12

10.6K 1.5K 68
                                    

Yoongi mendesis sembari membawa tubuh Jimin. Tadinya mau gendong dipunggungnya tapi Yoongi tak kuat, jadinya hanya dirangkul dari tangannya saja sembari membiarkan kaki pria itu terseret.

Padahal tubuh keduanya memiliki tinggi yang sama tapi ternyata Jimin lebih berat dari kelihatannya. Ini bukan pertama kalinya memang, tapi tetap saja Yoongi tidak terbiasa dengan berat tubuh Jimin.

"Anak ini sepertinya keberatan dosa..! Sial, tulang punggungku hampir lepas.." Geram Yoongi setelah melempar tubuh Jimin yang tak sadarkan diri diatas sofanya.

"Kenapa aku selalu berakhir mengurusnya ?! Kalau begini bagaimana aku bisa menghilangkan perasaanku coba ?!" Kesalnya sembari menatap Jimin dan menendang kaki pria itu kesal. Setelahnya Yoongi berjalan kedapur untuk mengambil sebotol air mineral.

Dia memang pemilik Bar tapi Yoongi bukan peminum. Tapi bukan berarti ia tak kuat minum, toleransi alkoholnya cukup tinggi omong-omong. Ia tak mudah mabuk hanya karena sebotol bir atau sebotol sake.

Setelah meneguk airnya, ia mengeluarkan rokok dari saku celananya dan mengapit sebatang di bibir. Membakar ujung rokok dan mulai menghisapnya nikmat.

Dibanding minum, mungkin Yoongi lebih kecanduan ke rokok. Ia bisa menghabiskan berbungkus-bungkus dalam sehari jika sedang stress.

"Ngg.. Jungkookiee~"

Yoongi melirik Jimin dari dapurnya, menyender dipintu dapur masih dengan rokok dimulutnya.

"Dia yang mematahkan hatimu tapi aku yang menanggung lukanya. Jimin.. Kau benar-benar brengsek.." gumamnya lalu mematikan ujung rokok di asbak dan berjalan menuju kamarnya.

Ia butuh mandi sebelum mengistirahatkan dirinya.

Setelah berendam selama 30 menit, Yoongi keluar hanya dengan celana training tanpa atasan. Handuk kecil bertengger dikepalanya, sementara matanya sibuk menatap ponselnya.

Ada dua panggilan tak terjawab dari sang ibu.

Apa lagi yang diinginkan wanita itu ?

Baru saja hendak meletakkan benda itu, ponselnya kembali berdering. Nama sang ibu sudah tertera lagi disana.

Butuh waktu beberapa detik hingga Yoongi mengangkat panggilan itu.

"Kau benar-benar tidak pernah menelpon sama sekali, Yoongi..!"

"Bukankah kalian yang menyuruhku agar benar-benar pergi ? Lalu kenapa masih berharap kabar dariku ?"

Bisa ia dengar nafas sang ibu tercekat diujung sana. Hingga helaan nafas pelan terdengar.

"Kau tahu saat itu ayahmu hanya sedang emosi, Yoongi-ah. Ayahmu menyesali perkataannya.."

Yoongi mendengus, "Butuh waktu setahun agar Ayah menyesal, eh ? Bukankah lebih baik kalian menganggapku sudah mati ?"

"Yoongi-ah.. Tolong.. Jangan begitu. Ibu merindukanmu, nak.."

Kali ini Yoongi hanya diam.
Meski mau mengelak bagaimanapun, Yoongi juga sangat merindukan mereka. Hanya saja ia merasa rumah bukanlah tempatnya lagi untuk pulang.

"Ibu sehat ?" Tanyanya pelan hampir seperti berbisik.

"Ya.. Tapi Ayahmu tidak.."

Sontak saja Yoongi terkejut.

Pria itu sakit ? Sosok pria yang selalu ia jadikan panutan, yang selalu berdiri tegap dihadapannya, yang selalu bersikap tegas padanya ?

"Enam bulan belakangan kesehatan Ayahmu terganggu dan terus menerus menurun hingga saat ini, Yoongi. Karena itu ibu mohon, pulanglah nak.."

Winter Flower (Vkook) {COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang