Chapter - 36. Don't Care!

3K 251 4
                                    

HAPPY READING 📖

-----------------------------------------

"Kencanmu hari Sabtu?" tanya Ben, mengulangi kalimat Jay yang agak meresahkan. Pasalnya Sabtu ini ada jadwal pemotretan.

"Ya," jawab Jay malas. Mereka berdua berada di enjoy room, mempersiapkan kebutuhan Jay yang akan dibawa ke lokasi syuting. Ben yang mengatur jam di laptopnya, sedangkan Jay berbaring santai sembari memainkan ponsel.

"Kenapa harus hari itu? Kau tahu ada jadwal pemotretanmu, kan? Ingat, deadline majalahmu bulan ini. Kalau kau bermain-main apalagi menunda, projekmu akan kacau dan kembali diundur seperti tahun lalu."

"Biarkan saja."

"Oh, c'mon, Jay! Kau mendapat kerugian!"

"Aku tak peduli! Paham? Lakukan sesuai perintahku karena kau hanya menajerku!" bentak Jay tak terima. Dari beberapa hari lalu suasana hatinya tidak sedang baik. Serius, ia sama sekali tak memiliki gairah untuk menjalankan aktivitasnya seperti semula.

"Fine. It's up to you!" Ben mengangkat kedua tangan, kemudian mengemasi barang-barangnya untuk dimasukkan ke tas dengan kekesalan yang membara. "Jangan lupa bersiap-siap. Kita harus ke lokasi syuting."

Jay tak membalas. Wajah datar nan sinis itu tetap berhadapan dengan layar ponsel, tak menggubris perintah yang semakin lama semakin memuakkan. Dan sialnya ia mulai tak menyukai Ben.

Ben berdiri, hendak pergi dari ruangan bersama tas kecilnya. Seketika ia menoleh, melihat Jay yang masih santai berbaring. Kepalanya digelengkan kemudian melenggang pergi dengan raut tak bersahabat.

***

"Hai, Ben. Di mana Jay?" tanya Zoe yang baru saja keluar dari dapur bersama sekotak susu dan tentengan totebag yang berisi perlengkapan keperluan Jay.

"Enjoy room. Bilang ke dia, jangan pernah memutuskan sesuatu yang akan merugikannya nanti. Sekarang dia pasti bisa bersenang-senang. Kalau sifatnya terus begitu, aku pun mulai tak tahan menjadi manajernya!" gerutu Ben sembari membanting bokongnya ke sofa. Pelipisnya dipijit sejenak, pusing dengan tingkah Jay yang makin hari semakin kelewat batas.

"Hei, kenapa?" Zoe ikut duduk di samping Ben dengan raut panik. Ben yang ia lihat tidak pernah semarah ini.

"Tidak ada," jawab Ben, seakan tak ingin mempermasalahkan hal itu lagi. Seakan pula apa yang sudah keluar dari mulutnya tak ingin diputar ulang.

"Aku tahu menghadapi Jay tidak mudah, tapi lama-lama apa pun masalahmu dengannya pasti akan selesai. Coba bicara baik-baik. Mungkin suasana hatinya tak sedap atau sedang marah."

Ben menghela napas panjang. "Sabtu ini dia ingin berkencan dengan Angelica padahal ada pemotretan. Bagaimana aku tidak marah kalau tugasnya ditunda terus? Aku yang pusing menyusun jam, mengatur fotografer, dan lain-lain. Semua harus kukelola!"

"Sabar, Oke. Minum susu ini biar kepalamu pulih dan tak meledak." Zoe menyodorkan sekotak susu cokelat baru dari tas kecil yang ia bawa, malah disambut kekehan. Gadis ini konyol sekali. Ia pusing, malah diberi susu.

"Kau pikir aku bocah?"

"Jadi kau pikir yang minum harus bocah?" balas Zoe tak terima. Ben tertawa sembari mengambil sekotak susu itu lalu membukanya dan meneguknya cepat, sekaligus menenangkan diri yang seperti disambar petir.

"Aku akan bicara pada Jay. Itu pun kalau dia mau mendengar. Kuharap saja berhasil."

"Ya, bilang juga kalau dia masih bertingkah, aku akan mencari manajer baru!" balas Ben berapi-api. Giliran Zoe yang tertawa sembari menepuk-nepuk lengan berotot itu. Apa Ben tak menyadari kalau marah malah terlihat lucu?

Assistant For A Year ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang