Aku tersenyum senang menatap atap kamarku. Bangun tidur aku sudah bahagia saja. Akhirnya aku benar benar memiliki daffa. Rasanya masih seperti mimpi memiliki seorang daffa. Tapi kemudian senyumku memudar. Apa aku pantas dengan daffa?
Dia pintar, dari keluarga kaya. Dia terpandang tidak sepertiku. Aku juga tidak cantik. Apalagi dia berasal dari keluarga yang bahagia dan lengkap. Kasih sayang yang terpenuhi sejak kecil membuatku merasa iri melihatnya.
Aku menepuk kedua pipiku. Apasih aku ini! Aku tidak boleh merasa begitu. Keluarga daffa keluargaku jugakan? Kenapa aku harus iri? Aku menghela nafas dan mendudukkan diriku. Sebaiknya aku makan. Aku sudah lapar sekali.
Turun dari ranjang aku langsung keluar kamar ke ruang makan. Di sana sudah ada ayah yang sedang membaca koran dengan kopi di atas meja. Aku memeluknya dari belakang.
"Pagi ayahh!!" Panggilku. Ayah sedikit tersentak lalu tersenyum.
"Pagi. Mau makan?" Tanyanya. Aku melepaskan pelukanku dan duduk di sisi sampingnya. Aku melihat makanan sudah tertata di atas meja. Bibi sudah memasaknya. Sepertinya ayah sudah makan. Ayah menutup korannya dan berdiri dari duduknya.
"Kamu gak ada kelas?" Tanyanya. Aku mengeleng. Hari ini jadwal kuliahku kosong jadi aku bisa di rumah.
"Ayah mau siap siap dulu ke kantor." Katanya sambil mengelus kepalaku. Dia berjalan meninggalkanku. Aku tersenyum melihat ayah. Setidaknya masih ada ayah yang menyayangiku.
Aku mendengar notif sebuah pesan baru masuk. Aku melihat di samping kopi ayah hp ayah disana. Awalnya aku mengira jika itu adalah pesan dari kantornya. Namun aku tertegun saat yang aku lihat adalah nama seorang perempuan. Aku mengambilnya. Dan akan membukanya.
Namun sebuah panggilan menghentikanku. Perempuan itu menelfon ayah. Dengan ragu dan jantung berdetak kencang aku mengangkat panggilan itu.
"Halo mas? Kamu jadi jemput aku?" Tanya sosok perempuan itu di telfon. Aku masih diam. Mungkin dia teman ayah? Tidak mungkin yang lainnyakan?
"Mas...??? Sayang kamu dengar aku gak sih?" Tanyanya. Aku terdiam. Sayang? Apa teman akan memanggil sayang?
"Sayang? Tane siapanya ayah?" Tanyaku. Namun wanita itu hanya diam dan kemudian mematikan panggilannya.
"Fanny lihat ha-"
Pertanyaan ayah terhenti saat melihatku menggenggam hpnya. Dia terdiam menatapku.
"Oh ada di kamu. Ayah cari-"
"Siapa Ratna?" Tanyaku sambil berdiri.
"Ratna? Dia teman ayah..." Katanya dengan nada ragu. Aku tersenyum.
"Teman? Teman ayah manggilnya sayang yah..??? Wahh..." Kataku pura pura terkejut.
"Pacar ayah? Calon istri?" Tanyaku. Ayah diam.
"Fanny ayah bisa jelasin." Katanya sambil mendekatiku. Aku mundur sambil meletakkan hp ayah ke atas meja.
"Fanny kaget dan gak nyangka aja gitu. Ayah punya pacar. Udah berapa tahun ibu pergi? Lama yah makanya cinta ayah ke ibu udah hilang. Apa kalau fanny pergi lama dari ayah, ayah akan melupakan fanny dan mencintai anak ayah yang lain?" Tanyaku bertubu tubi. Ayah berusaha mendekatiku tapi aku terus menjauh.
"Ayah tidak akan seperti itu sayangg... ayah sayang banget sama fanny." Kata ayah. Aku menggeleng tidak. Aku takut. Sangat takut. Dengan kehadiran wanita itu ayah akan melupakanku. Aku tidak ingin. Karena hanya ayah yang aku punya. Aku tidak ingin kehilangan cinta dari ayah.
"Biarin fanny sendiri ayah. Fanny butuh sendiri!" Kataku sambil berlari masuk ke dalam kamar.
Di dalam kamar aku berjongkok di bawah ranjang sambil menangis. Ketakutanku akan kehadiran orang itu akan menghilangkan rasa sayang ayah padaku. Aku menggeleng. Aku tidak ingin kehilangan kasih sayang dari ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You Prince Cold
RomanceSeperti planet yang selalu mengitari matahari. Akupun juga seperti itu. Hidupku selalu tentang dirimu. Aku akan selalu ada untukmu. Tidak perduli dengan kebencianmu dan kata kata pedasmu padaku aku akan tetap bertahan agar kau jatuh cinta padaku. Fa...