🌺 14 🌺

475 58 12
                                    

Kinan menyudahi permainan pianonya. Dia menarik napas panjang dan menghempaskannya dengan kasar. Berharap itu menenangkan hatinya. Langsung ia berdiri dan beranjak meninggalkan studio itu.

Tapi langkah kakinya terhenti. Lututnya bergetar sehingga ia hampir kehilangan keseimbangan tubuhnya. Berpegangan cukup kuat dipinggiran piano besar itu. Karena seseorang sekarang sedang berdiri di ambang pintu. Alvin.

Alvin berjalan perlahan menghampiri Kinan yang masih lemas. Jantung mereka sama-sama berdegup kencang. Alvin menahan diri untuk tidak memeluknya. Dan Kinan, ia menahan diri untuk tidak menangis. Entah kenapa ia hanya ingin menangis!

"Apa kabar?" Kata pertama yang dilontarkan Alvin untuk Kinan. Suara yang sangat lembut. Tapi ada yang berbeda. Suara yang hangat itu berubah menjadi dingin.

"Hm. Baik," Jawab Kinan tanpa melihat ke arahnya. Ia lebih memilih membuang pandangan ke sebelah kirinya.

"Kau kuliah disini?"

"Hm.." Kinan hanya menganggukkan kepalanya.

"Kenapa kau pulang dari Paris?"

Pertanyaan itu membuat Kinan menoleh ke arahnya. Dia mengerutkan kening, seolah tidak percaya Alvin akan menanyakan hal itu padanya.

"Akhirnya kau menatapku juga. Kenapa? Apa pertanyaanku salah?" Tanya Alvin lagi. Ia berusaha menunjukkan sikap yang dingin.

"Aku tahu kau tidak suka melihatku disini. Tapi aku punya Ibu yang tinggal di Indonesia. Setidaknya aku punya keluarga dan sahabatku. Apa aku tidak berhak untuk pulang sampai kau bertanya seperti itu padaku?" Nada bicara Kinan mulai meninggi. Sekarang ia merasa kesal dengan pria dingin itu. Lalu ia melanjutkan pembicaraannya.

"Aku juga tidak tahu kalau kau kuliah disini. Naya tidak memberi tahu aku."

"Inilah dirimu. Yang selalu berpikiran negatif."

"Kau kesini hanya untuk menyalahkan aku lagi? Bahkan saat kita sudah berpisah, kau masih menyalahkan aku lagi? Oh Tuhan." Kinan beranjak meninggalkan Alvin. Ia tidak percaya hari pertamanya kuliah akan menjadi buruk seperti itu.

Alvin masih terdiam terpaku di dalam studio. Tangannya mengepal menahan amarah. Dia mengutuki dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga kata-katanya. Ada apa dengan dirinya? Tapi sungguh ia bertanya seperti itu bukan maksud apa-apa. Tapi kenapa jadi runyam seperti ini?

Kinan menuju taman kampus untuk menenangkan dirinya. Dia ingin pulang sungguh. Tapi ia masih harus menunggu Naya.

Ponselnya berdering, ada telepon dari Naya. Kinan langsung menjawabnya.

"Aku di taman. Dekat kolam teratai," Jawab Kinan tanpa membiarkan Naya bertanya terlebih dahulu.

"Oh.. baiklah aku kesana."

Kinan mematikan teleponnya. Naya bingung dengan perilaku sahabatnya. 'Apa dia sudah bertemu dengan Alvin?' Pikirnya. Naya langsung berlari untuk segera menemui Kinan. Dan berharap Kinan tidak marah kepadanya kali ini.

------------------------- 🌺🌺🌺🌺🌺 ----------------------------

Oke.. Dari sini konfliknya sudah dimulai ya guys! Jadi aku persingkat aja takut kalian bosan. Tadinya mau ada beberapa part dulu sebelum akhirnya ada konflik.

Terus pantengin ceritanya ya. Jangan lupa vote dan commentnya. Jika ada saran silahkan diutarakan ya! Pasti aku akan terima masukan kalian.

Happy reading guys! Luv! ❤️

Memory Of First Love [Completed] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang