Genap Genap Genap Genap

35 7 0
                                    

Pada suatu masa, kalimat pembuka yang terlalu biasa, namun bertumpu malam dan siang yang tak seperti biasanya.

Langit terlihat lebih cerah, meski udara di dalam rumah terasa lebih gerah.

Keterbatasan ruang, waktu yang terasa amat panjang...tidur yang tidak nyenyak, juga pikiran yang seakan tak bisa di hentikan.

Semua menarik nafas panjang, memutar otak, saling memperingatkan, namun ada pula yang terlena dalam kesombongan.

Waktu seakan menawarkan harga terbaiknya, mengobral..memberi kelonggaran pada kesibukan yang selalu membuat urat nafas tercekat.

Tapi semua terasa begitu menyiksa, dimana raga terbiasa berpacu dengan derap dan juga langkah sigap, kini harus menunggu dan cuma bisa berharap, bahwa akan datang hadirnya suatu yang lebih dari kepastian.

Siang terasa lebih cepat, malam seakan melambat, dan fajar seperti datang lebih lamban.

Angin berhembus dengan sangat kencang, membawa ketakutan dan kecemasan ke seluruh wilayah.

Hari-hari tanpa kepastian, tangan terus menerus menengadah ke yang Maha Kuasa.

Mencoba menyelami, ada pula yang memaki.
Baru kali ini, imbauan untuk beristirahat terasa sangat menyiksa. Ada yang santai, ada yang bingung, ada pula yang kehilangan. Hidup berjalan terus, meski terkadang hati tak menentu.

Tangan-tangan malaikat turun di penjuru tempat.

Tapi, setan tak akan pernah berhenti menyelinap.

Pagi yang kelewat dingin, kualitas udara yang lebih bersih, langit yang lebih biru. Namun,
Kita tak bisa menikmatinya dengan hati yang bahagia.

Semua terasa terburu-buru.

Kepergian disusul oleh kepergian yang lainnya, seperti berlari di dalam labirin, tersesat.

Semua kini bertanya, sibuk berkaca, apa yang kini alam coba bisikkan kepadanya..

Yang paling penting adalah bertahan.

Berbelaskasih lah,

Karena kata mereka, "Badai Pasti Berlalu.."

Sederhana (Kumpulan Puisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang