Sudah beberapa jam Adam masih singgah di kantor polisi. Ia bingung, siapa yang akan menjadi wali nya saat ini untuk memulangkan dirinya. Meminta bantuan teman-teman nya untuk menolongnya, rasanya tidak mungkin, nanti yang ada mereka ikut di tahan bersama dirinya disini.Meminta bantuan Zara?, Bahkan rumah Zara sangat jauh dari tempatnya berada. Terlintas di pikirannya untuk menghubungi Sava. Tetapi ia tidak yakin Sava akan menolongnya. Yang ada nanti dirinya malah di jauhi oleh Sava karena kasus ini. Adam sangat tidak rela.
"Kamu mau nginep di sini aja?." Tanya pak polisi yang mulai jengah menunggu Adam untuk segera pulang.
Adam menggeleng cepat, "Gak pak, yakali saya nginep di sini."
"Makanya panggil wali kamu cepat."
"Gak bisa pak, saya janji deh gak akan balap liar lagi."
"Orang tua mu kemana?."
"Kedua orang tua saya di rumah sakit pak."
Sejenak, polisi itu terlihat iba kepada Adam. Adam berharap dengan mengatakan itu ia bisa di pulangkan segera. Toh ia tidak berbohong kan?.
"Saya gak bisa pulangin kamu tanpa wali yang mendampingi."
Adam paham akan situasinya.
Adam menghubungi Sava pada akhirnya. Walaupun ia pasrah tidak akan ditolong. Tetapi ia tetap mencobanya.
"Va, bisa tolongin gue?, Gue ada di kantor polisi?."
Tidak ada sahutan, sambungan telepon di putus secara sepihak oleh Sava.
Adam mengela napas, ia sudah menduga. Selang sepuluh menit Sava datang dengan napas ngos-ngosan.
Adam terkejut atau mungkin Sava yang penuh dengan kejutan.
"Dam lo gapapa?." Tanya Sava panik.
"Gue gapapa, lo lari kesini?."
Sava mengangguk, "Lo kenapa bisa disini?."
"Nanti gue jelasin, lo jadi wali gue dulu."
Setelah Sava selesai berbicara dengan polisi, Adam sudah boleh di pulangkan.
"Jadi lo kesandung kasus balap liar?, Gue kira lo anti sama dunia jalanan." Ujar Sava setelah mereka keluar dari kantor polisi.
Adam meringis, "Pasti lo ga mau deket-deket gue lagi ya, gapapa deh, gue ngerti kok."
Sava terkekeh, "Dari lo nya sendiri mau gak gue jauhin?." Tanya Sava.
Adam menggeleng cepat.
"Oke."
Adam menghela napas lega.
"Makan dulu yuk, gue laper." Ujar Adam.
"Yuk, mau di mana?."
"Rumah gue gimana?." Usul Adam.
Sava menoleh, ia tidak siap bertemu kedua orang tua Adam. Oke, mengapa ia tidak siap? Toh cuma makan, numpang makan maksudnya. Eh tapi kan Adam yang menawarkan. Duh Sava bingung.
"Lama banget jawabnya, udah kaya jawab lamaran." Ujar Adam tidak sabaran, ia segera menggenggam tangan Sava dan menghampiri motornya.
Sava menatap tangannya yang di genggam dengan seenaknya oleh manusia yang ada disampingnya.
"Ekhem." Sava berdehem mengerjapkan matanya untuk menetralkan degup jantungnya. Mengapa dengan dirinya saat ini? Ini bukan kali pertama tangannya di genggam oleh lawan jenisnya bahkan Angga sering menyentuh tangannya.
Adam memberikan helm nya ke arah Sava untuk dipakainya.
"Terus lo ga pake helm?."
"Kan cuma ada satu."
"Ya kalo gitu lo aja nih yang pake."
Adam berdecak, "Lo itu cewek, udah tugas nya cowok ngelindungin cewek dari apapun yang membahayakan, menurut gue, egois kalo gue make buat kepala gue sedangkan ada lo saat ini." Adam memasangkan helm ke kepala Sava, saat ini wajah mereka hanya berjarak beberapa centi. Sava menghindari tatapan mata Adam yang seakan mengulitinya.
"Pipi lo abis di tampar siapa, kok merah?." Tanya Adam dengan seringai jahilnya. Ia menyentuh kedua pipi Sava dengan ibu jarinya.
"Ini di kantor polisi kalo lo lupa Dam!."
Mendengar suara Sava yang sangat ketara gugupnya, Adam pun tertawa.
....
Mereka sampai di rumah Adam. Yang ada di pikiran Sava saat ini, apakah Adam tinggal seorang diri? Mengapa sangat sepi di sini?.
"Orang tua lo mana?." Tanya Sava.
"Kenapa?, Udah gak sabar ketemu camer?."
Sava memutar kedua bola mata malas.
"Gak baik Dam kalo cuma kita berdua doang."
"Udah ayuk masuk dulu."
"Adam Ramdani, lo abis kemana pulang malem gini hah!." Tanya seorang wanita paruh baya di anak tangga tengah berkaca pinggang, dengan koyo di dahinya dan rollan rambut yang menggulung di kepala, oh jangan lupakan daster yang menjadi baju dinas nya di rumah. Ternyata mamahnya sudah pulang kerja rupanya. Ya! Itu mamah Adam.
Sava terkejut.
"Jangan takut itu nyokap gue, emang gaul orangnya." Ujar Adam seakan mengerti keterkejutan Sava.
"Aduhh nyokapnya galak." Rutuk Sava dalam hati.
"Ramdanu mah, jangan kayak papah dong ubah-ubah nama Adam terus."
Mamah nya tidak menanggapi, ia meneliti Sava dari ujung kaki hingga ujung kepala.
"Oh ini namanya pasti Sava, cantik ya kayak mamah gak nyangka Adam seleranya."
"Hallo Tante, iya bener aku Sava." Ucap Sava menyalimi tangan wanita di hadapannya.
"Sini-sini kita makan dulu, mamah juga baru pulang kerja belum makan, yuk nenk, panggil mamah aja ya." Ujar mamah Adam menyeret Sava.
Ternyata mamah Adam sangat cocok Sava jadikan mertua nya. "Duhh calon mertua gue banget nih kayaknya". Harapannya dalam hati.
....

KAMU SEDANG MEMBACA
BINGUNG
Fiksi RemajaKetika banyak pria tampan yang menyukainya, bukan hanya sekedar suka, mereka menyayangi mencintai dan sangat menjaganya. Tetapi ia hanya memilih satu, ya!. Hanya satu pria yang di izinkannya untuk mendobrak pintu hatinya. Kenalin, aku Alsava Tribua...