Chapter 21

38.8K 4.1K 376
                                    

Vote and comment please.
***

"Apa kau bilang?"

Suara Hera mengecil, dia menutup mulutnya syok dengan raut wajah yang terlihat begitu terguncang.

"Hera, aku sudah memeriksanya dan—"

"Jangan bercanda, Anne!" Hera menyela.

"Bagaimana mungkin aku..."

Nafas wanita itu benar-benar tercekat, dia kehilangan kemampuan untuk berpikir dan bersuara hanya setelah beberapa menit sejak kesadaranya dari pingsan tiga jam yang lalu.

Wanita yang mengenakan jas dokter di hadapannya menatap prihatin, meski wanita itu nyaris menghadapi hal seperti ini setiap hari, tapi dia tetap saja terlihat tidak siap harus memberikan kabar yang seharusnya jadi kabar bahagia ini pada orang-orang yang tidak siap, seperti Hera.

"Apa?" Tanya Hera, "Kau bilang aku kenapa?"

"Hamil, Hera."

Hera kambali tercekat, mendadak dunianya seperti begitu saja berhenti berputar.

Dia menatap Anne dengan wajah yang menjadi linglung.

"Dan dari dugaanku, kehamilanmu baru menginjak enam minggu, karena itu kau jadi sangat mudah kelelahan." Tambah Anne yang sama sekali tidak dimengerti Hera.

Dia menunduk, menatap ke arah perutnya benar-benar tidak percaya.

"Dokter Anne, tolong katakan semua ini bohong."

Anne segera duduk di ranjang rawat Hera, memegang pundak teman sepekerjaannya ini kemudian mengusapnya pelan untuk menenangkan.

"Hera, aku tau perasaanmu." Katanya.

Dia menggenggam tangan Hera yang sudah memegang perutnya takut-takut.

"Accidentally pregnancy itu memang bukan kabar yang bagus, tapi sebaiknya kau mendiskusikan ini dengan ayah bayi itu lebih dulu. Mencari jalan keluar sendirian bukan hal baik, kau tidak boleh membebani dirimu sendiri."

Hera menoleh pada Anne dengan wajah datar, terlihat begitu kehilangan arah.

"Tapi dia akan menikah." Katanya dengan suara pelan.

"Hera."

Anne semakin merasa bersalah, dia lantas membawa Hera kedalam pelukannya untuk memberikan sandaran atas kenyataan yang baru saja dia terima.

Hera menggigit bibir bawahnya saat setetes air mata tahu-tahu jatuh di pipinya. Tidak membalas pelukan Anne, dia malah gemetaran.

"Tolong." Hera berbisik, dia dengan lemah memegang lengan jas Anne.

"Tolong sembunyikan masalah ini sebagai seorang dokter, Anne. Aku tidak mau satu orang pun tahu tentang hal ini."

Anne mengangguk sedih, semakin mengeratkan pelukannya.

"Baiklah."

***

"Kau benar-benar mengagumkan dokter Sean. Bagaimana bisa lima jurnalmu kali ini pun di terima assosiasi medical research Internasional? Julukan jenius yang di sematkan pada mu ternyata memang bukan omong kosong ya!"

Sean yang dari sejak sore hingga malam ini sedang memeriksa gambar CT-Scan dari pasien-pasiennya di ruangan, terlihat tidak merasa bersalah karena mengabaikan dokter senior yang sedang tertawa didepannya.

at: 12amTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang