Bisakah waktu berhenti sejenak ?
Naiara mengikuti Arvin hingga ke taman belakang rumahnya. Taman yang dipenuhi banyak pepohonan dan bunga-bunga. Serta sebuah gazebo yang kiri kanannya adalah kolam ikan yang lumayan luas.
Meskipun hari sudah sore, namun udaranya masih terasa segar dan sejuk. Benar-benar tempat nyaman untuk menenangkan diri.
Dengan memberanikan dirinya, Naiara menyentuh lengan Arvin menggunakan telunjuknya.
Arvin yang menyadarinya pun menoleh ke arah gadis itu.
"Udah boleh nanya belom ?"
Arvin tersenyum melihatnya. Wajah gemas gadis itu selalu bisa membuat Arvin mengembalikan mood-nya.
"Mau nanya apa ?"
"Kamu beneran mau tunangan ya sama Nesya ?"
"Demi menyelamatkan perusahaannya, mereka memilih tuk melanjutkan pertunangan anak-anaknya. Bertahun-tahun aku menghindarinya. Tapi pada akhirnya, perjodohan itu kembali terjadi.__Bagaimana bisa aku menikah dengan orang yang gak aku cintai sama sekali ?"
"Papa benar-benar tega sama anaknya. Dia rela menjual anaknya sebagai jaminan bisnisnya. Sementara pernikahan itu bukanlah untuk main-main. Seolah hidupku benar-benar gak diizinkan lagi tuk memilih pilihan aku sendiri."
"Siapa bilang kamu gak punya pilihan ?"
"Pilihan apa lagi ? Jalan yang aku pilih, semuanya udah buntu. Gak ada jalan lagi. Aku gak mau pertunangan ini dilanjutkan, Nai. Aku udah janji sama kamu, gak akan ninggalin kamu. Dan aku gak mau kehilangan kamu."
"Aku juga gak mau kehilangan kamu, Vin. Tapi aku juga gak bisa tuk menghalangi keinginan kedua orangtua kamu. Kamu adalah satu-satunya harapan mereka tuk menyelamatkan perusahaan kalian."
"Kan masih ada kak Aline."
"Vin, kamu tau kan apa yang terjadi sama kak Aline akhir-akhir ini ? Dia pasti masih trauma tuk melanjutkan pernikahannya."
"Tapi kenapa harus aku ? Ini benar-benar gak adil buat aku, Nai."
"Di dunia ini gak ada yang gak adil, Vin. Semuanya udah diatur dengan keseimbangannya masing-masing."
"Jadi kamu setuju, pertunangan aku sama Nesya bakalan dilanjutin ?"
"Vin, bukan gitu maksud aku.."
Arvin menatap lekat wajah Naiara yang penuh kekhawatiran. "Sekarang aku tanya sama kamu.. Sebenarnya kamu sayang gak sih sama aku ?"
"Arvin ! Ya aku sayang lah sama kamu. Kalo aku gak sayang, gak mungkin aku bisa sama kamu sampe sekarang. Ngapain aku berjuang tuk orang yang masih meragukan kepercayaan aku, kalo dianya aja gak percaya sama dirinya sendiri."
Mendengar itu, Arvin pun langsung memeluknya dengan erat. "Maafin aku.."
"Kalo kamu ragu sama aku, coba tanya sama hati kamu sendiri, apa hati kamu juga meragukan aku ?"
Arvin menggeleng. "Aku cuma gak siap tuk kehilangan kamu lagi."
Naiara pun tersenyum menatap wajah seorang pria yang sangat disayanginya bisa sedekat itu dengannya. Lalu mengelus wajahnya.
"Dengerin aku.. Mau kamu dalam kondisi apapun, percayalah, aku gak akan pernah ninggalin kamu, Arvin. Aku cuma minta satu hal dari kamu.. Jangan pernah kamu ragukan lagi kepercayaan aku."
Keduanya menjadi saling melemparkan senyuman yang penuh arti.
Perlahan, Arvin mulai mendekatkan wajahnya. Kini, jarak pandang antara keduanya hanya beberapa centi saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN
Non-Fiction"Oyy.. ! Lo manusia apa bukan ?" Teriak seseorang yang tidak jauh dari belakangnya. Dengan cepat, Naiara menghapus air matanya. Seseorang itu pun mendekati Naiara. Ia tidak terlihat seperti dalam kondisi sadar sepenuhnya. "Ooh, ternyata lo manusia."...