21. Sepucuk Surat

42 9 3
                                    


Ari memilih keluar dari UKS ketika keadaan malah menjadi makin heboh.

Pekan olahraga sudah memasuki hari ketiga dan X MIPA 7 baru saja kalah telak dalam perlombaan futsal.

Semua pemainnya cedera ringan dan dilarikan ke UKS. Berhubung di UKS hanya ada mereka dan beberapa anggota PMR,mereka malah asyik menjulid kakak kelas yang tadi bermain curang.

Ari berdiri di ambang pintu, sedang menimbang-nimbang lebih baik pergi ke kelas atau keluyuran melihat lomba sampai giliran kelasnya berlomba tiba.

"Misi"

Ia menggerakkan tubuhnya memberi jalan pada gadis yang tadi berbicara.

Gadis itu memakai sepatunya dan bertepatan ketika melewati Ari ia oleng. Ari yang sigap langsung menahan agar gadis itu tidak terjatuh.

"Pulang aja ya?" Ari setengah bertanya setengah memerintah.

"Gausah"

"Lo sakit"

"Ngga"

Ari sontak maju dan meletakkan dahinya di atas dahi Varsha membuat gadis itu berjengit dan mundur beberapa langkah.

Membuat gerakan seperti itu saja Varsha tampak ngos ngosan dan kembali oleng.

Lagi sakit begini jantungnya tetap saja harus dibuat bekerja lebih?! Dasar Arima.

Ari berkacak pinggang, "Tuh dahi lo panas. Ayo pulang"

"Ga usah" Varsha menggeleng keras kepala.

"Gue izin sama Iza biar lo bisa pulang. Sama ka Dathan juga gue izinin"

"Ck,ga perlu"

"Gue khawatir!"

Varsha memutar bola matanya dan balas berkacak pinggang, "Emang lo siapa khawatirin gue? Gausah repot repot khawatirin gue"

Kali ini Ari terdiam, tidak mengeluarkan celetukan kurang ajar dari mulutnya.

"Dahlah" Varsha berlalu dari depan Ari.

Cukup, Varsha tidak ingin berharap lebih jauh lagi pada laki-laki itu.

Ari menghela nafas, menatap kepergian Varsha dalam diam.

"Ari!"

Yang memanggil adalah Iza yang berdiri di depan ruang OSIS. Laki-laki itu bergegas duduk ke meja dan kursi yang terletak di depan ruang OSIS.

Ari melangkahkan kakinya ke arah Iza lantas duduk di hadapan laki-laki itu.

"Kenapa Za?"

"Tadi habis dibantai ya?"

"Iya,sama kelas kak Theo"

"Tapi bagus lah lo kalah"

"Ketua kelas macam apa lo yang bahagia kelasnya kalah?" Dengus Ari.

"Daripada menang terus digebugin?"

"Maksudnya gimana?"

Iza tidak langsung menjawab , ia sibuk memandangi kertas yang terletak di atas meja sembari memainkan pulpen yang ia pegang.

"Heh jawab maksudnya gimana"

"Sabar bego"

Iza menuliskan sesuatu di atas kertas lalu kembali menatap Ari.

"Kelas 12 tuh nganggap ini terakhiran. Jadi kalau mereka kalah, apalagi kalah dari kelas 10, itu penghinaan terbesar. Makanya mainnya barbar gitu. Kalah aja kalian cederanya banyak. Apalagi menang,cederanya gara gara digebugin"

Ketika Hujan TurunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang