Jimin tersenyum saat melihat sebuah brosur yang berada diatas meja kerjanya. Sebenarnya itu adalah paket bulan madu yang belum dia pakai karena kondisi yang benar-benar kacau. Bahkan sampai saat ini pun dia masih menyimpan brosur itu jadi dia berpikir itu mungkin akan bagus jika dia menggunakannya sekarang.
"Dahyun,"
"Ada apa?"
"Bagaimana ka–"
"Dahyun-ssi?" Jimin bersumpah jika dia bukan seorang atasan, dia akan mengeluarkan sumpah serapah karena Jihoon yang tiba-tiba muncul diruangannya.
"Aku harus membicarakan sesuatu dulu dengannya, aku akan kembali nanti," jelas Dahyun yang kemudian mengikuti Jihoon keluar dari ruangannya.
"Jadi siapa pelakunya?" tanya Dahyun tanpa basa-basi.
"Mudah saja, Shin Ryujin,"
"Mwo?"
"Dan sampai sekarang dia masih memegang kartu ATM milik Jimin hyung,"
Dahyun benar-benar tak menyangka dengan pelaku yang membuat keuangan perusahaan itu membengkak setiap bulannya padahal perusahaan itu baru saja berjalan lagi sekarang.
"Jadi dia yang melakukannya?"
"Iya,"
"Lalu kenapa kau tidak menghentikannya? meskipun hanya sedikit, ini cukup berpengaruh untuk sebuah perusahaan," jelas Dahyun kesal dia bahkan langsung meninggalkan ruangan Jihoon dan kembali ke ruangannya.
"Ambil kembali kartu yang kau berikan pada Ryujin," Jimin sedikit tersentak saat Dahyun mengatakan hal itu padanya. "Ada apa? kau tidak akan mengambilnya?"
"Aku memang memberikan kartu itu pada Ryujin, tapi kemudian aku memblokirnya. Ada apa?"
"Keuangan perusahaan ini benar-benar berantakan dan seseorang terus mengambil beberapa ribu won dari rekening perusahaan. Jihoon bilang Ryuj–"
"Aku yang menggunakannya. Apa itu salah?" tanya ibunya Jimin yang langsung membuat Dahyun membalikkan tubuhnya. "Jika tidak tahu satu hal, tidak perlu bertingkah seolah kau tahu segalanya,"
"Eomma,"
"Eomma kemari hanya untuk ini," jelasnya yang kemudian meletakan sebuah dokumen dihadapan Dahyun dan Jimin. "Tanda tangani segera,"
"Eomma,"
"Eomma harus pergi sekarang, jangan lupa tanda tangani itu,"
Dahyun dan Jimin masih terdiam mencerna apa yang baru saja terjadi. Perlahan tangan Jimin meraih dokumen tersebut dan meletakannya ke dalam laci. Dia kemudian menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi itu dan memijat pelan dahinya. Apa harus perceraian lagi yang harus menjadi topik utamanya? bahkan pernikahan mereka belum genap satu bulan. Lalu kenapa surat perpisahan itu harus menjadi sekat antara mereka sekarang?
"Tidak perlu pikirkan ini, aku bisa mengatasinya,"
"Aku rasa itu adalah jalan yang terbaik, percuma saja karena ibumu tidak menyukaiku sama sekali,"
"Jangan mengatakan hal seperti itu lagi, arasseo? aku pasti akan cari jalan lain,"
Dahyun hanya terdiam kemudian berjalan menuju meja kerja. Dibanding harus banyak bicara, dia memilih untuk diam dan kembali mengerjakan beberapa tugasnya. Namun tiba-tiba saja air matanya tiba-tiba saja jatuh. Dia hanya berpikir apa dia harus kembali merasakan hal yang menyakitkan karena cinta?
Dahyun melirik saat tangan seseorang mengusap air mata yang membasahi pipinya. Dia hanya tersenyum saat Jimin menangkup pipinya itu.
"Kita akan temukan jalan keluarnya," jelasnya yang kemudian tersenyum. "Aku tidak akan meninggalkanmu, sungguh,"
"Bagaimana jika tak ada pilihan lain?"
"Karena hidup adalah tentang pilihan, aku yakin akan ada pilihan yang tak akan menyakiti siapapun," jelas Jimin yang kemudian mengusap pucuk kepala Dahyun. "Tidak perlu menangis, itu akan menyakiti hatiku juga, ah iya satu lagi mulai saat ini panggil aku oppa,"
*
*
*Hari berikutnya ibunya Jimin semakin menjadi. Bahkan dia meminta Ryujin untuk mencoba membuat Jimin jatuh cinta padanya lagi. Meski begitu, Ryujin tak pernah melakukan apa yang ibunya Jimin itu minta. Dia memang masih memiliki perasaan pada Jimin, tapi dia tidak ingin menjadi penghancur hubungan Jimin. Apalagi dia bisa merasakan kalau Jimin memang sangat mencintai Dahyun.
Sudah hampir satu bulan semenjak ibunya Jimin meminta Jimin dan Dahyun mengurus perpisahan mereka. Tapi sayangnya, perpisahan itu sepertinya tak terlalu diindahkan oleh Jimin. Menurutnya, untuk saat ini ibunya tak seharusnya mengatur kehidupan pernikahannya. Apalagi memaksanya untuk menikahi Ryujin.
"Kau baik-baik saja?" tanya Jimin saat Dahyun baru saja keluar kamar mandi dengan wajah pucatnya.
"Aku baik-baik sa–" belum juga dia menuntaskan jawabannya, dia sudah lebih dulu tak sadarkan diri. Untung saja Jimin dengan sigap menangkapnya.
*
*
*Dahyun mengerjapkan matanya dan sangat bingung saat dia sudah berada diatas ranjangnya saat ini.
"Akhirnya kau sadar juga, apa kau masih merasa pusing?"
"Sedikit," jawab Dahyun yang kemudian memilih untuk duduk.
"Kalau begitu minum teh hangat ini, mungkin akan sedikit meredakan rasa pusingmu," jelas Jimin yang kemudian memberikan segelas teh hangat yang dia buat pada Dahyun. "Sebaiknya kau tidak masuk kantor dulu untuk hari ini,"
"Ani, aku baik-baik saja,"
"Kau saja sampai pingsan tadi, bagaimana jika kau pingsan lagi di kantor?"
"Tap–"
"Jangan keras kepala dan diam dirumah saja, ah iya, kau bisa meminta temanmu menemanimu jika kau mau," jelas Jimin sambil memasangkan dasi miliknya. "Atau aku bisa meminta Ryujin menemanimu,"
"Tidak perlu repot-repot, aku sungguh baik-baik saja," jelas Dahyun yang kemudian memilih beranjak dari ranjangnya. Namun dengan cepat Jimin menarik tangannya.
"Aku sudah bilang, jangan keras kepala. Aku tahu, mungkin kau seperti ini karena banyak memikirkan hal-hal yang seharusnya tidak perlu kau pikirkan, lebih baik kau istirahat dirumah saja,"
"Aniyo, aku ingin tetap ke kantor,"
"Ah baiklah, tapi jika kau merasa pusing lagi, kau bilang padaku,"
"Arasseo,"
*
*
*"Tolong bawakan teh hangat," Jihoon di buat panik saat Jimin tiba-tiba saja menyuruhnya. Apalagi saat ini Jimin memijat pelan pelipis Dahyun.
"Aku kan sudah bilang tidak perlu masuk kantor, kenapa kau keras kepala sekali? apa kau masih merasa mual?"
"Sedikit berkurang sekarang,"
"Apa kau masuk angin?"
"Aku tidak tahu,"
"Ini," Dahyun langsung meminum teh hangat yang Jihoon berikan padanya.
"Ah iya, panggilkan staf kebersihan untuk membersihkan ini," jelas Jimin yang kemudian membuat Jihoon kembali harus berlari. Dia bahkan sampai menganggap hari ini sebagai hari tersibuknya.
"Lebih baik kita pulang saja sekarang," ajak Jimin yang mendapat anggukan lemah dari Dahyun. Jimin langsung merendahkan tubuhnya agar Dahyun bisa naik ke punggungnya.
Dahyun benar-benar merasa aneh sekarang. Sejak dia bangun tidur dia terus saja merasakan gejolak yang aneh dalam perutnya. Itulah kenapa dia terus saja merasa mual meski sudah melakukan apapun.
"Jihoon, kau urus semuanya, aku harus pulang,"
"Ah baiklah, kau tenang saja, semoga Dahyun cepat sembuh,"
TBC🖤
2 Apr 2020
