🌺 12 🌺

529 66 19
                                    

Kinan termenung menghadap ke jendela kaca di kafe itu. Masih mengingat bayangan Alvin. Sudah 1 jam ia dan Metha berada di kafe itu. Metha menjelaskan panjang lebar mengenai kampusnya dan bagaimana seorang Alvin bisa menjadi pangeran kampus. Ya. Tanpa Metha tahu, yang didepannya ini adalah masa lalunya. Kinan enggan mengatakan yang sebenarnya kepada Metha. Entahlah. Dia menunggu waktu yang tepat. Setidaknya untuk menyembuhkan luka yang kembali tergores.

"Metha. Aku akan jujur padamu suatu saat nanti. Jika waktunya tepat. Sekarang aku sengaja membuat kau penasaran dulu. Sampai kau menyadarinya sendiri dan bertanya padaku," Ujar Kinan sambil mengaduk-aduk minuman didepannya.

"Apa? Ada apa? Kenapa tidak kau ceritakan saja sekarang?" Tanya Metha penasaran.

"Kalau ku ceritakan sekarang, kau pasti tidak akan percaya. Lebih baik kau menyadarinya sendiri dan bertanya padaku. Aku pasti akan menjawab dengan jujur."

"Ciih.. kau tidak asik," Kata Metha sambil memajukan bibirnya.

Kinan hanya tersenyum melihat perilaku temannya. Lalu setengah jam kemudian Metha pamit untuk pulang.

"Kau tidak apa-apa kan aku tinggal?"

"Tidak apa-apa tenang saja. Aku mau keliling kampus dulu sambil menunggu temanku. Nanti kapan-kapan aku kenalkan kau dengannya," Jawab Kinan sambil tersenyum.

"Oke baiklah. Aku pulang duluan ya."


🌺🌺🌺


Kinan berjalan menyusuri lorong-lorong di kampusnya. Lalu ia terhenti melihat tulisan diatas pintu yang bertuliskan "Studio Musik". Kinan menyentuh gagang pintu untuk membukanya. Ternyata tidak terkunci. 2 pintu itu terbuka lebar. Memperlihatkan betapa luasnya studio musik ini. Disana terpampang sebuah piano berukuran sangat besar berwarna putih. Kinan memperhatikan kiri dan kanannya. Tidak ada orang. Kinan bergegas masuk ke dalam, tapi sengaja pintunya ia tidak tutup karena takut nanti terkunci di dalam. Bagaimanapun ini studio musik. Sudah dipastikan kedap suara.

Kinan duduk di kursi piano itu. Tangannya menekan asal tuts piano, hanya sekedar mengeceknya.

"Hm.. masih sangat bagus," Gumamnya, lebih pada diri sendiri.

Kinan memejamkan matanya. Memikirkan satu buah lagu yang menjadi kenangannya. Ia akan memainkan piano sambil menyanyikan lagu itu.  Lalu kesepuluh jemari Kinan mulai bergerak diatas tuts-tuts piano itu, dan memulai sebuah lagu dengan alunan yang indah, lagu yang sangat indah, tapi entah mengapa sangat menyakitkan jika di dengar.
Lagu kesukaannya, Beautiful Girl - Jose Mari Chan yang dinyanyikan kembali oleh Christian Bautista.

Kinan mulai mengeluarkan suaranya, bernyanyi dengan tempo yang pelan diiringi permainan pianonya.

You said hello.. and i turned to go..
But something in your eyes.. Left my heart beating so..
I just knew that i'd love again..
After a long.. long while..
I'd love again...

Kinan tidak mampu meneruskan nyanyiannya. Air matanya mulai mengambang, memaksa keluar. Tapi Kinan coba tahan. Ia tetap memainkan pianonya. Mengeluarkan permainannya yang sangat luar biasa.

Tapi Kinan tidak sadar. Bahwa ada seseorang yang memperhatikannya dari belakang.

Memory Of First Love [Completed] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang