🌺 38 🌺

416 23 16
                                    

Sudah satu minggu, Ray tidak tersadar dari masa kritisnya. Kinan yang setiap hari datang ke rumah sakit ditemani Alvin, selalu berharap Ray terbangun pada saat ia disana.

Kinan memasuki kamar perawatan Ray, sementara Alvin menunggunya di luar. Kinan duduk di samping Ray seperti biasa, ia menggenggam tangan Ray. Lagi-lagi ia menangis.

"Ray kenapa kau tidak bangun? Kau bermimpi apa?"

"Ray aku rindu, aku mohon sadarlah. Kau bilang kau tidak suka kan melihat aku menangis?"

"Ray, kau marah padaku? Makanya kau tidak mau bangun?"

"Ray, kalau aku salah, aku mohon maafkan aku ya? Ayo bangun Ray."

Kinan menempelkan tangan Ray di pipinya. Namun ada yang aneh. Kinan merasakan tangan Ray bergerak. Kinan melihat kelopak mata Ray bergerak.

Ray membuka matanya!

Kinan terkejut dan senang bukan main sampai kakinya terasa lemas. Ray tersenyum lemah saat menatapnya. Kinan segera memencet tombol merah di dekat tempat tidur Ray, memanggil dokter. Tidak lama dokter pun datang dan Kinan keluar kamar dulu untuk sesaat.

"Ray sudah sadar." Kinan menemui Alvin di luar dan memeluknya. Alvin mengelus kepalanya dengan lembut. Ia juga sangat bersyukur karena Ray sudah melewati masa kritisnya.

Ayah dan ibunya Ray masuk ke dalam ruangan. Berbicara dengan dokter dan sesekali menganggukkan kepala. Kinan dan Alvin tetap menunggu diluar.

"Kalian berdua masuklah. Ray mencari kalian," ujar Ayahnya Ray dari pintu.

Kinan dan Alvin memasuki ruangan. Sementara orang tuanya Ray harus bertemu dokter membicarakan beberapa hal yang penting.

"Apa kabar kalian?" Tanya Ray lemah saat melihat mereka berdua masuk ke dalam.

"Sangat baik, karena melihatmu sudah sadar. Aku bahkan tidak bisa memelukmu karena lukamu ini," jawab Kinan sedih.

"Terima kasih atas segalanya Ray," ucap Alvin.

Ray mengangguk. "Sama-sama."

"Terima kasih untuk apa?" Tanya Kinan tidak mengerti.

"Masalah pria," jawab Ray sambil tersenyum.

Satu minggu telah berlalu semenjak Ray sudah sadarkan diri. Tapi semua orang sepertinya terlalu senang akan hal itu. Suatu masalah pun terjadi.

Ray mengalami diseksi aorta akibat kecelakaan yang dialaminya. Cedera pada bagian dada menyebabkan pembuluh darah aorta pada tubuh Ray pecah, sehingga menyebabkan kematian mendadak.

Para dokter dengan berat hati menyatakan menyesal karena tidak bisa berbuat apapun, dari kematian mendadak ini.

Dan Ray tidak pernah membuka matanya lagi.

🌺🌺🌺🌺🌺

Acara pemakaman Ray berlangsung dengan lancar. Kinan tidak berhenti menangis saat jenazah Ray dimasukkan ke dalam liang lahat. Alvin, dan para sahabat Kinan, turut hadir dalam acara pemakaman itu.

Terakhir kali Kinan melihat Ray sebelum di kuburkan, wajahnya sangat bersih dan tampan. Ray tersenyum, ia seperti tertidur dan bermimpi indah.

"Terima kasih karena telah menyayangi kakakku Kinan," ujar Maulie yang menghampiri Kinan.

"Sama-sama. Hubungi aku jika kau bosan dan butuh teman berbicara." Kinan mengelus lengan Maulie.

Memory Of First Love [Completed] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang