___________
::PARTNER::
Choi Soobin
___________
"Ayolah pulang denganku," pinta Chani terus menerus.
Laki-laki itu terus berusaha menyejajarkan langkahnya dengan Hayeon yang seperti berlari kecil.
"Aku tidak mau, Chan."
"Tapi tadi kita berangkat bersama, jadi kita pulang bersama juga. Kalau perlu, aku akan membantumu di toko," bujuk Chani.
"Tidak, aku sedang tidak bekerja di toko. Sudah jangan mengganggu aku. Sebaiknya kau pulang bersama Yeji saja," balas Hayeon berusaha tenang.
Hayeon lebih mempercepat langkahnya, karena Chani belum juga berhenti berjalan di sampingnya.
"Ayolah, ku mohon."
Hayeon berhenti sekaligus. Chani juga seperti itu.
"Berhenti mengikutiku. Aku tidak mau pulang bersamamu. TIDAK MAU." Hayeon menekan dua kata terakhir.
"Kenapa? Apa Yeji melakukan sesuatu?" Tanya Chani saat Hayeon kembali melangkah.
"Tidak."
"Lalu apa?"
"Tidak."
"Jawablah dengan jujur Hayeon," pinta Chani yang tak lelah menyejajarkan langkah mereka.
"AKU TIDAK MAU PULANG BERSAMAMU KARENA AKU SUDAH TIDAK MENYUKAIMU. PUAS?"
Hayeon pergi meninggalkan Chani begitu saja. Jujur, ada sedikit rasa sakit yang terselip di hatinya. Tapi, keadaan yang mengharuskan Hayeon berbuat seperti ini.
Ingin rasanya waktu di putar kembali. Saat Chani belum memilih Yeji menjadi kekasihnya. Mereka sangat dekat. Sahabat berasa pacar.
Saat itu Hayeon benar-benar memiliki orang yang begitu memperhatikannya. Di mana ketika Hayeon butuh tempat untuk bercerita, Chani lah yang berlapang dada mendengarkan celotehan Hayeon. Juga di mana ketika Hayeon menangis, Chani yang selalu meng hapus air matanya, sekaligus kembali membuatnya tertawa.
Tapi, sebenarnya tak hanya Chani yang selalu dekat dengan Hayeon. Ada juga seseorang yang dulu sangat dekat dengan Hayeon. Bahkan, gadis itu menganggap bahwa orang itu sebagai saudaranya sendiri. Choi Yeonjun.
Yeonjun adalah sahabat yang paling dekat dengan Hayeon. Apapun yang Hayeon lakukan, pasti selalu dalam pantauan Yeonjun.
Namun sayangnya, Hayeon terbawa perasaan oleh Chani. Selain tampan, Chani itu lembut. Beda dengan Yeonjun yang tidak mau diam. Tapi, rasa sayang Yeonjun tak kalah besar daripada Chani.
Apalagi, saat Yeonjun tahu bagaimana keadaan masa lalunya. Di tinggal ayah ketika kecil, dan juga harus kehilangan rasa sayang dari ibunya karena gila.
"Maaf Chani. Tapi aku harus benar-benar melupakanmu. Aku tidak mau menambah derita lagi," gumam Hayeon merasa bersalah karena ucapanya tadi terdengar sangat kasar.
Hayeon memutuskan pulang dengan tidak menaiki kendaraan apapun. Baik umum maupun pribadi. Mumpung hari ini Hayeon tidak mendapat jatah untuk menjaga toko, jadi ia tak perlu bergegas pulang.
Saat kakinya menendang-nendang ke udara, sebuah mobil menepi tepat di posisinya saat ini. Hayeon menghentikan langkahnya.
Kaca mobil silver itu turun. Dan nampaklah seorang wanita paruh baya yang tidak asing di mata Hayeon.
"Kamu penjual bunga itu ya?" Tanya wanita itu. Choi Hima.
"Nyonya?" Hayeon tersenyum riang, karena bisa bertemu dengan pelanggannya yang satu ini.
Kenapa? Entahlah, yang pasti Hayeon merasa senang.
"Kenapa sendiri? Tidak di jemput?" Tanya Hima.
"Tidak nyonya," jawab Hayeon sedikit kaku karena ini di luar bisnis mereka tentang jual beli bunga.
"Aish.... aku kan sudah bilang, jangan panggil nyonya. Panggil bibi saja. Ayo masuklah kalau begitu," pinta Hima.
Hayeon agak terkejut dengan tawaran Hima.
"Masuklah," pinta Hima sekali lagi, karena Hayeon tidak mau masuk ke dalam.
Hayeon hanya menurut saja. Setelah masuk dan memasang sabuk pengaman, Hima melajukan mobilnya dengan kecepatan rata-rata.
"Nyo-.... ah, maksudku bibi. Bibi dari mana?" Tanya Hayeon.
"Bibi dari bertemu seseorang tadi."
"Oh seperti itu," jawab Hayeon yang tidak mau tahu dengan urusan Hima.
Keheningan sesaat, membuat Hayeon teringat pada Choi Soobin. Kebetulan, ia sedang bersama ibunya. Hayeon berniat untuk menanyakan perihal Soobin pada ibunya.
"Maaf bibi. Apa aku boleh bertanya?" Hayeon berhasil mengalihkan atensi Hima.
"Tanyakan saja, kau tidak perlu sungkan, sayang," jawab Hima ramah.
Keramahan Hima membuat Hayeon merasa hangat jika di dekat wanita itu. Ia berpikir bahwa Soobin sangat beruntung punya ibu seperti Hima. Sudah cantik, baik, ramah, hangat, dan juga berkecukupan.
Ia jadi teringat pada ibunya yang mungkin saat ini tengah berhalusinasi di ruangannya. Dengan bantal guling yang tak pernah ia lepas kecuali aktivitas tertentu. Miris sekali nasib ibunya.
"Hey, ada apa? Kenapa menangis?" Tanya Hima yang menyadari kalau Hayeon baru saja menyeka air matanya.
"Ahaha... tidak bibi, tidak apa-apa," jawab Hayeon.
"Ceritakan saja, jika kau ada masalah. Aku bukan tipe orang yang tidak lapang dada mendengar keluh kesal orang lain. Anggap saja, bibi adalah temanmu," kelakar Hima.
Hayeon terkekeh mendengar kalimat terakhir Hima. Hayeon menggelengkan kepalanya. Lalu, Hayeon langsung bertanya mengenai Soobin untuk mengalihkan topik pembicaraan mereka.
"Bibi, kenapa Soobin hari ini tidak masuk? Padahal, dia baru pindah kemarin. Tapi kenapa sekarang tidak masuk tanpa keterangan? Apa dia sakit?" Tanya Hayeon.
Hima menghela nafas panjang, lalu mengeluarkannya dengan perlahan. Hayeon merasa kalau ada sesuatu yang saat ini Hima rasakan. Apa? Penderitaan? Kenapa terlihat begitu membebani Hima?
"Kau mau tahu kenapa Soobin tidak masuk?" Tanya Hima kembali.
Hayeon mengangguk antusias.
"Kalau begitu, bantu bibi untuk berbicara pada Soobin. Kenapa dia tidak mau keluar dari kamarnya dan juga bolos sekolah, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
PARTNER
Fanfiction❝Jika aku memang pasanganmu, selangkah pun aku tak dapat berjalan tanpa dirimu.❞