Chapter - 31. Ear Piercing

3.2K 265 2
                                    

HAPPY READING 📖

--------------------------------------

Terbangun di pagi hari dengan suasana berbeda, ia merasakan ada sesuatu yang lengket di leher dan menimpa pinggulnya. Ia mengerutkan dahi setipis mungkin lalu membuka mata dengan berat hati. Ia mengerjap, kemudian mendapati Zoe tepat di depannya dengan mata tertutup dan mulut sedikit terbuka. Ia mengucek mata, lalu teralihkan dengan kondisi tidurnya yang tampak berantakan. Ia mengangkat kepala, melihat ke bawah lalu beralih ke lengan Zoe yang melingkari lehernya. Matanya terbelalak sejenak, namun kembali berbaring santai sembari mengamati wajah mungil Zoe yang tertutup rambut. Jemari kirinya menyingkirkan rambut hitam legam Zoe, sehalus mungkin seakan tak membiarkan si empunya terbangun. Ia terkekeh geli, tak bersuara.

Jarinya meraba dahi yang tak terlalu lebar itu, kemudian turun ke alis yang tak terlalu tebal diberi warna kehitaman. Beralih ke mata sipit dengan bulu mata palsu. Pelan-pelan ia melepasnya kemudian membuangnya ke sembarang tempat. Dielus lembut bagian kelopak mata ini. Mata yang sering menatapnya berbinar di baliknya. Turun ke hidung kemudian bibir. Tatapannya lekat, lekat, dan lekat. Tangannya kembali menjelajah bagian pipi tembem yang diwarnai kemerah-merahan walaupun tak diberi warna tetap saja merah. Jemarinya semakin turun ke leher dan bahu yang agak terbuka dan lengan. Kulit halus dan seputih susu, bak tak ternodai sedikitpun. Biasanya perempuan yang ia kencani kebanyakan berwarna kecoklatan karena hasil tanning.

Zoe menggeliat sembari merapatkan tubuh pada guling yang mendadak keras tapi nyaman. Nyaman sekali. Ia kembali tertidur, apalagi ia merasa berada di suatu tempat yang sangat hangat dan menenangkan.

Jay menahan tawa. Entah Zoe sengaja atau tidak, ini lucu. Pasalnya gadis ini semakin merapatkan tubuhnya dan menggesek-gesekkan wajah mungilnya di rahang berambut ini. Memang geli, hanya saja ia tidak mau mengganggu. Lagi pula ia ingin menikmati pemandangan aneh pagi ini.

Ia mendekatkan bibirnya di telinga Zoe, kemudian meniupkannya beberapa kali hingga Zoe menggeleng-geleng. Ia yang dalam mode jahil, semakin meniupkan napasnya di telinga Zoe dan berbisik, "Bangun, Pemalas."

Terpaksa, Zoe membuka mata lalu bergumam serak, "Kenapa?" Beberapa detik mengoptimalkan fungsi otak, ia terbelalak keras, mendapati Jay menatapnya lekat, tepat langsung ke mata.

"The fuck!" Ia menjauh, dan tanpa sadar mendorong Jay. "Apa yang kita lakukan?"

"What? Kau yang menggigau ke sini dan memelukku! Tak tahu malu!"

Zoe terduduk dengan raut heran karena ia yakin tidak  menggigau sampai berjalan. Ia yakin ia tidak melakukannya karena ia tahu ia sukar mengalaminya, bahkan tidak pernah.

"Ini di kamarmu?"

"Ya. Kau masuk ke sini dan tiba-tiba memelukku! Kau kacau, Zoe! Semalam kau mabuk berat dan menyusahkanku!"

Zoe terkejut, mulutnya terbuka dan pupilnya melebar. "Benarkah?"

Jay mengangguk mantap dengan raut tak suka agar Zoe tidak curiga. Padahal ia hampir tertawa keras. Lucu sekali pagi ini dihidangkan raut bingung Zoe. Gadis itu masih tak percaya, bahkan sempat ia lihat gelagat Zoe yang memeriksa tubuh di balik selimut.

"Kenapa?" tanyanya jahil meskipun ia sudah tahu maksudnya.

Zoe menggeleng sembari tersenyum malu lalu bertanya ragu. "Aku-aku, eum ... astaga. Aku-aku ingin serius bertanya. Kita-kita tidak melakukan apa-apa semalam, kan?" Ia menggaruk tengkuk dan menunduk, sangat-sangat malu.

Tahu maksud Zoe, Jay menyeringai lalu mendekati Zoe dengan jemari yang menyentuh bahunya selembut bulu. Baiklah, menggodanya sedikit tidak masalah, bukan? Anggap saja sebagai tenaga untuk beraktivitas di pagi yang cerah ini.

Assistant For A Year ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang