16. Sebuah surat.

1.1K 75 1
                                    

Dua hari sudah deven lewati dengan kesedihan, dia berusaha sekuat mungkin untuk menerima apapun yang sudah terjadi, meskipun itu berat namun harus bisa deven terima agar ia dapat pergi dengan tenang ke alam yang berbeda.

Charisa dan tiyo kini sedang datang berkunjung ke rumah deven, berita yang di dengar tiyo dari Bu Cristian membuat tiyo harus datang menjenguk deven, setidaknya tiyo dan charisa bisa sedikit demi sedikit menghibur deven agar tidak terus menerus terpuruk terlalu lama.

Sudah hampir 3 hari deven bersikap seakan akan tidak memiliki semangat lagi, mungkin deven memang terlihat pendiam, namun rasa nya itu sangat berbeda dengan keadaan yang sekarang, ia memang tak pernah mengurung dirinya di dalam kamar, namun ia terlihat sering sekali melamun seperti orang yang memiliki banyak sekali beban kehidupan.

"Dev, kita keluar yuk cari angin" ajak charisa berusaha membawa deven keluar rumah.

Charisa berfikir mungkin dengan membawa deven pergi keluar mungkin bisa membuat dirinya lebih baik.

Namun itu semua hanya dugaan charisa saja, bahkan saat ini deven hanya diam saja, dia tidak sedikitpun menjawab ucapan charisa.

Charisa mendekat ke arah tiyo yang sedang duduk di depan meja belajar sambil memainkan gitar milik deven.

"Susah" keluh charisa sambil menekuk wajah nya lesuh.

Sebagai sahabat kecilnya, charisa sangat tak suka melihat deven seperti ini.

Tiyo pun terkekeh melihat ekspresi charisa yang menurutnya terlihat sangat lucu itu. charisa memang terlihat sangat seperti anak kecil ketika dia sedang merajuk atau merasa kesal.

"Yaudah lu sini aja, biar gua coba ngomong" ucap tiyo sambil menatap charisa.

Charisa pun mengangguk angguk anggukan kepalanya sambil melengkungkan bibirnya hingga berbentuk seperti pelangi.

Tiyo terlihat tersenyum, ia pun lalu beranjak berdiri mendekati deven yang sedang terduduk di dekat jendela kamarnya.

"Hei bro" sapa tiyo ikut duduk di samping deven sambil merangkulnya.

Deven pun menoleh sesaat kearah tiyo, lalu memalingkan kembali tatapan nya ke arah langit langit yang terlihat cerah.

Tiyo menatap deven, laki laki itu memang terlihat seperti orang bodoh yang tak memiliki semangat hidup. Sebagai sahabat tiyo sangat ingin membuat deven kembali seperti sebelumnya.

Tiba tiba tiyo teringat akal satu hal.

"Oiya, gua ada sesuatu buat lu" ucap tiyo merogoh saku jaketnya. "Nih" ucap tiyo sambil menyodorkan sebuah amplop putih yang terlipat lipat.

Deven pun menoleh, dia mengerutkan keningnya setelah melihat apa yang tiyo berikan.

"Ambil" ucap tiyo tersenyum "siapa tau itu bisa membuat lu sedikit lega"

Dengan perlahan deven pun mengambil amplop yang tiyo berikan, lalu menatap amplop tersebut.

"Itu titipan dari nazhwa, kata nazhwa anneth ngasiin itu ke nazhwa sebelum anneth pergi."

Seketika deven pun langsung mengalihkan tatapan nya menatap ke arah tiyo.

"Kata nazhwa siapa tau surat itu bisa membuat lo sedikit merasa lebih tenang setelah membacanya"

Deven menatap tiyo secara intens, dia ragu untuk membaca surat tersebut. Tiyo pun menaikan kedua alisnya sambil tersenyum, seakan akan menandakan deven memang harus membaca surat tersebut.

Dengan perasaan yang sedikit ragu pun deven menatap kembali amplop tersebut, lalu perlahan membukanya dan membaca surat tersebut.

Untuk mu deven Cristian Vero.

Deven Cristian VeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang