah itu kamu menyerah untuk meyakiniku?”

Ava spontan menggeleng dengan air mata yang kembali mengalir. Matanya menatap lekat lelaki yang sekarang melangkah mendekatinya. Tatapan mata mereka sama. Sama-sama tersekiti—sama-sama menahan rindu.

“Kamu benar, aku Atharrazka Jovin Shaquille. Lelaki yang tulus mencintaimu.”

Ava meremat buku jarinya, “Kamu bohong!” Ava mengatakannya sembari memundurkan langkahnya, mencoba menjauhi Jovin. “Ava, aku Jovin.” Jovin kembali melangkah mendekat namun lagi-lagi Ava melangkah mundur.

“Va-.”

“Kamu pembohong! Cintamu itu palsu!” air mata Ava mengalir lebih deras. Hatinya ikut sakit setelah mengatakan  itu. Sekarang hanya perasaan marah yang menyelimutinya.

Begitu juga Jovin, dia merasa sakit di dadanya mendengar Ava mengatakan itu kepadanya, “Aku tidak bohong Va, aku serius!.” Jovin berharap Ava akan percaya  padanya.

Ava menggeleng keras. “Kamu bohong! Semuanya bohong! Kamu bilang kamu mencintaiku tapi kamu pergi meninggalkanku. Dan seakan belum cukup kamu sudah memiliki orang lain! Dimana letak kebenaran perkataanmu itu Atharrazka Jovin Shaquille?!”

“Semua orang bilang kamu sudah tiada! Semua orang bilang aku harus ikhlas melepasmu. Dan ternyata ini yang mereka maksud? Mengikhlaskanmu memilih kehidupanmu sendiri?!”

Sesak menghantam dada Ava. Dia terus memukul keras dadanya. “Jika kamu memang mau meninggalkanku maka katakan padaku! Jangan menyiksaku dengan cara seperti ini. Hatiku kamu anggap terbuat dari apa?” Ava berkata menggebu—menyalurkan perasaan sakit hatinya.

Hatinya kelu setelah kembali ditusuk sembilu. Semuanya telah hancur. Yang dikatakan cinta hanya menjadi sumber kehancurannya.

“Ava dengarkan penjelasanku. Aku melakukannya bukan karena aku ingin. Takdir yang menginginkanku melakukannya!.”

“Sekarang kamu menyalahkan takdir? Bahkan pernikahanmu kamu anggap kesalahan takdir? Kamu keterlaluan Jovin!”

Jovin mengernyit tidak paham. “Pernikahan?” tanyanya bingung.

“Kamu sudah menikah Jo, kamu menghilang dan sekarang kamu ternyata sudah menikah!” Ava menunduk dalam setelah menyelesaikan kalimatnya, Ava berusaha keras membendung air mata yang terus menerus keluar. Mengingat Jovin sudah dimiliki oleh orang lain membuat Ava semakin kalut akan kesedihannya.

Sebenarnya Ava bahagia dengan kembalinya Jovin. Ava bahagia jika ternyata Jovin masih hidup, tidak seperti yang orang-orang katakan. Tapi mendapati fakta yang menyakitinya membuat rasa itu tergantikan dengan amarahnya, rasa kecewanya.

Just be QuietTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang