Sepasang Mata yang Murka

81 12 0
                                    

Hari Minggu yang cerah. Sebenarnya dr. Aldrich ingin mengajak Rinz jalan-jalan ke pantai. Namun Rinz menolaknya. Rinz ingin memeriksa lagi rangkuman kasus pembunuhan berantai di papan tulis dr. Aldrich. Ada beberapa hal yang ingin ditambahkannya. Dia juga ingin menghubungkan benang merah yang mengaitkan antar kasus mengerikan tersebut.

Jadi setelah sarapan, Rinz masuk ke ruang kerja dr. Aldrich dengan penuh semangat. Dibacanya ulang tulisan-tulisan aneh di papan tulis itu. Diambilnya kapur tulis dan ditulisnya korban ke-25 dan ke-26 yang ditemukan 10 hari lalu. Rinz menulis nama korban pria paruh baya yang meninggal dengan cara yang sama seperti korban-korban sebelumnya sebagai korban ke-26. Korban ke-25 adalah dr. Aldrich. Data forensik hasil otopsi tim BFN telah senada dengan dr. Anwar. Korban ditusuk menggunakan penusuk es.

Fakta baru ditemukan, korban dikuliti dengan pisau fillet buatan Jepang yang biasa digunakan untuk membuat sushi. Rinz bergidik ngeri. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana manusia tega menguliti manusia yang lainnya. Rinz tak habis pikir monster macam apa yang setega itu.

"Penusuk es dan pisau fillet sama-sama digunakan mereka yang bekerja di dapur," celetuk dr. Aldrich. Dia berdiri di belakang Rinz.

"Bukan pisau bedah yang digunakan?" tanya Rinz.

"Jika dilihat dari lukanya tidak, Rinz. Pelaku hanya menggunakan pisau fillet," jelas dr. Aldrich.

"Apakah menurutmu pelaku adalah seseorang yang berhubungan dengan dunia medis atau mereka yang bekerja di dapur?" tanya Rinz lagi.

"Mereka? Menurutmu pelakunya bukan satu orang?" dr. Aldrich malah balik bertanya.

"Bisa 1, 2, atau 3," jawab Rinz.
"Pembunuh Pak Suparman telah tertangkap. Namun dia hanya suruhan. Berarti dalangnya masih bebas berkeliaran. Itulah mengapa aku menyebutkan kata 'mereka'," jelas Rinz.

"Mereka bisa dari profesi apapun," seloroh dr. Aldrich kemudian.

"Ketika diserang dulu, apakah Kamu dalam keadaan sadar, Dok?" tanya Rinz lagi.

Rinz ingin mencocokkan hasil temuan tim UPR yang menggertak BFN untuk otopsi ulang. Mereka menemukan morfin dalam darah korban. Morfin adalah alkaloid analgesic, zat yang biasanya digunakan untuk menghilangkan rasa sakit. Dengan kata lain, korban dibius sebelum dibunuh. Tidak heran hanya satu di antara 26 korban yang menunjukkan perlawanan. Hanya pada darah korban wanita karyawan bank itu saja yang tidak ditemukan morfin. Dia juga tidak dikuliti. Namun, pelakunya adalah orang yang sama yang telah membunuh Pak Suparman. Itulah mengapa wanita itu pun masuk ke dalam daftar korban pembunuhan berantai penusuk es.

"Aku dibius," sahut dr. Aldrich, "Aku baru saja keluar dari kamar mandi ketika ada dua pria bertopeng yang sudah menungguku di depan pintu. Salah satu dari mereka menyemprotkan obat bius. Aku melawan, namun badanku sudah mati rasa sebagian karena obat biusnya. Aku hanya merasa kesakitan dan remuk ketika mereka memukuliku. Aku masih setengah sadar. Aku juga masih setengah sadar ketika mereka menyeretku ke kamar mandi, memasukkanku ke bath up, lalu salah satu dari mereka mengiris pergelangan tanganku," jelas dr. Aldrich. Dia melihat pergelangan tangannya yang masih diperban.

"Pasti sakit sekali," cetus Rinz iba.

"Ehm, sangat," kata dr. Aldrich sambil mengangguk.

"Aku merasakan pelukanmu dan mendengarmu berteriak menangisiku. Kamu membuatku ingin hidup hari itu, Rinz" kata dr. Aldrich sambil menatap Rinz lembut.

Rinz membalas tatapan itu, "Aku sudah kehilangan ibu dan ayah. Aku ga ingin kehilangan Kamu," ucap Rinz.

"Kamu jadi romantis sekarang. Apakah setelah ini Kamu akan pindah genre komik romance?" goda dr. Aldrich.

My Psycopath DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang