1

12.1K 495 57
                                    

"Jaga dirimu baik-baik. Kuharap kau tidak lupa untuk makan." Setelah mengakhiri kalimatnya, wanita dengan bibir mungil berwarna merah terang itu tersenyum angkuh. Kakinya melangkah anggun menuju jendela besar yang menampakkan hiruk pikuk kota Seoul.

Wanita itu kemudian bersidekap, sambil mengetuk- ngetukan jari telunjuknya pada bagian lengan yang lain. Matanya terpejam sambil menghembuskan napas dengan kasar.

Hingga suara ketukan pintu menginterupsi dirinya, membuat sosok wanita dengan kulit putih dan rambut panjang yang menjuntai itu membalikkan tubuhnya. Mencari sumber suara.

Tidak lama kemudian, masuklah seorang lelaki tampan dengan stelan jas rapi. Tubuhnya sedikit membungkuk ketika berpapasan dengan wanita yang kini berjalan ponggah menuju ke arah dirinya.

"Nona, konferensi persnya akan dimulai beberapa menit lagi. Apakah kau sudah siap?" Tanya sang lelaki dengan nada yang begitu sopan. "Baiklah, aku akan turun dalam beberapa menit." Setelah mendengar kalimat yang terucap dari sang wanita, lelaki itupun kembali menundukkan tubuhnya lalu keluar dari ruangan.

Kim Jisoo, wanita pintar dengan ambisi yang tinggi itu saat ini sedang mematut diri dihadapan cermin. "Kau sempurna. Selalu cantik." Wanita itu berbicara pada pantulan dirinya didalam cermin sambil tersenyum simpul.

Kakinya kemudian berjalan berirama, ditambah dengan suara dari heels berwarna silver yang menambah kesan elegan pada sosoknya yang teramat cantik.

Beberapa sorot kamera tertuju pada sosok wanita yang mengenakan beludru berwarna merah nyala yang menambah kesan tegas pada dirinya.

"Selamat pagi, saya Kim Jisoo. Hari ini saya akan mengklarifikasi berita tentang kematian suami saya, Kim Taehyung." Beberapa blitz kamera menyala, menghasilkan cahaya benderang yang menyorot sosok cantik yang berdiri diatas podium.

Para wartawan bersiap untuk mencatat dan menyimpan informasi penting dari Kim Jisoo, wanita yang saat ini sedang berdiri tegap dihadapan semuanya.

"Suami saya meninggal dunia saat di Brazil. Kecelakaan mobil itu terjadi ketika mendiang sedang melakukan perjalanan untuk mengunjungi rekan bisnisnya." Jisoo sedang mencoba terlihat tegar dalam menjelaskan kematian sang suami.

"Untuk masalah perusahaan, semuanya akan saya ambil alih untuk sementara waktu. Saya harap teman-teman wartawan tidak berspekulasi macam-macam mengenai kematian suami saya. Karena ini mutlak kecelakaan." Sebelah tangan Jisoo terangkat, menutup mulutnya. Menahan isak tangis yang nyaris saja keluar dari sana. Pertahanannya mulai runtuh.

Salah satu wartawan mengangkat tangannya, menggunakan haknya untuk bertanya pada wanita yang saat ini terlihat sedang mengusap air yang keluar dari ujung matanya.

"Nona, bagaimana dengan pencalonanmu sebagai walikota Seoul?" Wartawan yang merupakan seorang gadis berambut pendek itu dengan ragu mulai membuka suara. Takut jika wanita sendu yang sedang berdiri didepan sana akan tersinggung.

"Aku akan tetap mencalonkan diriku sebagai walikota Seoul, aku meminta dukungan dari kalian semua." Jisoo kembali mengangkat kepalanya. Raut wajah sedihnya berubah seketika, senyum tersungging di bibir mungilnya.

Jisoo memiliki duality yang begitu dahsyat. Wajahnya yang selalu terlihat tegas dan berambisi, terkadang bisa berubah menjadi manis dan juga teduh. Seperti yang saat ini sedang dia lakukan. Menyuguhkan pemandangan yang teramat indah.

Senyum manis dengan bentuk menyerupai hati. Membuat siapapun yang melihatnya akan terpikat.

"Lalu bagaimana dengan perusahaan properti Kim?" Tanya wartawan yang lain. "Saya juga yang akan menghandlenya." Jawab Jisoo dengan mantap.

"Saya meminta doa dari kalian semua. Semoga dapat diberi ketabahan dan kekuatan untuk menjalani semuanya. Walau bagaimanapun, kehidupan harus berjalan seperti bisanya." Wanita itu terlihat lebih tegar dari sebelumnya. Membuat semua orang yang berada di ruangan terkagum melihat kepribadiannya.

"Semoga Tuhan memberkatimu, nona. Kau adalah wanita yang hebat." Seorang lelaki berjaket bomber mengangkat tangannya sambil berteriak. Dia kemudian bertepuk tangan. Kemudian disusul oleh yang lainnya, hingga akhirnya seluruh ruangan riuh dengan suara tepuk tangan.

Setelah acara konferensi pers selesai, Jisoo kembali kearah ruangannya. Berjalan beriringan dengan lelaki betubuh tinggi tegap dengan balutan jas rapi yang membuat penampilannya sempurna.

"Kapan acara bantuan dana sosial untuk anak yatim piatu akan dilaksanakan, Namjoon?" Tanya Jisoo tanpa mengalihkan pandangannya pada sang lawan bicara. Namjoon, karyawan kesayangan wanita itu dan mendiang suaminya.

Teman sepermainan Taehyung sewaktu masih bersekolah. Memiliki IQ diatas rata-rata. Salah satu karyawan terbaiknya, oleh karena itu Jisoo mempercayakan semuanya pada Namjoon. Tanpa terkecuali.

"Acaranya akan diadakan lusa, Nona. Aku sudah mengatur jadwalnya. Jadi kau tidak usah khawatir." Jisoo membuka pintu ruangannya setelah sampai disana, tubuhnya berbalik pada Namjoon. Tangan mungilnya meraih dasi yang menggantung dileher lelaki berambut cokelat gelap itu. Membetulkan letak dasi yang sedikit berantakan.

"Terimakasih untuk kerja kerasmu, Namjoon. Kuharap semuanya berjalan dengan lancar. Aku rasa aku perlu memberikan sebuah apresiasi untukmu. Mau bermain sebentar?" Jisoo mendekatkan wajahnya pada lelaki yang berada di hadapannya itu.

Merasa tidak nyaman dengan jarak yang begitu dekat antara wajahnya dan wanita yang kini sedang menggodanya dengan tatapan nakal, Namjoon mundur satu langkah dari tempat kakinya berpijak saat ini.

"Terimakasih atas tawaranmu, nona. Tapi maap aku tidak bisa menerima hadiah yang kau tawarkan. Aku—" belum sempat Namjoon melanjutkan kalimatnya, Jisoo sudah memotongnya terlebih dahulu. "Kenapa? Apa karena kau teman dari Taehyung? Ayolah, kau tahu kan Taehyung sudah tidak disini?" Jisoo mengerjapkan matanya, menggoda sang lawan bicara.

"Tidak, bukan seperti itu nona. Kau adalah atasanku. Jadi aku tidak sepantasnya melakukan hal diluar kewenanganku. Aku pamit, nona. Masih ada pekerjaan yang perlu diselesaikan." Setelah merampungkan kalimatnya, Namjoon membungkukkan tubuhnya hormat kemudian berjalan menjauh dari Jisoo. Wanita itu hanya menatap kepergian Namjoon dengan tersenyum asimetris.

Jisoo kemudian melangkahkan kakinya kedalam ruangan besar miliknya, dulu ruangan itu milik Taehyung. Tapi saat ini menjadi miliknya, karena suaminya telah tiada.

Warna hitam mendominasi tiap sudut ruangan. Taehyung sangat suka hitam. Bahkan dulu, Taehyung sering memakai baju warna hitam. Begitupun didalam lemarinya. Hanya ada beberapa pakaian berwarna lain, hitam mendominasi isi lemari pakaian pria Kim itu.

Jisoo mengurut pangkal hidungnya sambil duduk di kursi kebesaran milik Taehyung. Dadanya terlihat naik, menarik napas panjang kemudian menghembuskannya. "Kau bisa melakukannya, Jisoo.." ucapnya bermonolog pada diri sendiri.

Jisoo kemudian mengambil ponsel pintar miliknya yang tergeletak diatas meja setelah benda pipih itu berbunyi. Dengan malas wanita itu menggeser tombol untuk menjawab panggilan.

"Ada apa?"

"Hey, aku sudah mendengar berita tentangmu. Tapi aku bingung.."

"Apa maksudmu?"

"Aku bingung, apakah aku harus senang atau aedih ketika mendengar berita kematian Taehyung haha"

"Berhenti tertawa. Tidak ada yang lucu"

"Oke maapkan aku. Apakah kau ada waktu luang? Aku ingin bertemu denganmu. Aku merindukanmu"

"Hentikan, Jimin!"

TBC

Ineffable [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang