🌺 23 🌺

351 32 9
                                    

Sarah berdiri dihadapan Kinan dengan wajah datarnya. Tidak ada ekspresi marah seperti kemarin. Itu yang justru membuat Kinan heran.

"Ada apa?" Tanya Kinan, lalu membuang pandangannya ke arah kolam teratai.

"Aku tidak mau berbasa-basi padamu. Jauhi Alvin."

Kinan menoleh ke arah Sarah. Sebenarnya ia tidak begitu terkejut dengan ucapannya. Hanya sekarang ia merasa kesal. Namun ia berusaha menjaga amarahnya.

"Kenapa? Kau takut merasa tersaingi?" Gumam Kinan datar.

"Seharusnya kau tahu diri Kinan. Kau ini hanya masa lalunya. Kau hanya benalu di kehidupannya sekarang," Jawab Sarah dengan suara yang lembut tapi mengejek. Ia tersenyum licik.

Kinan terdiam tidak bicara apa-apa. Dengan senyum kemenangan, Sarah meninggalkan Kinan yang sedang diam mematung.

Kinan hanyalah masa lalu Alvin.

Sebenarnya Kinan benci dengan situasi itu. Tapi jika mengingat kembali ucapan Alvin yang membuatnya sakit hati, rasanya Kinan tidak ingin berurusan lagi dengannya. Sangat bertolak belakang dengan hatinya.

"Kinan," Panggil Metha.

"Hmmm." Kinan hanya menoleh dan tersenyum masam.

"Kau mau berjalan-jalan saja? Mengitari kampus?" Tanya Metha.

"Hmm. Boleh saja," Gumam Kinan.

Mereka berdua berjalan-jalan mengitari setiap lorong kampus sambil bercengkrama. Kinan menceritakan kejadian yang ia alami kemarin, drama antara Kinan, Ray, Alvin dan Sarah.

"Sepertinya kau mulai terkenal," Kata Metha setengah berbisik. Bukan tanpa alasan Metha berkata seperti itu, karena sekarang situasinya banyak pria yang menyapa Kinan dan mengajak berkenalan.

"Mereka mengenalku darimana?" Tanya Kinan dengan setengah berbisik juga.

"Mungkin kejadian kemarin sudah menyebar? Kafe kopi ada di seberang kampus kita, yang sudah pasti dipenuhi anak-anak kampus."

Kinan mengangkat bahunya. "Entahlah. Biarkan saja."

Mata Kinan kini menuju ke suatu tempat di ujung. Studio Musik. Senyumnya merekah lebar.

"Ikut aku," Ajak Kinan sambil menarik tangan Metha.

"Studio Musik? Ada apa?" Tanya Metha dengan tatapan heran.

"Kau belum pernah mendengarku bermain piano atau bernyanyi bukan?" Kinan menoleh ke arah Metha dengan mata yang berbinar-binar.

"Iya benar!" Metha berjalan ke arah pintu dan mencoba membukanya. "Tidak dikunci!" Seru Metha.

Mereka pun masuk ke dalam studio. Kinan langsung menuju ke piano besar yang pernah ia mainkan.

Kini kesepuluh jemarinya sudah berada di tuts-tuts piano. Ia mulai memainkan pianonya, membentuk sebuah intro lagu. Don't you remember - Adele.

Kinan menyanyi dengan penuh rasa. Metha akui suara Kinan memang sempurna. Suara yang dikeluarkan halus dan terdengar sedih. Metha mendengarkan permainan piano Kinan yang luar biasa. Ia berdecak kagum dengan semua kemampuan yang dimiliki Kinan. Mendekati kata sempurna.

Gave you the space so you could breathe
I kept my distance so you would be free
And hope that you find the missing piece
To bring you back to me...

Metha secara tidak sadar meneteskan air matanya saat Kinan menyanyikan bagian lirik itu.

Permainan terhenti karena mereka mendengar suara tepuk tangan. Metha buru-buru menghapus air matanya. Kini mereka berdua menoleh ke arah belakang dan sudah berdiri dua orang pria.

Memory Of First Love [Completed] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang