Varsha menghempaskan tubuh ke atas kasur. Akhirnya ia kembali ke rumahnya.Ia menatap tangan kirinya, disana terlihat jelas bekas infus. Varsha menghela nafas, benar-benar pengalaman pahit.
Ia memerhatikan tumpukan buku di atas meja. Buku-buku itu adalah buku latihan olimpiade matematika miliknya.
Ada dua tumpukan. Tumpukan di sebelah kanan lebih tinggi dari tumpukan di sebelah kiri. Tumpukan kanan adalah buku-buku yang tidak Varsha kuasai.
Bahkan dibuka pun tidak.
Ia sudah berjanji pada diri sendiri untuk menyelesaikan latihan-latihan di buku tersebut dalam sisa waktu liburannya.
Lagi libur malah tipes, emang lagi apes batin gadis itu sedih.
Varsha melayangkan pandangan ke arah jam dinding. Sudah pukul 9 malam.
Biasanya ia masih mati-matian belajar. Tapi karena sekarang...
Ia menarik selimutnya dan bergelung nyaman. Tidur sesuai jam biologis manusia seperti baru ia rasakan sekarang.
Gadis itu meraih handphone nya, membuka roomchat nya dengan seseorang.
Ia menatap layar handphone nya dengan pandangan meredup.
Ari tidak menjenguknya lagi. Terakhir kali mereka bertemu adalah ketika hari pertama Varsha masuk ke rumah sakit.
Pesan terakhir pun dikirim seminggu yang lalu. Ari bahkan tidak menanyakan kabarnya.
Beberapa detik kemudian Varsha membanting handphone nya ke atas kasur sembari memekik kecil.
Arima is calling....
Varsha langsung heboh, ia pergi ke sudut kamar dimana terdapat kaca dan merapikan diri disana.
Ini bukan telfon biasa. Ini video call. Karena itu Varsha tidak boleh terlihat jelek.
Gadis itu duduk di bangku meja belajar setelah memegang handphone nya. Dengan tangan bergetar ia memilih opsi menerima panggilan.
Varsha merasakan tungkainya melemas begitu melihat wajah Ari.
Satu kata, tampan.
"Selamat malaaam, Nataliaa" sapa Ari. Ia melambaikan tangannya di sebrang sana.
"Selamat malaam, Raviiiv" Varsha balas melambai.
"Lagi belajar? Aish... gak ada kapoknya ya? Udah tipes juga" Ari meneliti layar handphone nya, menyadari Varsha tengah duduk di bangku meja belajar.
"Ngga. Gue cuma duduk" jawab Varsha jujur.
Ari mengangkat sebelah alis, menunjukkan air muka tak percaya.
"Beneraaan" Varsha menggerakkan handphone nya, memperlihatkan mejanya yang hanya ada tumpukan bukunya.
"Itu ada buku"
"Ya cuma ditumpuk"
"Bohong"
Melihat ekspresi kesal Varsha,Ari langsung menutup mulut.
"Maaf gue ga jenguk lo lagi"
"Gatau ah sebel, sok sibuk amat"
"Ya gimana ya? Eksekutif kan beda"
"Halah" Varsha memutar bola matanya.
"Lo beda banget ya, pas lagi sakit sama lagi sehat"
"Yaiya lah. Lo suka yang mana? Lebih suka gue sakit apa sehat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Hujan Turun
FanfictionArima Keenandra Raviv, ia yang selalu datang namun tak pernah menetap, ia yang selalu pergi tetapi selalu kembali. Arima mengajarkan Varsha tentang hal paling berharga dalam hidup. Begitupun sebaliknya. Bagaimana akhir dari perjalanan mereka di Reg...