열여덟

7.3K 1.2K 64
                                    


Author POV

Setelah kepergian adiknya ke wahana Roler Coaster, Jeno mengajak Jaemin untuk duduk dikursi panjang yang tidak jauh dari wahana tersebut.

Tenang saja, mereka masih bisa memantau remaja perempuan itu dari tempatnya saat ini.

Helaan nafas dikeluarkan oleh Jaemin. Sudah lama ia tidak sesenang ini. Memang sedikit melelahkan, namun hatinya sangat senang.

Ohh tadi Jeno izin padanya untuk membeli minuman dingin. Kebetulan kerongkongannya sangat kering saat ini.

Beberapa menit kemudian sensasi dingin menyapa kulit wajahnya. Jaemin menoleh dan menangkap wajah tersenyum Jeno yang otomatis membuat ia ikut tersenyum.

"Terima kasih" Jeno duduk disebelah Jaemin.

"Untuk apa ?"

"Eumm terima kasih untuk mengizinkan makan malam bersama keluargamu dan bermalam dirumahmu, terima kasih juga sudah mengajakku kesini"

"Kamu senang ?" Jaemin menolehkan kepalanya untuk melihat wajah tampan milik Jeno.

"Tentu saja! Eum~ mungkin terakhir kali aku ke taman bermain saat usiaku sepuluh tahun"

"Benarkah ? Kamu tidak pernah kesini bersama Renjun ataupun Haechan ?"

Lelaki manis itu menggeleng lucu dengan bibir yang dikerucutkan "Renjun selalu melarangku pergi, dia bilang tidak asik dan membosankan"

"Baiklah~ aku akan sering mengajakmu kesini"

"Benarkah ?!" Manik jernih milik Jaemin berkilat bahagia saat mendengar hal tersebut.

"Eum! Ahh aku juga ingin berterima kasih"

"Untuk apa ?" Jaemin memiringkan kepalanya tanpa menyadari bahwa tingkahnya itu sangat menggemaskan dimata Jeno.

"Terima kasih karena telah terlahir ke dunia ini" Jaemin menunduk malu mendengarnya.

Perlahan Jeno menggenggam kedua tangan Jaemin yang masih memegang minuman kaleng. Jaemin refleks memutar badannya membalas tatapan Jeno.

"Nana, aku tau ini terlalu cepat, kita bahkan baru mengenal selama beberapa hari, tapi hatiku ini selalu menyerukan rasa sukanya setiap melihatmu, saat itu, pertemuan pertama kita dikelas, saat pandangan kita bertemu, disaat itu pula hatiku meraung untuk segera mendapatkanmu, dan kemarin malam saat melihatmu menangis ketakutan akan petir membuat hatiku teriris, membuatku semakin ingin memilikimu, mendekapmu dengan hangat, membagi semua kebahagian bersamamu, membagi kesedihan bersamamu, menjadi pelindungmu dikala keluarga serta sahabatmu tidak ada untuk melindungimu, menjadi sumber kekuatanmu, menjadi temanmu sampai maut memisahkan kita nantinya"

Jeno memandang wajah Jaemin yang sudah memerah sempurna dengan mata yang berkaca-kaca.

"Nana, aku tau ini terdengar berlebihan, tapi aku benar-benar menyayangimu, mencintaimu, jadi, Nana bisakah aku menjadi seseorang yang mampu berada disisimu dalam kondisi apapun itu ? Menjadi alasan bagimu untuk tersenyum manis ?"

Setetes air mata mengalir begitu saja dipipi Jaemin. Perasaan hangat dan senang menyelimuti dirinya saat ini.

Lidahnya seakan kelu untuk menjawab pertanyaan Jeno barusan. Sebuah pernyataan cinta yang sangat membekas dihatinya.

"Hey Na, jangan menangis, jika kamu tidak mau tidak apa-apa, setidaknya aku sudah mengungkapkan perasaan mengganjal dihatiku" jemari kokoh milik Jeno merambat dipipi Jaemin. Mengusap lelehan air mata yang sangat tidak disukai oleh Jeno.

Sebuah gelengan pelan dari Jaemin membuat senyuman tulus terukir diwajah Jeno. Ia tau pasti Jaemin akan menolaknya. Namun setelahnya Jeno dikejutkan oleh jemari lembut milik Jaemin yang kini menangkup jemarinya yang masih berada dipipi lelaki manis itu.

"J-Jeno, a-aku memiliki banyak kekurangan"

"Aku juga"

"A-aku, b-bagaimana j-jika a-aku m-meninggalkanmu s-sesuka hatiku ?"

"Aku akan menunggumu Na, selalu menunggumu, tidak ada alasan bagiku untuk berpaling darimu"

Jaemin menatap manik hitam legam Jeno. Berusaha mencari sebuah kebohongan, namun nihil.

"B-bagaimana j-jika m-maut yang m-memisahkan ?"

"Nana dengarkan aku, tidak peduli siapa yang memisahkan kita nantinya, hatiku ini akan tetap berada dirumahnya, yaitu kamu"

Lelaki manis dihadapannya memejamkan mata begitu erat. Mengenyahkan pikiran-pikiran negatif yang bermunculan diotaknya.

Bolehkah Jaemin bersikap egois sekali ini saja ? Bolehkah Jaemin merasakan kehangatan seorang kekasih seperti Lee Jeno ?

Hingga sebuah anggukkan kecil dari Jaemin membuat mata sipit Jeno membola. Tidak percaya akan reaksi lelaki dihadapannya.

"Kamu mengangguk Na ?" Sekali lagi sebuah anggukkan menjawab pertanyaan tersebut.

"Ohh astaga!" Pelukan Jeno yang tiba-tiba membuat tubuhnya terlonjak kaget "terima kasih Na, terima kasih banyak"

"Eum" Jaemin akhirnya membalas pelukan tersebut. Hangat sekali pikirnya.  Jaemin betah jika dipeluk terus begini oleh Jeno.

"Aku mencintaimu Na Jaemin"

"Eum~ me too"

Jeno yang pertama melepaskan pelukan tersebut. Menangkup pipi berisi Jaemin dan mengelusnya dengan lembut.

Wajah Jeno perlahan semakin mendekat, membuat lelaki manis dihadapannya memejamkan mata. Sebuah kecupan lembut mendarat dibibir ranum Jaemin. Hanya sebuah kecupan tidak lebih.

Jeno kembali menjauhkan wajahnya dan melihat rona merah yang sudah menjalar diwajah manis kekasihnya.

Ibu jarinya menyapu lembut bibir yang tidak kalah manis dari wajah pemiliknya.

"Punya Lee Jeno"

Jaemin mencubit perut eum, kekasihnya. Ohh astaga menyebut Jeno sebagai kekasihnya membuat ribuan kupu-kupu diperutnya bertebangan.

Tidak ingin rona merahnya terlihat Jaemin membalikkan tubuhnya kembali menatap wahana Roler Coaster, menegak minuman kalengnya untuk menghilangkan rasa gugup. Sementara Jeno tersenyum lebar sekali melihat tingkah manis kekasihnya.

"J-Jeno, bukankah Lami terlalu lama ?"

"Ahh~ ayo kita kesana, mungkin dia menunggu disana"

Jaemin mengangguk setuju dan ikut bangkit dari posisinya. Tangan Jeno meraih jemari lentik milik Jaemin. Menyematkan jemarinya yang sangat pas disela-sela jemari indah Jaemin.

Lelaki manis itu menundukkan kepalanya dengan rona merah yang tentunya masih menghiasi wajah cantiknya.

Kedua lelaki itu menunggu Lami ditempat awal mereka berpisah. Namun sayangnya sudah hampir setengah jam Lami tidak kembali.

Jaemin terlihat sangat gelisah, terbukti dengan genggaman tangannya yang semakin kuat pada tangan Jeno. Lelaki bermata sabit itu tentu saja menyadarinya.

"Tenanglah Na, Lami sudah besar"

"Tapi bagaimana kalau ada sesuatu padanya"

Jeno akui ia juga khawatir akan adik perempuannya itu. Namun jika melihat Jaemin seperti ini ia harus berusaha menenangkan Jaemin terlebih dahulu.

Lelaki bermata sabit itu membalikkan tubuh Jaemin agar berhadapan dengannya. Menangkup wajah Jaemin yang terlihat khawatir. Mengelus lembut pipi lelaki tersebut.

"Kita cari dia bersama, oke ?"

Jaemin mengangguk lesu dan mengikuti langkah Jeno masih dengan tangan yang digenggam erat oleh lelaki bermata sabit itu.

Tadinya Jaemin menyarankan untuk berpencar, namun Jeno yang melihat kekasihnya terlalu kalut tidak membiarkan lelaki manis itu terlepas dari genggamannya.

Tibici

Uwaaa sudah resmii.... acieee wkwkwk berarti sebentar lagi akan tamat

Kalo ngga salah

╮(╯∀╰)╭

Red Carnation [NOMIN] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang