🌺 11 🌺

561 64 25
                                    

Kinan benar-benar mematung saat ini melihat Alvin ada didepannya. Ia terperanjat ketika melihat tangan Sarah melingkar manis dilengan Alvin dengan manjanya.

Rasa cemburu menjalar pada dirinya. 'Ada apa denganku? Cemburukah? Tidak! Tidak mungkin kumohon sadarlah Kinan!!' Gumamnya dalam hati. Ia menggelengkan kepalanya. Berusaha menyadarkan pikiran gilanya.

Alvin membisikkan sesuatu kepada Sarah. Tapi wajah Sarah menunjukkan raut yang tidak senang. Kemudian Alvin berjalan seperti akan mendekati Kinan. Tidak tidak! Kinan gugup setengah mati. Akan tetapi perasaan gugupnya berganti dengan kecewa, begitu ternyata Alvin hanya melewatinya, tanpa menggubrisnya atau memandangnya lagi. Kinan tetap terpaku pada posisinya.

Sarah melirik dengan tatapan tidak suka kepada Kinan. Kinan hanya diam menundukkan kepala. Berusaha menahan air matanya. Entah kenapa ia ingin menangis. Menangisi Alvin seperti dulu.

"Kinan." Metha memanggilnya dengan mengguncangkan badannya.

"Kinan, kau kenapa? Kau langsung diam seperti itu?"

"Tidak. Tidak apa-apa. Aku hanya memperhatikan pria yang tadi," Jawab Kinan berusaha tersenyum.

"Oh. Pangeran itu? Namanya Alvino Lutfian. Benarkan kataku? Dia pria yang tampan," Kata Metha dengan nada bicara yang sedikit bangga.

'Ya memang tampan. Dan aku sangat mengenalnya,' Jawab Kinan dalam hati. Tapi tidak ada kata yang bisa keluar dari mulutnya untuk menjawab Metha. Kinan hanya bisa menganggukkan kepala.

Alvin sudah berlalu begitu jauh sehingga hilang dari pandangannya. Kinan rasanya ingin bertemu dengan Naya. Tapi ia harus sabar sampai menunggu Naya selesai kelas.

Metha mengajak Kinan ke kafe kopi di seberang kampus. Kinan mengiyakan ajakan Metha. Setidaknya menenangkan pikirannya dari Alvin.

🌺🌺🌺

Alvin merogoh ponselnya dari kantong celana sambil berjalan agak terburu-buru untuk menemui Naya. Alvin segera mencari kontak Naya dan menghubunginya.

"Halo Vin?" Jawab Naya dari ujung sana.

"Kau ada kelas tidak? Aku sedang menuju ke gedung fakultasmu."

"Hmm. Sebenarnya ada. Tapi dosenku mengabarkan akan telat mengajar satu jam."

"Kau di ruangan berapa?" Tanya Alvin dengan nada yang dingin.

"201. Ada apa sebenarnya?" Tanya Naya cemas.

Alvin segera menutup teleponnya tanpa menjawab pertanyaan Naya. Membuat Naya cemas setengah mati. Ada apa ini?

Naya melihat Alvin sudah berdiri di depan kelasnya. Memanggilnya dengan ayunan tangan tanpa mengeluarkan suara. Seluruh wanita di kelasnya melihat kejadian itu, dan ada yang setengah berbisik. Naya tidak menghiraukannya.

"Kenapa kau mencariku? Ini pertama kalinya kau mengajakku berbicara langsung di kampus. Ada hal yang mendesak?" Tanya Naya penasaran.

"Kinan kuliah disini?" Tanya Alvin sambil menatap mata Naya dalam-dalam.

Glek!

Naya menelan ludahnya. Entah kenapa ia merasa takut kali ini. Alvin tidak pernah mengajaknya berbicara langsung jika di area kampus. Ia lebih memilih berbicara di telepon atau bertemu dengan Naya di luar.

"Aku tidak bisa menahannya. Dia ingin sekali kuliah disini Vin. Bahkan aku tidak tega menjelaskannya kalau kau kuliah disini juga!" Jawab Naya dengan nada sedikit tinggi.

"Aku tidak mau semuanya terulang Nay! Aku tidak mau melihat dia menangis lagi karena diriku!! Kau tahu? Aku sudah bertemu dengannya. Dia hanya diam mematung! Tidak ada yang bisa ku lakukan! Aku sudah cukup merasa bersalah beberapa tahun belakangan. Setidaknya jangan biarkan dia bertemu lagi denganku! Tidak bisakah kau biarkan sahabatmu itu bahagia?!!" 

Naya terperanjat mendengar suara Alvin yang sangat putus asa. Selama ini memang Alvin menahan semua rasa bersalahnya terhadap Kinan. Naya yang tahu semua bagaimana galaunya Alvin ketika tahu Kinan pindah keluar negeri pada saat kenaikan kelas 3 SMA. Naya memang menyembunyikan ini semua dari Kinan atas permintaan Alvin.

"Baiklah maafkan aku. Lalu apa yang akan kau lakukan?" Tanya Naya menenangkan suasana.

"Apalagi? Aku akan berusaha menjauhinya."

"Ada apa ini?" Tiba-tiba Dimas muncul di depan mereka.

"Eh. Dimas. Tidak ada apa-apa. Hanya ada sedikit urusan," Jawab Naya sambil tersenyum.

"Priamu sudah datang. Aku tidak ingin mengganggu. Aku pamit," Kata Alvin sambil berlalu begitu saja dengan ekspresi muka yang datar.

"Haaahh. Sudah keadaan begini masih saja menyebalkan si pangeran palsu itu. Ayo masuk Dimas. Kepalaku sudah panas," Gerutu Naya sambil menarik tangan Dimas masuk ke kelas.

Memory Of First Love [Completed] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang