HAPPY READING 📖
------------------------------------------
"Zoe!"
"Ya?" Zoe berteriak dari jarak jauh. Untuk kesekian kali, ia memutar bola mata karena mulai kelelahan menghadapi Jay yang selalu meneriakkan namanya untuk diambilkan atau dibuatkan sesuatu.
"Bawa Ted pergi dari kamarku. Aku mau bekerja!"
"Ya!" pekiknya dengan intonasi panjang. Untung saja ia juga baru selesai mencuci piring. Jika tidak, ia harus mengumpat berkali-kali hari ini.
Sampai di kamar Jay, ia menyuruh Ted untuk turun dari ranjang dan membawanya keluar kamar. Dan ....
"Zoe!" panggilan itu membuatnya mencak-mencak di luar.
Ia menghela napas lalu masuk sembari tersenyum. "Buatkan jus alpukat. Tidak terlalu manis." Ia mengangguk kemudian keluar dan membuat Ted mengikutinya.
Lain hal dengan Zoe, Jay tertawa kecil di kamar. Mengerjai Zoe menjadi rutinitasnya kali ini. Ia senang saja membuat gadis itu kesal dan ia tahu ia tak akan berhenti mengerjainya mulai dari sekarang.
***
"Zoe!"
"Yes, Jay?" Tepat di samping Jay, Zoe menoleh sembari menaikkan kedua alis-bertanya apa yang harus ia lakukan.
"Jangan bertingkah di studio nanti. Aku tak mau mendengar banyak keluhan karena ulahmu di sana, mengerti?"
"Hanya itu?"
"Ya. Kenapa? Kau tidak terima dengan apa yang kubilang?" Jay memicingkan mata, menuduh yang tidak-tidak.
Zoe tersenyum paksa. "Oke-oke, aku tidak akan nakal di sana. Aku tidak akan mengganggumu. Aku tidak akan melakukan apa-apa. Masalah selesai," tutur Zoe.
Jay mengangkat alis seakan tak percaya. Entah kesabaran seperti apa yang harus Zoe berikan karena sosok ini masih saja meragukannya.
"Aku janji."
Jay mengangguk-angguk walau ia tak yakin. Tapi biarlah. Kalau diladeni, ia yakin masalah ini tak akan beres.
Mobil berhenti lalu beberapa detik setelahnya, pintu terbuka. Mereka keluar kemudian memasuki gedung. Teman-teman Jay termasuk teman wanitanya menghampiri mereka. Ralat, hanya Jay karena ia merasa diasingkan.
Jay pergi dan tinggallah ia sendiri di sini. Jujur, ia kikuk. Ingin mengikuti Jay, malah takut dimaki dan akhirnya ia dipermalukan. Ingin tetap di sini, tapi terkesan tak berguna. Sialan, semuanya serba salah.
Ia memilih opsi pertama. Ia mengikuti Jay bersama totebag yang berisi perlengkapan Jay dari radius berapa meter dengan langkah yang tergolong santai. Ia tak mau dikira anak hilang atau apa pun yang membuat mereka berpikiran buruk tentangnya. Ia mengamati sekeliling, semuanya tengah bersiap-siap untuk melakukan syuting film. Sempat terbesit di pikiran, bagaimana ia menjadi pemain utama? Dalam hati ia tergelak. Tidak mungkin ia menggeluti dunia perfilman apalagi menjadi pemain film. Yang ada, film itu hancur.
Ia duduk di kursi putih. Entah harus melakukan apa, ia pun tak tahu. Ingin memberikan totebag ini, tapi ia yakin tatapan teman-teman Jay akan mengundang tanya dan Jay pun tak akan suka. Akhirnya ia teringat sesuatu. Ia mengambil lalu membuka ponselnya untuk melihat jadwal Jay hari ini.
Tepat pada jam 10 pagi nanti, Jay akan melakukan syuting pertama. Busana yang akan dipakai adalah kemeja krem yang dipadukan dengan celana pendek hitam berbahan woll dan sepatu hitam casual. Dilihat jam di layar ponsel, ia mendengkus keras karena setengah jam lagi Jay harus bersiap-siap. Ia ke sana, menghampiri Jay untuk mengingatkan persiapan. Suka atau tidak dengan kehadirannya, ia tak peduli karena ia harus menjalankan tugas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assistant For A Year ✅
RomancePertama kali publish : 14 Febuari 2020 [PRIVATE ACAK] . Dalam masa pencarian asisten, ditemukan sosok bertubuh mungil, cerewet, namun pemalu dan terkadang pendiam oleh Benedict Handryson untuk seorang model seksi yang banyak keinginan, Jay Gould. Pe...