Chapter 23

182 4 0
                                    

Lana POV

"Oh iya makasih Dri infonya" ucap gue ke orang yang ada di sebrang telefon sana.

"Ya say- eh, Lana maksud gue, maaf masih baper nih hehe, take care"

Gue terkikik akibat perkataannya, gue menutup telefon dan memandang keluar jendela lagi.

Ga nyangka, sahabat yang gue kira ga ada satu pun kata "bohong", ternyata ada kan, dia bilang ga bakalan pacaran, bullshit.

"Lan?" Ucap seseorang.

Gue melihat ke arah suara.

"Lan? Dimana?" Tanyanya.

"Peduli apa lo" ucap gue ketus saat melihat muka cowo itu, ya, Davin.

"Peduli semua tentang kamu" ucapnya dengan nada bertanya.

"Apa ngebohong itu salah satu aturan sahabat kita? Apa kamu ga pernah mikir segima khawatirnya aku kalau lagi ga di sebelah kamu? Dan tadi bayaran kekhawatiran aku adalah berita kamu yang jadian sama ade kelas itu? Aku ga tau itu kabar baik atau buruk" ucap gue, dan berjalan menuju kasur.

Sebenernya gue juga ga ngerti, apa yang terjadi sama gue, gue seharusnya seneng akhirnya Sahabat gue punya pacar juga.

Tapi kenyataan dan yang dipikirkan berbanding terbalik.

Gue ngerasa ga enak hati, kayak ada yang ngeganjel.

"Kamu tau dari mana aku nembak Nanta?" Tanya Davin.

"Dri, kenapa? Kaget? Walaupun aku dirumah, aku masih punya info tentang kamu disekolah" ucap gue dengan santai.

"Apa kamu sendiri bisa lepas dari Dri? Bisa seluruh perhatiannya ke aku bisa ga? Bisa ga kamu ga mikirin Dri di delan aku? Apa kamu bisa? Kalau kamu bisa aku bakalan putusin Nanta, tapi pada kenyataannya kamu ga bisa, jadi? Keputusan aku untuk nembak Nanta udah bener"

Gue kaget dengan perkatannya, mungkin emang terdengar rada menuju ke gue lagi ya kesalahannya, tapi kenapa jadi gue yang salah sih?

"Aku udah lepas dari Dri! jangan ungkin-ungkit itu lagi!" bentak gue, dia melihat ke arah gue.

"Tapi, apa itu mengalihkan perhatian kamu ke aku? Aku juga ingin di perhatiin, walaupun kamu nganggep aku sahabat" ucapnya lalu duduk di sebelah gue.

Dia mengacak rambutnya dan tiduran, ya, masih lengkap dengan seragam khas sekolah gue.

"Ganti baju dulu" ucap gue.

"Apa pedulinya kamu" kan udah gue kasih perhatian malah marah-marah.

"Semua tentang kamu aku peduli, itu fakta" ucap gue lalu ikut tiduran.

"Gimana mau peduli, terakhir ngomong sayang aja ga tau kapan, mungkin udah lama banget" dia langsung memejamkan mata.

"Sekarang kan udah ada kelas itu yang selalu bilang sayang sama kamu" sindir gue.

Davin langsung melihat ke arah gue, dan menarik rambut.

"Hush" desahnya, "Kalau ngomong di jaga" ujarnya sembari mengelus rambut gue yang tadi di tarik dia.

"Tapi itu kenyataan" memang kan? Itu faktanya bahwa setiap mereka bertemu pasti bilang 'Say' atau yang lainnya.

Hening.

Yap, kita berdua di landa keheningan, tidak ada satu pun yang membuka pembicaraan, tidak ada satu pun yang mencari topik.

"Putusin ade kelas itu" ucap gue dengan tiba-tiba.

Davin menaikka alisnya satu dan merubah posisi tidurnya.

"Kalau aku putusin Nanta, apa kamu jadi perhatian ke aku? Ga kan, apa aku putusin ade kelas itu kamu jadi ngerti apa yang aku rasain? Ga juga, apa alesan kamu bilang gitu? Karena sekarang kamu ga punya pacar hah! aku cape sendiri terus, apa kamu pernah inget pas lagi jalan sama Dri, bahwa aku di rumah sendiri nunggu kamu, khawatirin kamu" jedanya, "Kamu ga pernah mikirin aku juga kan? Aku yakin Nanta pasti mikirin aku" ucapnya.

Emang dia khawatirin gue? Sejak kapan gue iri gitu, ngga, gue ga iri tapi gue cuman ga enak perasaan aja pas tau dia jadian sama Nanta.

"Yaudah aku mau ke rumah Nanta, kalau aku ga pulang ya berarti aku mati" gila ya Davin, ngomongnya asal aja, ga pake pikiran.

Gue melihat punggung Davin yang semakin lama hilang begitu saja.

"Bundaaa" teriak gue ke bunda yang udah ada di halaman belakang.

------------------//------------------

Changed MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang