Chapter - 15. Want To Cry

4.5K 323 14
                                    

HAPPY READING 📖

--------------------------------------

Baru saja makanan itu terhidang sesuai porsi setiap orang, Jay datang ke meja mereka, mengambil poci kaca yang berisi jus jeruk lalu menuangkannya ke gelas. Diteguknya jus itu lalu mengerutkan dahinya sebentar.

"Bagaimana, Mr. Gould? Enak?" Lalu lirikannya menuju ke makanan dan ... Zoe.

Menghabiskan minumannya, ia berdecak. "Kau lagi."

Wajah Zoe berubah manyun. Kan, sudah ia duga kalau Ben dan Jay memang lagi sensian. Sukanya marah-marah tak jelas, kesal yang tak beralasan, apalagi model idolanya satu ini.

"Kurang manis," komentar Jay untuk pertama kali setelah mencicipi jus jeruknya. Ia menghisap bibirnya yang masih tersisa rasa jus jeruk, tak membiarkan sedikitpun tertinggal.

Zoe tersenyum lebar. "Kau sudah manis, untuk apa manis-manis lagi?" Saat Jay meliriknya, ia mengedipkan mata.

Jay menggelengkan kepala, lalu tatapannya teralihkan pada Ben yang berada di belakang Zoe dengan wajah masam.

"Lihat apa yang dilakukannya?" Di belakang tubuh Zoe, Ben cekikikan tanpa suara. Menertawai ekspresi Jay dan kelakuan Zoe. Saat Zoe membalikkan badan, ia kembali ke ekspresi semula. Datar dan menampilkan sorot tajam, tak menyukai sikap Zoe.

"Kerja yang benar. Kau masih dalam pantauanku!" Ben memasukkan tangannya ke saku celana lalu berdehem ringan.

Zoe memajukan beberapa senti bibirnya. Kenapa orang-orang ini sensitif sekali hari ini? Padahal ia hanya mencoba melucu dan ramah. Tapi memang mereka saja yang aneh. Ia yang masa menstruasi saja tidak separah mereka.

"Kalian ini, jahat sekali! Aku tidak salah tapi kalian selalu memarahiku. Sudah kubilang, lama-lama yang awet muda hanya aku. Kalian semua sudah tua!"

"Berani sekali mulutmu melawan," sindir Jay sembari menuang kembali jus jeruk ke dalam gelas.

"Maaf." Sudahlah, ia tak mau banyak bicara lagi. Mereka semua memang tidak bisa diajak bercanda. Lagi pula ia tidak berselera lagi meladeni mereka.

"Selalu itu yang keluar dari mulutmu. Mudah sekali mengatakan maaf. Tapi, masih juga dilakukan. Apa isi otakmu?"

"Katanya pria tampan dan hot," sahut Ben dari belakang. Zoe kembali menoleh pada Ben dengan tampang tak suka. Kenapa Ben malah bersekutu dengan Jay? Kenapa hari ini mereka tampak menjatuhkannya? Kenapa pertanyaan yang Ben lontarkan, juga dilontarkan Jay? Ia yakin mereka pasti sudah merencanakan ini. Atau, ini hanya perasaannya?

Jay maju selangkah, bersama gelas di tangannya dengan sisa setengah jus jeruk. Ia mengangkat tangannya sampai ke atas kepala Zoe dan Zoe yang sedari tadi melihat, melototkan mata lalu menunduk. Bersiap-siap kalau Jay menumpahkan jus itu ke kepalanya. Bahkan ia semakin menyembunyikan kepala hingga bahunya terangkat.

Ben menyatukan alis. Ia menunggu apa yang akan dilakukan Jay walau ia sudah tahu. Ia ingin menyela, tapi tidak bisa. Entah mengapa ia malah membiarkan Jay melakukan apa yang ingin dilakukannya hari ini. Mungkin karena ia juga kesal pada Zoe.

"Untung saja jus ini enak. Kalau tidak, aku memang sudah menumpahkan jus ini ke kepalamu agar kau sadar di otakmu harus ada jus jeruk supaya tidak mengotori isi kepalamu. Dasar bocah mesum!"

Ben hampir menyemburkan liurnya. Jay memang tahu cara mengerjai orang dan baru kali ini ia mengapresiasi itu.

Zoe mendongak, pelan dan menatap Jay dengan mata sayu. Ia menggembungkan pipi kemudian menegakkan badan. "Maaf."

"Maaf terus! Sudah sana, siapkan makanan! Aku lapar!" Ia meninggalkan Zoe dan Ben membiarkan mereka melakukan tugas yang tertunda.

Semangat untuk menyiapkan makanan sudah mati dan punah, digantikan kekesalan yang tidak mereda. Dalam hati, ia berkomat-kamit.

Assistant For A Year ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang