Ari mengeratkan pegangan di tali tas yang sedang ia gendong. Ia menggigit bibir bawahnya, meyakinkan diri untuk menggeser pintu di depannya.Entah kebetulan atau tidak, pintu di depannya menggeser terbuka membuat Ari tersentak kaget. Yang membuka pintu pun ikut terkejut.
"Lo masih hidup?!" Jerit gadis yang membuka pintu sembari menunjuk Ari dengan telunjuk tangan kanannya.
"Lo masih kurang ajar kaya dulu ya"
"Ck,ngapain lo kesini"
"Ada perlu, gue perlu masuk"
Gadis itu mengernyit namun mempersilakan Ari masuk.
Keduanya masuk ke dalam bagian tengah rumah. Ari mengedarkan pandangan, ia tidak melihat sosok-sosok kecil yang tinggal di panti asuhan ini.
"Ibu mana?" Akhirnya Ari memutuskan bertanya ketika mereka masuk ke ruangan lain yang lebih besar dan tidak mendapati ada siapa pun disana.
"Pergi rekreasi sama semuanya, sama mbak Tia juga"
"Lo ga ikut?"
"Gue bukan anak kecil"
"Lo anak kecil bagi gue"
"Kita cuma beda 1 tahun plis"
Gadis itu menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa yang terletak di tengah ruangan. Ruangan itu merupakan ruang rekreasi yang lumayan luas.
Tapi Ari tidak duduk, ia tetap dalam posisi berdirinya sambil menatap tangga menuju lantai dua yang terletak di ujung ruangan.
"Gue mau ke kamar gue"
"Lo gapunya kamar disini"
"Kamar yang dulunya punya gue"
"Udah gue pake"
"Ya gue perlu kesana"
"Ngapain lo masuk kamar cewek hah?!"
"Oh lo cewek?"
"Bilang sekali lagi?"
"Ck,gue ga mau debat. Gue janji ga akan ngelakuin apa-apa sama barang lo"
Gadis itu menggerak-gerakkan kakinya sambil memasang wajah berpikir. Tampak menyetujui perkataan Ari, ia bangkit dan berjalan ke arah tangga.
Keduanya naik ke lantai dua dan mendapati lorong panjang dengan deretan pintu di kedua sisinya.
Di pintu tersebut tertempel nama anak-anak yang tinggal di dalamnya. Satu pintu memiliki kertas yang berisikan 4 nama.
Ari melambatkan jalannya, mengenang saat-saat ia tinggal disini. Dulu ia sempat tinggal di panti asuhan ini selama 2 tahun lamanya.
Umurnya masih 5 tahun saat itu, membuat ingatannya akan tempat ini terasa samar.
Mereka berhenti di ujung lorong, di sebelah kanan dan kirinya terdapat pintu kayu. Di pintu kayu sebelah kiri, tertempel kertas bertuliskan 'Herin'.
Herin membuka pintu, menampilkan ruangan sebesar 3 x 3 meter. Ruangan itu didominasi warna cokelat dan pastel, mulai dari cat hingga furniturnya.
"Ya ampun ini kamar pas gue tempatin rasanya lebih bagus daripada ini" komentar Ari sambil memasuki kamar, mengingat-ngingat kamarnya ini yang dulu bernuansa biru muda.
Seingat Ari cat dan furniturnya memang berbeda namun tempat tidurnya tidak berubah tempat.
Tempat tidur berkerangka kayu dan lapisan busanya dilapisi oleh sprei berwarna cokelat tua. Tampak sudah usang dan terdapat stiker-stiker yang tertempel di beberapa bagian kayunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Hujan Turun
FanficArima Keenandra Raviv, ia yang selalu datang namun tak pernah menetap, ia yang selalu pergi tetapi selalu kembali. Arima mengajarkan Varsha tentang hal paling berharga dalam hidup. Begitupun sebaliknya. Bagaimana akhir dari perjalanan mereka di Reg...