Bel pulang sekolah berbunyi. Sava berjalan ke luar tanpa memperdulikan panggilan telepon dari Adam. Ia masih sangat marah dengan cowok itu yang bertindak bodoh kepada seorang guru. Tiba-tiba jalannya di hadang oleh tiga cewek di depannya. Salah satu mereka menarik tangan Sava untuk mengikutinya ke dalam toilet. Di sana tidak ada siapa-siapa selain mereka. Sava masih diam menunggu adegan berikutnya.
Satu cewek bernama Cindi mendorong Sava hingga punggung nya terbentur dinding keras. "Jadi ini yang di taksir sama Fathur, Pak Ardi dan anak baru itu?."
"Pelet lo manjur banget."
"Dia cantik Ndi, lebih cantik dari lo." Jawab seorang cewek ber nametag Naswa dengan muka polos.
"Berisik lo." Bentak satu temannya bernama Sasi.
"Kalian mau apa?." Sava bertanya dengan muka datar. Jujur ini pertama kalinya ia di rundung seperti sekarang ini. Cindi menampar Sava kencang. Ingin sekali Sava membalas tetapi ia pasti akan di perlakukan lebih parah dari ini.
Setelah itu Cindi mengapit kedua pipi Sava dengan kasar, "Mau lo jangan sok cantik, bisa?." Setelah itu ia menghempaskan nya.
"Gue gak pernah sok cantik, gak pernah juga nyuruh mereka buat suka sama gue, ada masalah apa sih sama hidup kalian?."
"Kurang ajar." Maki Cindi.
Plak
Tamparan yang kedua di pipi yang sama, membuat Sava mengeluarkan air matanya karena rasa perih yang menjalar di pipinya.
Tiba-tiba ada yang memasuki toilet dan mereka terkejut melihat adegan pembullyan didepannya.
"Kalian ngapain temen gue?."
Mereka Jani dan Tiwi. Dua serangkai itu tengah menatap tajam Cindi yang diduga biangnya masalah.
"Lo mau banget gue seret ke guru BP?." Ujar Tiwi dengan membentak.
Cindi balas membentak, "Kalian gak usah ikut campur."
Tiwi hendak melangkah mendekat, ingin menjambak mulut menyebalkan cindi. Tetapi Jani menahannya.
Tanpa banyak bicara Jani menarik Sava untuk mendekat, dan satu tangannya yang lain menarik tangan Tiwi untuk keluar dari toilet.
"Harusnya lo biarin gue hajar mereka dulu." Sahut Tiwi protes.
"Yang ada lo ikutan masuk ruang BP. Va Gwenchana?."
"Apa tuh artinya?." Sahut Tiwi.
"Gue gak apa-apa, cuma pipi gue perih banget tadi kena tamparan dia." Sahut Sava memegang pipi kanannya.
"Coba gue liat." Ujar Jani, cewek itu mengangkat dagu Sava dan di tolehkan ke samping untuk melihat keadaan pipi Sava.
"Merah kayak lagi blushing, tapi ini keliatan aneh banget soalnya cuma pipi kanan yang merah. Kalo blushing kan dua-duanya tuh."
"Ngawur dah, ayo ke UKS." Sahut Tiwi jengah melihat Jani yang bertele-tele.
"Gak ah, gua langsung pulang aja. Thanks kalian udah nolongin gue. Gue balik ya bay" Ujar Sava pergi menjauh.
"Va kalo sampe rumah langsung kompres ya!." Ujar Tiwi setengah teriak karena Sava sudah menjauh.
"Siap."
....
Saat sampai rumah, Sava di kejutkan dengan satu motor yang terparkir di halaman rumahnya. Mengapa Adam mendatanginya? Ia harus menutup pipinya agar cowok itu tidak bertindak lebih. Sava menggerai rambutnya agar bisa menutupi pipinya.
"Kenapa lo gak angkat telpon gue?, Trus kenapa lama banget sampe rumah?." Sava mengabaikan pertanyaan beruntun dari Adam. Ia terus berjalan tanpa mempedulikan panggilan Adam. Saat ini cowok itu harus di kasih pelajaran sesekali.
"Oke gue minta maaf. Gue pulang." Ujar Adam mengambil tas dan kunci motor di meja. Dan berlalu pergi.
Sava terkejut. Ia buru-buru menghampiri Adam.
"Adam." Panggil Sava membuat Adam menghentikan langkahnya.
Sava berlari dan menubruk tubuh tinggi Adam. Cewek itu memeluk Adam.
"Please jangan kayak tadi." Ujar Sava pelan.
Mengabaikan ucapan Sava, cowok itu mengangkat wajah Sava untuk mendongak dan menatapnya. Adam terkejut melihat keadaan pipi kanan Sava yang memerah. Ia melepas pelukan Sava dan mensejajarkan wajahnya dengan wajah Sava.
"ini kenapa?." Tanyanya mengusap pipi Sava dengan nada sangat lembut.
"Nabrak pohon."
"Bodoh."
"Udah sana pulang aja."
"Nanti aja, gue mau urus pacar gue." Ujar Adam menggiring Sava ke sofa.
"Tunggu sini, gue ambil kompresan itu pasti perih banget kan." Ujar Adam hendak berdiri. Tetapi Sava menahan lengannya.
"Gak usah, gue gak apa-apa."
"Yaudah itu kenapa sampe merah banget gitu?. Abis di cium setan lo?."
"Sembarangan! Di kata gue abis nabrak pohon."
"Bodo amat gue pulang."
"Eh iyaa iyaa, ini gue tadi abis ke antup tawon."
Adam mendelik tajam, ia memajukan wajahnya ke arah Sava membuat cewek itu mundur dan menahan dada Adam agar berhenti. "Adam gue tabok lo ya!."
Adam terus memajukan wajahnya hingga Sava sudah di ujung sofa. Barulah Adam menahan pergerakan nya.
"Siapa yang udah nampar lo?." Ujar Adam dengan wajah masih sangat dekat dengan wajah Sava.
Sava terkejut, dari mana Adam tahu kalo ini karena di tampar. Ia jadi mengira Adam merupakan cenayang.
"Lo awas dulu ih. Sana tempat masih lega juga."
"Jawab atau gue nyosor nih?."
Sava melotot. "Iya iya gue abis di tampar sama orang."
"Siapa?."
"Ada lah pokoknya."
"Jawab gue."
"Cindi."
"Kelas?."
"Gak tau, gue gak tanya dia tadi."
Adam mendekat lagi, "Oke besok gue cari."
"Sini gue usap biar gak perih."
"Gak. Ini udah gak sakit, pulang sana. Awas aja besok berulah lagi."
....
KAMU SEDANG MEMBACA
BINGUNG
Teen FictionKetika banyak pria tampan yang menyukainya, bukan hanya sekedar suka, mereka menyayangi mencintai dan sangat menjaganya. Tetapi ia hanya memilih satu, ya!. Hanya satu pria yang di izinkannya untuk mendobrak pintu hatinya. Kenalin, aku Alsava Tribua...
