21

852 128 7
                                    

Jimin hanya bisa menelan salivanya sendiri melihat Dahyun dengan lahap memakan makanan kesukaannya. Dia sebenarnya sudah beberapa kali meminta Dahyun untuk berbagi, tapi Dahyun menolaknya.

"Hanya satu gigit,"

"Tidak boleh! oppa cukup melihatku saja,"

Jimin hanya mendengus kesal saat ini. Dia tidak tahu kalau wanita hamil akan sangat menyebalkan seperti ini. Dia kemudian memutuskan untuk meraih buku menu untuk memesan makanan. Dia juga merasa sangat lapar sekarang. Ditambah lagi Dahyun memakan makanannya dengan sangat lahap.

"Oppa, aku ingin pulang,"

"Sekarang juga?" tanya Jimin tak percaya. Bagaimana tidak? dia bahkan belum sempat makan ataupun memesan apapun. "Arasseo."

Tak apa, aku bisa makan di rumah. Batin Jimin.

Jimin akhirnya membayar semua makanan yang Dahyun pesan sebelum akhirnya dia berjalan mengiringi Dahyun.

"Kita pulang saja, tidak perlu kembali ke kantor," jelas Jimin yang kemudian membuat Dahyun tersenyum. Bukankah dia beruntung mendapatkan suami seperti Jimin? Jimin bahkan memilih untuk membujuk Dahyun dengan halus dibandingkan marah jika Dahyun memang sedang dalam mode menyebalkan.

"Mulai besok jangan gunakan sepatu high heels lagi, arasseo?"

"Baiklah, aku akan pakai flat shoes saja," jelas Dahyun yang kemudian membuat Jimin tersenyum.

*
*
*

"Dahyun, kau sudah bahagia sekarang? maka aku ingin merusaknya sekarang," gumam seorang pria yang tak lain adalah Minjae. Dia saat ini sudah berdiri di depan rumah Dahyun dan Jimin sambil tersenyum. Sebenarnya dia tahu soal kehamilan Dahyun meskipun Jimin memilih untuk tidak mempublikasikan kabar gembira ini.

Dia memilih untuk naik ke kamar Jimin dan juga Dahyun karena dia yakin saat ini Jimin tak sedang bersama Dahyun. Dia yakin karena tadi dia sempat mendengar suara bising dari dapur yang bisa dia pastikan itu adalah Jimin.

"Ah kau sedang tidur?" gumamnya yang kemudian berusaha membuka jendela kamar itu. Setelah dia berhasil, dia kemudian masuk diam-diam dan mendekati Dahyun. Tak lupa dia juga mengunci pintu kamar itu agar Jimin tak bisa masuk.

Dia saat ini membelai anak rambut yang menutupi wajah Dahyun. Dia benar-benar tercengang karena saat ini Dahyun terlihat lebih cantik di bandingkan sebelumnya.

"A-apa yang kau lakukan?" tanya Dahyun yang kemudian menjauh dari Minjae.

"Tidak perlu takut, memangnya aku tidak boleh mengucapkan selamat padamu?"

"Pergi dari sini!" Teriak Dahyun yang kemudian membuat Jimin menghentikan aktivitas masaknya. Dia yakin saat ini Dahyun sedang berada dalam bahaya.

"Aku hanya ingin menyingkirkan makhluk kecil di perutmu karena dia bukan anakku," jelas Minjae yang membuat Dahyun semakin panik saja. Bahkan kali ini Minjae berhasil mencekal kedua tangannya.

"Oppa!"

"Dahyun-ah, buka pintunya, apa kau baik-baik saja?" tanya Jimin sambil mengetuk pintu itu berkali-kali namun tak kunjung di buka oleh Dahyun. Dia kemudian mencoba untuk mendobraknya.

"Akh," Dahyun meringis saat Minjae menekan perutnya. Dengan sekuat tenaga, Dahyun kemudian menendang Minjae dan membuat pria itu meringis dan melepaskannya. Dengan cepat Dahyun berlari menuju pintu untuk membuka kuncinya, namun sayangnya Minjae sudah kembali bangkit dan menghentikan aksi Dahyun itu.

"Minggir!"

"Tidak sebelum bayimu tiada,"

"Oppa!" teriakan Dahyun itu membuat Jimin semakin berusaha keras membuka pintu kamarnya itu. Dia yakin kalau tadi dia mendengar suara Minjae juga di dalam.

Jimin bernafas lega saat pintunya berhasil terbuka. Dia kemudian memberikan bogem mentah di pipi Minjae dan membuat pria itu tersungkur. Dia kemudian menarik tangan Dahyun dan menyuruhnya bersembunyi di belakangnya.

"Ah kau ayah bayinya ya? aku rasa kau tidak akan menimang anakmu itu karena aku yakin dia akan lenyap,"

"Yak! jaga ucapanmu! aku akan benar-benar melaporkanmu ke polisi kali ini," jelas Jimin yang kemudian membuat Minjae tertawa. Dia kemudian merebut ponsel Jimin dan melemparnya asal.

"Kau tidak perlu terburu-buru, hal itu hanya akan membuang waktumu, sampai jumpa, aku harap kabar soal lenyapnya bayi itu akan segera terdengar."

Jimin kemudian berbalik dan menatap Dahyun dengan tatapan khawatirnya. Apalagi saat ini Dahyun seperti menahan rasa sakitnya. Dia kemudian terkejut saat melihat darah mengalir di kaki Dahyun.

"Aku akan membawamu ke rumah sakit," Jimin kemudian meminta Dahyun untuk naik ke punggungnya dan membawa Dahyun secepat mungkin ke mobil.

*
*
*

"Detak jantungnya sangat baik. Dia sepertinya sangat kuat, hanya saja kau harus lebih menjaganya, aku sarankan kau di rawat saja disini selama beberapa hari," jelas dokter tersebut setelah melakukan USG pada Dahyun. Dia kemudian memberikan potret dimana bayi Dahyun dan juga Jimin terlihat sangat kecil disana.

"Aku benar-benar tidak akan membuatnya lolos," gumam Jimin kesal. Dia hampir saja kehilangan bayinya karena pria sialan yang tak punya rasa malu itu.

"Bukankah dia sangat kuat?" tany Dahyun sambil menatap bayinya. "Dia menggemaskan bukan?"

"Dia sama sepertimu, tapi aku benar-benar tidak bisa memaafkannya kali ini, dia benar-benar keterlaluan," geram Jimin.

"Oppa?"

"Hm?"

"Kenapa dia terlihat sangat kecil?" Jimin sebenarnya ingin tertawa dengan pertanyaan yang terlontar dari Dahyun itu. Dia pikir pertanyaannya benar-benar konyol.

"3 atau 4 bulan lagi dia juga akan besar," jelas Jimin yang kemudian merebut foto hasil USG itu. "Sekarang kau harus istirahat, dokter bilang kau harus banyak istirahat,"

"Tapi oppa harus janji tidak akan pergi kemana pun,"

"Tentu saja, aku akan selalu bersamamu, aku pastikan tidak akan terjadi apapun padamu ataupun bayinya, sekarang kau hanya perlu menutup matamu," jelas Jimin yang kemudian mengusap wajah Dahyun agar Dahyun menutup matanya. Dia kemudian menarik selimut tersebut agar menutupi tubuh Dahyun sebatas dada. Tak lupa dia juga menggenggam tangan Dahyun memastikan kalau dia tak akan pergi kemanapun.

Aku rasa kita harus pindah rumah. Batin Jimin.

TBC🖤

19 Apr 2020

ArrhenphobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang