26

736 107 14
                                    

Dahyun benar-benar senang saat Jimin mengajaknya lagi ke kantor. Dia pikir dia tidak akan pernah menginjakan kakinya lagi disana karena sikap berlebihan seorang Park Jimin yang melarangnya melakukan apapun.

"Kau tidak boleh mengerjakan terlalu banyak tugas," jelas Jihoon yang kemudian merebut beberapa berkas yang ada ditangan Dahyun lalu menyisakan satu saja.

"Ish, kau sama seperti Jimin oppa," kesal Dahyun yang kemudian mengerucutkan bibirnya.

"Kau tidak boleh kelelahan itu sebabnya kau harus menurut," jelas Jihoon.

"Tetap saja kalian berdua menyebalkan," jelas Dahyun yang kemudian melangkahkan kakinya menuju ruangan Jimin.

"Kenapa kau begitu kesal? kau menginginkan sesuatu?" tanya Jimin saat dia melihat Dahyun mengerucutkan bibirnya lalu duduk di meja kerjanya. "Kau kenapa?"

"Kau dan Jihoon sama saja,"

"Aku? kenapa?"

"Untuk apa aku kemari jika tidak melakukan apapun? bahkan Jihoon hanya memberikan satu berkas saja padaku,"

"Kau memang tidak boleh kelelahan, aku membawamu kemari karena kau terus merengek tidak ingin ada dirumah," penjelasan dari Jimin ini sepertinya malah membuat Dahyun semakin kesal saja. "Rasanya aku ingin menggigit pipimu jika sudah seperti ini, tidak perlu kesal, kau bisa duduk disampingku dan membantuku mengerjakan semuanya,"

"Tapi itu bukan pekerjaanku,"

"Daripada kau terus kesal seperti ini, tidak baik," jelas Jimin yang kemudian mengacak rambut Dahyun. Namun setelahnya dia kembali merapikan rambut Dahyun.

"Baiklah, daripada tidak sama sekali,"

"Nah, begitu lebih baik,"

*
*
*

"Aigo," nyonya Park membuat Dahyun yang tadinya menyandarkan pipinya dengan nyaman dipundak Jimin mendadak membenarkan posisi duduknya.

"Eomma?"

"Eomma kemari karena ingat pada Dahyun, kau sangat menyukai coklat 'kan? jadi eomma sengaja membuat kue coklat untukmu," jelasnya yang kemudian membuat Dahyun berbinar. Wajar saja karena dia merupakan chocoholic sehingga apapun olahan coklat, dia pasti menyukainya.

"Aaa, kamsahamnida,"

"Jangan segan-segan menelpon eomma jika kau ingin menceritakan keluh kesahmu,"

Mungkin bukan hanya bahagia saja yang Dahyun rasakan saat ini. Dia bahkan tak bisa mendeskripsikan apa yang saat ini dia rasakan. Dulu dia sempat berpikir nyonya Park tidak akan mau menerima anaknya dan terus memaksa Jimin untuk menceraikannya. Tapi sepertinya garis tangannya cukup baik hingga semua pikiran negatifnya itu justru berefek bagus untuknya saat ini.

"Aku sudah cukup untuk mendengarkan keluh kesahnya,"

"Ini masalah wanita, iya 'kan Dahyun?"

"Sepertinya,"

"Ah iya, beberapa hari yang lalu ibumu memberikan undangan pernikahan kakakmu, kau akan pergi kesana?" Dahyun dan Jimin saling menatap tak percaya dengan apa yang mereka dengar. Siapa lagi selain Seokjin yang belum menikah di keluarga Kim? "Kenapa kalian begitu terkejut? apa kalian baru mengetahuinya?"

"Apa itu pernikahannya Jin oppa?"

"Iya. Ah eomma rasa mereka tak memberitahu kalian berdua,"

"Ish, Jin oppa benar-benar menyebalkan," gerutu Dahyun yang justru membuat Jimin gemas bahkan ingin sekali menggigit pipi Dahyun yang selalu mengembung jika dia menggerutu.

"Tidak perlu menggerutu, mungkin undangannya memang belum sampai,"

"Setidaknya dia harus menghubungiku," jelas Dahyun yang saat ini membuat Jimin memainkan pipi Dahyun dengan sebelah tangannya.

"Mungkin nanti dia juga akan memberitahumu, kau 'kan adik kesayangannya, tidak mungkin dia melupakanmu,"

"Sudah tidak perlu kesal, lebih baik kau makan kue coklatnya," jelas ibunya Jimin yang membuat Dahyun menggeleng. "Waeyo?"

"Oppa, aku ingin ice cream,"

"Dah–"

"Turuti saja apa yang dia mau," jelas ibunya Jimin yang membuat Jimin mencebikan bibirnya kesal.

"Baiklah,"

*
*
*

"Bisa aku bicara denganmu?" Jimin menaikan sebelah alisnya saat seorang wanita menanyakan hal itu padanya.

"Katakan saja,"

"Aku minta pertanggung jawaban darimu,"

Dahyun membulatkan matanya mendengar pernyataan dari wanita yang saat ini berdiri dihadapan mereka berdua.

"Yak! hubungan kita sudah berakhir 1 tahun lalu bukan? jangan mengada-ngada," jelas Jimin. "Lagipula aku tidak pernah melakukannya denganmu,"

"Kau saja yang lupa, bahkan kau berjanji padaku jika kau akan bertanggung jawab,"

"Seulgi, hubungan kita berakhir 1 tahun yang lalu, apa itu mungkin? kalaupun kau hamil, itu artinya bukan aku ayahnya,"

"Kau istrinya? jangan percaya pada pria yang so polos ini. Kau tahu? dia selalu tidak puas hanya memiliki satu pasangan,"

Dahyun tak bergeming. Dia hanya meremas lengan Jimin untuk menahan tangisnya. Sebenarnya dia sedang berusaha berpikir jernih sekarang. Memang cukup tak masuk akal jika wanita dihadapannya itu tiba-tiba meminta pertanggung jawaban dari Jimin sekarang. Bahkan pernikahannya juga sudah hampir satu tahun. Lagi, Jimin juga selalu ada bersamanya.

"Kau butuh uang? ck, bahkan kau meninggalkanku saat tahu aku hanya pegawai biasa di perusahaan milik perusahaan sepupuku," jelas Jimin. "Cari ayahnya dibanding mempermalukan dirimu sendiri,"

"Jika benar kau bagaimana?"

"Itu benar-benar mustahil. Aku bahkan tak pernah keluar malam dan selalu bersama Dahyun. Setidaknya jika kau berusaha merusak pernikahanku, pikirkan dulu dengan baik," jelas Jimin yang kemudian berlalu.

"Tidak perlu memikirkannya," jelas Jimin yang kemudian mengusap halus tangan Dahyun yang sedari tadi meremas lengannya. "Aku tidak mungkin melakukannya,"

"Aku tahu, tapi rasanya ini cukup membuatku terkejut,"

"Jangan pikirkan lagi, kasihan bayinya," jelas Jimin sambil mengusap perut Dahyun. "Kau ingin ice cream 'kan?"

"Aku ingin mencari street food, sepertinya akan sangat seru jika mengunjunginya,"

"Baiklah, apapun yang kau mau aku akan menurutinya,"

"Gomawo,"

"Tidak perlu berterimakasih, itu sudah tugasku bukan?" tanya Jimin yang membuat Dahyun tersenyum. Menurutnya, Jimin selalu sukses membuatnya jatuh cinta berkali-kali hanya karena sikap manisnya. Memang sederhana, tapi itu cukup membuat Dahyun merasa kalau dia tak sendiri, dia memiliki Jimin yang selalu siaga kapanpun.

TBC🖤

4 May 2020

ArrhenphobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang