Stolen Kiss

88 15 0
                                    

Pukul 20.03, Rinz baru keluar dari kantor polisi. Dia langsung berjalan ke mobilnya yang sudah diambil tadi siang dari depan Cafe Ambyar. Dia menyetir mobilnya pelan-pelan menuju Klinik AlSkinCare.

Pukul 20.30, klinik itu sudah gelap bagian lobynya. Rinz bergegas masuk. Pintunya tidak terkunci. Di ruang perawatan, lampu masih menyala. Terlihat jelas siluet pria tinggi diikat rambutnya dari balik tirai. Rinz memutar gagang pintu.

"Masuklah, Detektif! Kupikir kamu tidak jadi datang." seru suara dr. Aldrich ramah. Rinz terkejut dengan suara ramah itu. Bukankah selama ini dokter itu terkenal angkuh.

Dilihatnya dr. Aldrich masih bekerja. Di mejanya terdapat tabung-tabung kecil dan beberapa cream yang entah untuk apa. Rinz memutar pandangannya ke sekeliling ruangan. Hanya ada mereka berdua di situ. Rinz meletakkan tasnya di atas meja.

"Duduklah!" kata dr. Aldrich.
Rinz duduk di kursi pasien. Sandaran kursi diturunkan dr. Aldrich. Posisi Rinz jadi setengah berbaring.

"Aduh!" Rinz mengaduh, punggungnya terjepit rompi pistolnya. Di dalam film, polisi bisa berbaring nyaman dengan rompi pistol menempel badannya. Dalam kehidupan nyata, berbaring seperti itu sangat tidak nyaman.

"Kau bisa melepasnya, Detektif." kata dr. Aldrich.

Rinz melepas blazernya. Rompi pistol lengkap dengan pistolnya terlihat. Rinz lalu melepasnya dan meletakkannya di meja sampingnya. Dia lalu kembali berbaring. Rinz tidak berpikir macam-macam. Dia bahkan tidak takut jika dr. Aldrich akan melakukan sesuatu dengan pistolnya itu.

"Aku akan membersihkan wajahmu dulu." kata dr. Aldrich sambil mendekatkan hidungnya ke wajah Rinz. Rinz menggeser kepalanya.
"Apa yang sedang Kau lakukan, Dok?" Rinz merasa tidak nyaman. Lagi-lagi hidungnya mencium bau harum dari dokter itu.

"Aku sedang mencari tahu apa yang kamu pakai di wajahmu. Sepertinya kamu hanya memakai pelembab dan bedak bayi." jelas dr. Aldrich.
Dia benar, Rinz tidak bisa memakai yang aneh-aneh untuk kulitnya yang sensitif.

Rinz memejamkan mata, dibiarkannya dr. Aldrich yang mengambil kapas dan mengolesinya wajahnya dengan pembersih muka. Wajah Rinz dibersihkan beberapa kali dengan cairan dan sesuatu yang berbentuk lotion yang berbeda. Rinz sendiri tidak tahu namanya.

"Berapa kali membersihkannya, Dok?" tany Rinz penasaran.

"3 kali sampai bersih." jawab dr. Aldrich singkat.

Rinz membuka matanya, dilihatnya dr. Aldrich berdiri mengambil sesuatu.

"Aku akan menempelkan masker, Detektif. Kau boleh tidur selama memakasi masker. Masker ini akan membuat wajahmu merasa rileks. Kau boleh memejamkan mata." kata dr. Aldrich.

Rinz memejamkan mata lagi, dibiarkannya dr. Aldrich memasang masker ke wajahnya. Benar kata dokter tampan itu, masker itu lembut sekali. Rinz yang sudah kelelahan hari ini jadi mengantuk. Rinz memilih untuk tidur.

"Sekarang jam 21.00, waktuku mandi. Silahkan tidur dulu. Masker ini akan bekerja selama 20 menit." jelas dr. Aldrich.

"Apa Kau selalu mandi jam 21.00, Dok?" selidik Rinz iseng.

"Iya." sahutnya singkat, dia lalu meninggalkan Rinz sendirian.

Rinz tak mendengar suara apa-apa lagi. Dia terlelap dengan cepat.
*****

Pukul 21.30, Rinz terbangun. Dia merasa tubuhnya lebih rileks. Dengan mata terkerjab-kerjab dia mencari dr. Aldrich yang ternyata sudah duduk di sampingnya. Dia tersenyum menatap Rinz.

"Tidurmu nyenyak sekali, Detektif. Sepertinya Kau jarang tidur nyenyak." tegur dr. Aldrich sambil tersenyum. Senyumnya terlihat tulus.

Rinz juga hanya tersenyum. Dia menggeliatkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri. Rinz lalu duduk. Dr. Aldrich menaikkan sandaran kursi pada posisi duduk. Lagi-lagi posisi kepala mereka jadi dekat sekali.

My Psycopath DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang