"Apa maksud Yeonjun mengirim pesan seperti itu?" Tanya Soobin.
Sepulang sekolah, Hayeon menghadang Soobin dan mengurung Soobin dan dirinya di dalam kelas berdua.
Hayeon tidak tahan jika tidak berkomunikasi dengan Soobin. Entah apa alasannya. Hayeon juga tidak tahu mengapa ia merasa ada yang kurang jika tidak berbicara dengan Soobin.
"Ya karena dia menyayangiku. Dia ingin yang terbaik untukku."
"Sebegitu dekatkah dia denganmu?" Tanya Soobin tidak mau menghadap ke arah Hayeon.
"Iya. Kami bersahabat sejak lama. Dia keluargaku. Dia yang selalu ada, saat semua orang meninggalkanku. Hanya dia yang aku miliki saat ini."
Soobin terenyuh mendengar kalimat Hayeon. Awalnya, saat ia mengetahui siapa pelaku yang sudah membunuh kedua orang tuanya, tekad Soobin begitu membara untuk membalaskan dendam. Tapi sekarang, setelah orang yang ia cintai menyayangkan anak dari pelaku kecelakaan itu, membuat Soobin mengurungkan niat.
Di sisi lain, ia sangat membenci orang yang sudah membuatnya terpisah dengan kedua orang tuanya. Di sisi lain lagi, ia mencintai Hayeon. Ia tidak mungkin menyakiti perasaan gadis yang sudah membuatnya kembali bersemangat.
"Begitu ya?"
"Tapi sayangnya, Yeonjun akan pergi. Dan aku akan benar-benar sendiri." Suara Hayeon memelan.
Soobin langsung memutar tubuhnya menghadap ke arah Hayeon. Gadis di hadapannya saat ini tengah tertunduk. Jarinya bergerak untuk menyeka air mata yang berhasil lolos.
Soobin semakin tidak tega. Ini bukan masa yang tepat untuk melampiaskan kemarahannya pada ayah Yeonjun.
Ia harus benar-benar menyusun rencana matang-matang. Ia harus balas dendam tanpa menyakiti orang yang saat ini ia cintai.
Soobin mendekat. Kemudian, tangannya bergerak untuk menyetuh bahu Hayeon.
"Setelah Yeonjun pergi, aku tidak akan membiarkanmu merasa sendirian. Karena di sini ada aku."
Suara lembut Soobin kembali. Langsung saja Hayeon mendongak dan matanya berbinar. Mungkin terdengar lebay, namun ini benar-benar sesuatu yang menakjubkan. Hayeon terlampau bahagia, hanya karena mendengar suara Soobin kali ini.
Walau baru beberapa jam tidak saling berkomunikasi, Hayeon sangat merindukan suara Soobin.
"Benarkah?"
Soobin tersenyum tulus. Ia mencintai Hayeon, dan akan membuktikan pada dunia, kalau dirinya pantas untuk menemani hari-hari Hayeon kedepannya.
Ting.... ting.... ting....
Hayeon langsung merogoh blazernya. Ia mengambil ponsel yang berdering. Ada panggilan masuk.
"Halo?"
Soobin menatap Hayeon penuh tanda tanya. Hayeon menatap ke depan dengan tatapan kosong. Tubuhnya tak bergerak sedikitpun. Dan tiba-tiba, ponsel Hayeon terjatuh begitu saja.
Soobin terkejut. Hayeon tak bergerak. Matanya berair.
"Ada apa? Apa yang terjadi? Apa ada yang mengganggumu?" Cerocos Soobin panik.
Ia benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi pada Hayeon.
"A-antarkan a-aku," pintanya terbata.
"Kemana? Biar aku antar, ayo cepat."
Soobin langsung menarik lengan Hayeon. Tak lupa, ia mengambil ponsel Hayeon yang terbelah menjadi beberapa bagian.
Awalnya Soobin yang menarik Hayeon, tapi kali ini posisi mereka bertukar.
Dengan wajah yang sangat-sangat panik, Hayeon terus menangis di perjalanan. Soobin sangat prihatin dengan keadaan gadis itu. Ia tak tahu kemana mereka akan pergi, Hayeon hanya menunjukkan jalannya saja.
***
"Ibu!!!!!" Teriak Hayeon.
Air matanya semakin deras ketika melihat ibunya terbaring lemas di atas kasur.
"Ibu!" Hayeon langsung memeluk ibunya. Ia tidak menyangka benar-benar di tinggal oleh sang ibu untuk selamanya.
Beberapa menit kemudian, keluarga Hayeon yang tersisa, langsung berdatangan. Di susul oleh keluarga Yeonjun.
Rumah sakit jiwa itu tiba-tiba saja penug dengan orang-orang terdekat Hayeon. Banyak tangis yang menyelimuti ruangan itu. Semua menyayangkan kepergian ibu Hayeon yang tiba-tiba.
Hayeon beranjak dengan tangis yang belum reda. Ia menghampiri seorang dokter yang masih setia berdiri memperhatikan keadaan duka itu.
"Dokter, apa yang terjadi pada ibu saya? Kenapa ibu saya pergi dok? Apa yang sudah dokter lakukan?" Tanya Hayeon menangis tersedu-sedu.
Soobin dan Yeonjun pun dengan sigap menenangkan Hayeon.
"Maaf Hayeon, ibumu mencuri obat di ruang apotek. Ibumu mengambil obat yang kebetulan dosisnya besar. Beliau meminum obatnya membabi buta tanpa pengetahuan orang. Dan kami menemukan ibumu dengan keadaan yang tidak sadarkan diri. Maafkan kami, Hayeon."
"Maaf katamu? Kenapa bisa lalai? Kemana semua perawat disini? Mereka tidur? Bisa-bisanya ibuku tidak terpantau seperti ini? Apa yang bisa kalian lakukan hah? Ibuku sudah mati! Dia tidak akan kembali lagi!!" Hayeon menangis sambil berteriak-teriak.
Di sela-sela itu, Soobin dan Yeonjun berusaha menenangkan Hayeon, namun gagal.
Gadis itu sudah benar-benar frustasi atas meninggalnya sang ibu. Lalu Hayeon tiba-tiba pingsan dalam pelukan Soobin.
Keadaan di dalam ruangan itu semakin pilu dan menegangkan. Hayeon langsung di gotong dan di tempatkan di ruangan khusus.
"Apa kau mau menjadi bagian dari kami?"
Soobin menoleh.
"Sebentar lagi, Hayeon benar-benar tidak mempunyai orang yang menemaninya setiap ia kesusahan. Dan ku rasa, kau cocok menjadi orang yang Hayeon butuhka," sambung Yeonjun.
"Jadilah sahabatku, dan berjanjilah padaku untuk menjaganya," ucap Yeonjun melirik ke arah Hayeon yang dengan tenangnya menutup mata.
"Aku akan menjadi sahabatmu dan berjanji akan menjaganya." Soobin berkata tanpa ragu.
Soobin memang membenci keluarga Yeonjun. Namun, keadaan Hayeon saat ini lebih penting. Ia tidak ingin membiarkan Hayeon merasakan apa yang sudah ia rasakan. Ia mencintai Hayeon, benar-benar mencintai Hayeon. Maka dari itu, tanpa di perintah oleh Yeonjun, Soobin akan tetap menjadi bagian dari hidup Hayeon.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Semoga kalian ngerti dengan apa yang aku sampein di cerita ini T_T
Aku kehabisan ide, makanya bentar lagi bakal aku tamatin. Yang penting pesannya udah tersampaikan. Kenapa Soobin benci banget sama Yeonjun di cerita sebelah INVISIBLE HERO