Mulai jujur (Rev)

410 46 52
                                    

"Lo?" tanya Bulan.

"Iya gue, kenapa?" tanya balik Angkasa.

Ya, orang yang menyelamatkan Bulan adalah Angkasa. Lelaki yang katanya menyukai Bulan.

Bulan hanya diam. Bagaimana bisa orang ini yang menyelamatkannya?

"Hehh, kenapa bengong?" seru Angkasa.

"Gak apa-apa," jawab Bulan singkat.

"Gue anterin pulang naik mobil gue. Tapi, sebelum itu gue obatin dulu luka lo di halte. Kalo dibiarin bisa infeksi," jelas Angkasa yang sukses membuat Bulan melihat lututnya yang terluka.

Bulan belum membuka suara. Haruskah ia menerima tawaran Angkasa?

"Bengong mulu lo. Ayo dah gue papah lo," ujar Angkasa hendak memapah Bulan. Namun, Bulan mencegahnya.

"Eh entar dulu."

"Apalagi?"

"Kalo lo bawa mobil, kenapa lo ada disini?"

Angkasa menghela nafas pelan lalu menjawab pertanyaan Bulan tadi.

"Gue mau ke fotocopy depan, mobil gue tinggal dulu di parkiran. Udah nanyanya?"

"Udah."

"Yaudah ayo, luka lo harus cepet diobatin," ujar Angkasa.

Kini, Bulan hanya menuruti saja perintah Angkasa. Ia membiarkan Angkasa memapah dirinya menuju halte, agar lukanya bisa diobati.

"Pelan-pelan," ujar Angkasa pada Bulan.

Bulan pun duduk di kursi halte. Halte saat ini sedang sepi. Mungkin, yang lain sudah pada pulang. Angkasa mengeluarkan obat merah yang selalu ia bawa di tasnya. Ia membuka obat merah itu dan menuangkannya ke kapas yang juga ia bawa. Aneh bukan, seorang Angkasa membawa peralatan UKS padahal ia tidak ikut ekskul PMR.

"Lo sebenarnya ekskul nya apa sih? Bawa obat merah sama kapas gitu," tanya Bulan pada Angkasa yang sibuk mengobati lukanya.

"Emangnya kalo bawa obat begini harus ekskul kayak lo dulu?" serang balik Angkasa.

Bulan mendengus. Ditanya malah balik nanya.

"Ya gak sih, cuma kan aneh."

"Aneh kenapa?"

"Aneh aja."

"Lo yang aneh."

Bulan memelotot. Bisa-bisanya orang ini bilang dirinya aneh.

"Enak aja lo bilang gue aneh," oceh Bulan.

"Udah deh diem. Gak kelar-kelar nih gue ngobatinnya."

"Gak ada yang nyuruh lo ngobatin kan."

"Berisik."

Satu kata yang bisa membuat Bulan diam. Ternyata, lelaki idaman satu sekolah ini cuek nya minta ampun dan juga aneh. Kok bisa ya, orang kayak gini jadi idaman murid cewek satu sekolah?

Angkasa menempelkan plester ke luka Bulan yang sudah dibersihkan. Menyelesaikan tugasnya mengobati luka Bulan.

"Sudah, selesai."

"Thanks."

Angkasa hanya manggut-manggut. Sejenak, keduanya diam. Tak ada yang membuka pembicaraan. Seakan-akan topik pembicaraan hilang ditelan bumi. Bahkan, sepertinya Angkasa lupa bahwa ia harus mengantarkan Bulan pulang.

Karena merasa jengah, Angkasa pun akhirnya membuka suara.

"Lo, kenapa jalan kaki?" tanya Angkasa dan sukses membuat Bulan menoleh padanya.

ANGKASA BULAN (FINAL)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang