19

2.5K 253 20
                                    

Jisoo memakan habis bubur yang telah dimasak oleh Jungkook. Membuat pria Jeon itu sedikit lega, pasalnya saat insiden di bandara tadi Jisoo begitu terlihat lemah. Tubuhnya bergetar hebat. Entah ada apa dengan wanita itu.

Padahal selama ini Jungkook menganggap bahwa Jisoo adalah wanita yang paling kuat. Tapi ternyata sekuat apapun wanita, mereka tetaplah punya sisi yang lemah dan harus dilindungi.

"Nona, apa kau sudah merasa baik?"

"Ya, aku tidak apa-apa. Jangan hiraukan aku."

"Apa tidak masalah jika kau tidak jadi menemuinya?"

Jisoo menatap Jungkook yang kini sedang duduk berhadapan dengannya. Maniknya bertubrukan dengan bola mata bulat dengan warna yang legam. Menampilkan begitu tampannya sosok pria yang saat ini sedang ada dihadapannya.

"Aku bisa pergi lain waktu. Jadi jangan terlalu mengkhawatirkanku."

"Nona, apa sebaiknya kau tidak perlu bertemu lagi dengan Taehyung?" Kalimat itu keluar dari mulut Jungkook dengan spontan. Pria itupun merutuki dirinya atas hal gila yang baru saja dia katakan.

"Kenapa memangnya?" Tanya Jisoo penasaran.

Jungkook memutar bola matanya. Otaknya berpikir keras untuk mencari jawaban atas pertanyaan Jisoo. Terkadang Jungkook merutuki dirinya sendiri atas ucapannya yang kelewat spontan.

"Begini nona, semua orang tahu bahwa Taehyung sudah meninggal. Bahkan setelah dirinya tidak ada disampingmu, dia selalu membuatmu kesulitan. Apalagi jika sampai kau bertemu dengannya, lalu bagaimana jika ada yang melihat kalian bertemu? Apa yang akan dilakukan oleh masyarakat terhadapmu?

Menurutku, tanpa Taehyung kau sudah bersinar. Sangat. Jadi menurutku sebaiknya kau membiarkan Taehyung tetap di Brazil dengan kehidupan barunya, sementara kau disini bisa menjalani kehidupan barumu sebagai Kim Jisoo. Calon walikota Seoul."

Panjang lebar Jungkook menjawab sebisa mungkin agar terlihat natural; tidak dibuat-buat. Namun Jisoo hanya terkekeh, tawanya meledak seakan sedang mendengarkan lelucon.

"Benar kata orang-orang, bahwa berbicara akan lebih mudah daripada melakukan." Jisoo menatap Jungkook dengan nyalang. Pria Jeon itu mendadak gelagapan melihat sorot mata Jisoo yang begitu tajam.

"Tidak semudah itu untuk lepas dari seseorang yang berarti dalam hidupmu, Jeon. Tidak mudah. Taehyung bagiku sudah seperti candu. Mati-matian aku menahan rindu dan hasrat dalam diriku untuk bertemu dengannya, lalu kau dengan mudahnya menyuruhku untuk tidak menemuinya selamanya? Apa kau tidak pernah mengalaminya, Jung? Berjauhan dengan kekasihmu atau dipaksa mengakhiri hubungan dengan kekasihmu sehingga kau tidak akan pernah bisa melihatnya lagi, sementara kau begitu mencintainya?"

Jungkook memalingkan pandangannya dari Jisoo. Wanita cantik dengan mata yang sedikit berair itu terlihat menggertakkan giginya. Sangat marah. Tapi tidak sedikitpun mengurangi kecantikan yang dimiliki olehnya.

Namun entah mengapa, Jungkook lebih senang menatap keramik yang ada dibawah kakinya. Menjadikan keramik itu pemandangan yang lebih indah dibanding wanita yang kini sedang berhadapan dengannya.

"Maafkan aku tidak bisa mengerti posisimu, nona. Karena aku belum pernah mencintai seseorang dengan dalam seperti perasaanmu pada Taehyung. Aku ini amatiran jika menyangkut soal cinta." Jungkook masih setia dengan posisinya. Kepalanya tertunduk guna memperdalam tatapannya pada keramik yang tidak akan berubah atau bergeser sedikitpun.

"Aku hanya tidak ingin kau terluka, nona. Kau terlalu berharga untuk disakiti oleh seorang Kim Taehyung. Aku tidak bermaksud untuk membuatmu marah atau yang lainnya. Aku hanya ingin kau hidup bahagia tanpa ada bayangan dari Taehyung. Itu saja."

Jisoo tertohok dengan jawaban Jungkook. Apa pria itu baru saja mengungkapkan perasaannya, lagi? Apa Jungkook saat ini sedang cemburu? Tapi kenapa? Apa Jungkook benar-benar menyukai Jisoo? Atas dasar apa dia mengucapkan semua kalimat itu?

Beberapa pertanyaan muncul dikepala Jisoo. Mengingat Jungkook yang selalu ada untuknya. Walaupun masa kerjanya belum lama, tapi Jisoo merasa bahwa Jungkook memberikan energi positif padanya.

Tanpa disadari, Jungkook selalu ada untuk Jisoo selama ini. Pria Jeon itu selalu berusaha melindungi Jisoo sebisa mungkin.

"Tidak perlu dipikirkan, nona. Kurasa saat ini kau sudah membaik, jadi aku akan ijin pulang." Jungkook bangkit dari posisi duduknya. Tubuhnya membungkuk hormat pada Jisoo, kemudian berbalik meninggalkan Jisoo yang sedang mematung pada posisinya tanpa meminta persetujuan dari wanita tersebut.

"Berhenti, Jung!" Titah Jisoo. Mau tidak mau Jungkook menghentikan langkahnya. Matanya terpejam seraya menarik napas panjang.

Derap langkah kaki terdengar nyaring di rungu Jungkook. Pria itu tahu bahwa saat ini Jisoo sedang menghampirinya.

"Siapa yang mengijinkanmu pulang, huh?" Jisoo sampai dihadapan Jungkook. Maniknya menatap presensi Jungkook yang masih memejamkan matanya. "Aku tidak akan membiarkan karyawanku pulang dengan keadaan terluka."

Kalimat terakhir yang keluar dari mulut Jisoo mampu membuat Jungkook membuka kedua matanya. Tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh atasannya itu, Jungkook mengerutkan dahinya.

Jisoo meraih tangan kiri Jungkook, mengangkatnya tinggi-tinggi. Memperlihatkan sebuah goresan di punggung tangan milik Jungkook, hingga membuat pria itu membolakan matanya.

"Tanganku? Kenapa bisa begini?" Tanya Jungkook kaget. Jisoo hanya menggedikkan bahunya sambil menuntun Jungkook ke arah ruang tengah.

"Buka bajumu!"

"N-nona, tapi—"

"Jangan membantah dan cepat lakukan perintahku."

Jungkook perlahan membuka jas kemudian kemeja miliknya. Jisoo memperhatikan punggung milik Jungkook sambil menelan ludahnya kasar. Tangannya sibuk mencari obat didalam kotak P3K tetapi matanya tak bisa lepas dari pemandangan indah yang ada dihadapannya.

"Lihat karena kecerobohanmu, tubuhmu jadi babak belur begini." Sarkas Jisoo. Jungkook yang tidak mengerti dengan perkataan atasannya itu hanya memberi respon singkat. "Apa yang kau maksud, nona?"

Jisoo bergegas mengambil ponsel pintar miliknya, kemudian membuka aplikasi kamera. Mengambil potret punggung lebar Jungkook yang terdapat beberapa luka goresan dan juga memar, kemudian memperlihatkannya pada bodyguardnya itu.

Mata Jungkook membola sempurna menatap layar ponsel Jisoo yang menampakkan potret punggungnya dengan beberapa luka memar.

"Kenapa punggungku seperti ini?"

"Kau pikir kenapa aku menyuruhmu membuka baju, huh?"

"Kupikir kau akan memintaku seperti waktu—"

"Apa?"

Jungkook menggelengkan kepalanya pelan. Merasa malu karena pikiran mesumnya.

"Diamlah, aku akan mencoba mengobatimu."

"T-tidak usah, nona. Biar aku mengobatinya sendiri."

"Kau bercanda? Mana bisa mengobati punggung dengan sendiri?"

"Aku bisa melihatnya dengan cermin, nona."

"Diam dan tutup saja mulut bodohmu itu. Lagipula kau begini karena melindungiku, jadi aku akan mengobatinya semampuku."

Jungkook akhirnya mengangguk dan menuruti kata-kata Jisoo.

TBC

Ay..ay..!
Menurut kalian gimana ceritaku yg ini?
Suka atau tidak?
Boleh vote dan komen banyak-banyak yaa
Thanks for your support💜🖤💖

Ineffable [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang