Soobin berdiam diri di kolam renang rumahnya. Kedua kakinya di masukkan ke dalam air untuk merileks-kan otot-otot kakinya.
Pikirannya terus pada gadis penjual bunga tadi. Senyum dan sapaan ramah membuat kedua sudut bibir Soobin tak henti-hentinya terangkat. Ia sangat bahagia karena bisa terpikat oleh gadis itu.
"Arghhh....!!!"
Lagi-lagi Soobin mengacak rambutnya frustasi. Pertemuan Soobin dan gadis itu sangatlah sia-sia. Kenapa Soobin bisa melewatkan momen dengan gadis itu tanpa menanyakan nama gadis itu?
Di rogohnya gantungan kunci yang di beri oleh gadis penjual bunga di dalam saku celana pendek Soobin. Melihat gantungan kunci itu, Soobin kembali teringat gadis itu.
"Hey.... apa kau tau nama gadis itu?" Tanya Soobin pada gantungan kunci yang ia genggam.
"Apa aku akan bertemu dengannya lagi?"
Saat Soobin menanyakan hal itu, hatinya berkata kalau ia akan bertemu dengan gadis itu.
"Tapi, apa mungkin aku akan bertemu dia? Sedangkan aku tidak tahu nama dan juga alamat rumah atau toko. Sekolahnya tidak tahu, statusnya juga tidak tau."
"Apa dia masih sekolah sepertiku?"
Soobin hanya bisa bertanya-tanya tanpa mendapat jawaban apapun. Menurutnya, hal itu sangatlah asyik. Ya, walau terkadang ibunya selalu melarang Soobin untuk berbicara sendiri walau suaranya lirih.
Walau mendengarkan nasihat dari sang ibu, Soobin terkadang khilaf akan itu. Sejak lama ia nyaman ketika bertanya-tanya sendiri. Seolah-olah, beban hidupnya berkurang jika Soobin bertanya pada dirinya sendiri.
Bukan hanya itu, Soobin juga terkadang memiliki tingkat ke haluan yang tinggi. Ia sering tersenyum saat melamun. Dulu, Soobin pernah di katai gila oleh orang-orang yang berlalu lalang di taman.
Soobin sedang melamunkan sesuatu yang membuat hatinya bahagia, dan otomatis Soobin tersenyum saat itu juga. Mungkin karena orang-orang melihat Soobin sekilas dan tak tahu apa yang membuatnya seperti ini. Jadi mereka menganggap Soobin seperti orang gila.
"Sayang?" Teriakan itu membuyarkan lamunan Soobin tentang gadis penjual bunga.
"Soobin di samping bu!" Teriak Soobin.
Derap langkah kaki semakin terdengar. Soobin yakin bahwa ibunya menuju kemari.
"Sedang apa? Tidak keluar untuk bermain?" Tanya ibu Soobin.
"Sudah tadi bu," jawab Soobin tersenyum simpul.
Sang ibu pun mengacak rambut Soobin karena gemas.
"Sepertinya anak ibu sedang bahagia?" Tebaknya.
Soobin teringat kembali pada gadis penjual bunga itu. Bibirnya berusaha menahan untuk tidak tersenyum. Tapi, rasanya sulit sekali.
"Ceritakan pada ibu sayang," pinta sang ibu ikut duduk di samping Soobin.
"Ibu, boleh kalau Soobin menyukai seseorang?" Tanya Soobin saat kepalanya menyandar pada bahu ibunya.
Ibu Soobin mengernyitkan kening. Lalu, ia menatap kearah wajah Soobin. Tapi, Rambut Soobin memenuhi bentuk wajahnya. Laki-laki itu hanya terlihat bibirnya dari atas.
"Siapa yang sudah berani memikat hati putra ibu?" Tanya ibu Soobin.
"Dia gadis baik bu. Soobin suka saat dia bekerja keras untuk orang lain. Dia juga sangat ramah, baik, dan murah senyum," jelas Soobin.
"Lihatlah, Soobin di beri hadiah ini." Soobin menunjukkan gantungan kunci berbentuk kepala koala.
"Imut sekali," puji sang ibu sambil memegang gantungan kunci itu.
"Iya bu. Ini sangat lucu. Aku selalu mengingatnya saat melihat gantungan kunci ini. Tapi sayang-" Soobin menggantungkan kalimatnya.
"Kenapa?"
"Soobin belum tahu nama dia. Bagaimana ini?"
"Kenapa tidak berkenalan?"
"Tadi tidak sempat bu. Dia langsung berlari meninggalkanku dan memberiku gantungan ini. Aku sudah bertanya siapa namanya. Tapi dia tidak memberitahuku."
Soobin mengerucutkan bibirnya kecewa. Lalu, ia mengangkat kepalanya agar tidak bersandar lagi pada sang ibu.
"Sabar ya. Nanti, kamu pasti bakal dapet nama dia. Ibu mau Soobin berjanji."
"Berjanji apa bu?" Tanya Soobin.
"Soobin harus berubah ya? Soobin tidak akan marah-marah lagi. Soobin harus menuruti perkataan yang baik. Soobin tidak kasar lagi. Dan Soobin harus janji, kalau Soobin akan bangkit dari masa lalu untuk membuka lembaran baru bersama ibu." Sang ibu mengangkat jari kelingkingnya.
Soobin tersenyum ke arah ibunya. Lalu, Soobin mengangkat jari kelingkingnya, dan menautkan pada jari kelingking ibunya.
"Soobin sayang ibu. Ibu jangan pernah meninggalkan Soobin seperti papa dan mama ya?" Pinta Soobin sambil memeluk ibunya.
"Ibu selalu di sini bersama Soobin."
"Terima kasih ibu."
Adegan dramatis itu mengundang tangis Choi Hima, ibu angkat Soobin. Hima hanya berharap, orang yang di sukai Soobin tidak akan menjatuhkan putranya pada lubang hitam seperti masa lalu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.