"Ahh sakit Va." Adam mengeluh kesakitan.Sava diam.
"Ngobatinnya jangan pake dendam dong yang."
"Yang yang palalo bejad." Sava semakin menekan luka di sudut bibir Adam dengan kapas.
"Sakit Sava, seriusan Adam ga bohong."
Beberapa waktu lalu, saat Sava membuka pintu, Adam muncul dan ia terlihat sangat mengenaskan. Ia ambruk dan untung saja Sava sigap menahannya. Tetapi Sava tidak membawa Adam untuk masuk ke dalam rumahnya. Adam yang meminta untuk mengobati nya di teras rumah.
"Well, sekarang lo jelasin ke gue kenapa lo bonyok-bonyok begini?." Tanya Sava. Saat ini ia sedang mengobati luka di pipi Adam.
"Lo ga perlu tahu."
"Oke." Sava semakin menekan luka Adam. Dan itu membuat Adam semakin belingsatan.
"Gue abis nolongin ibu-ibu yang kecopetan, pas gua berhasil nangkep tuh copet, eh gue malah di keroyok sama kawan-kawannya, sialnya gue ga nyadar udah lari sejauh itu dan sampailah gue ke markas mereka."
Sava mengangguk paham, "Lo bohong."
"Adam ga bohong."
"Udah selesai kan?, Pulang sana!."
"Tega banget sama calon pacar." Ujar Adam dengan berbisik.
Sava diam.
"Kok temennya malah di usir sih Va, kasian Adam, biarin singgah disini dulu, mau tidur di sini dulu juga ga apa-apa." Ujar bunda yang membawa teh hangat untuk Adam.
"Makasih tante."
"Panggil bunda aja." Ucap bunda sambil tersenyum.
"Bunda ke kamar dulu ya, Sava Adam nya jangan di galakin." Ujar bunda lalu masuk ke dalam rumah.
"Lusa sekolah kita akan tanding futsal, lo tau?."
Sava mengangguk.
"Gue yang akan ngewakilin sekolah gue."
"Lo yakin?."
"Why not?."
"Dengan kondisi lo yang sekarang?."
"Gue pasti pulih Va, Lo kayaknya khawatir banget ya sama gue." Ujar Adam dengan seringai menyebalkan.
Sava memutar kedua bola mata nya malas.
"Lo nanti dateng kan."
"Iya, kalo bukan Arin-temen gue yang ngajakin, gue ga akan mau."
"Lo dateng buat nyemangatin gue kan?."
"Gue dateng cuma buat nemenin Arin."
"Pokoknya lo harus kasih semangat buat gue nanti, siapin minuman sama siapin handuk buat ngelap keringet gue, latihan jadi pacar yang baik."
"Lo kira gue pembantu lo?!."
Adam terkekeh pelan.
Setelah itu tidak ada yang bersuara untuk beberapa saat. Sava menatap langit malam dengan mata yang selalu berbinar. Memancarkan bahagianya tersendiri. Dan sungguh Adam terpana saat menatap gadis di sampingnya ini.
"Adam."
Tidak ada sahutan.
"Dam?." Kini Sava menoleh dan tatapan mereka bertemu.
Lalu keadaan terasa canggung seketika.
"Coba lo lihat bintang yang itu." Sava kembali menatap langit malam, sambil menunjuk salah satu bintang di sana.
Adam mengikuti arah pandangan Sava.
"Itu bintang Altair, jauhnya 16 tahun cahaya, yang artinya cahaya yang kita lihat sekarang sebenarnya terbentuk saat kita berumur satu tahun."
"why you like them very much."
"Beautiful." Sava menjawab dengan tatapan masih setia memandang langit.
"Ga hanya bintang, semua ciptaan Tuhan di angkasa I really really like them. Gue sendiri pun bingung, menurut gue mereka lah definisi dari keajaiban, entahlah saat kita melukis mereka dengan kuas, Tuhan melukis mereka dengan milyaran bintang dan triliunan galaxi." Ujar Sava dengan mata terpejam dan senyuman di bibirnya. Ketulusan ia mengatakan kalimat tersebut sungguh membuat Adam semakin jatuh cinta dengan nya.
Se-singkat ini lo buat gue jatuh cinta. -Adam.
....
KAMU SEDANG MEMBACA
BINGUNG
Novela JuvenilKetika banyak pria tampan yang menyukainya, bukan hanya sekedar suka, mereka menyayangi mencintai dan sangat menjaganya. Tetapi ia hanya memilih satu, ya!. Hanya satu pria yang di izinkannya untuk mendobrak pintu hatinya. Kenalin, aku Alsava Tribua...