Pria itu tersentak dipanggil Alfred. Dia menggigil tiba-tiba. Nafasnya tersengal seperti dia saja yang sedang dicekik. Tanpa sadar kuku jarinya menembus kulit leher Rinz yang tipis. Pria itu tersadar telah melukai Rinz ketika melihat kukunya yang terkena darah Rinz.
Dia tersentak lagi, lalu melepaskan cengkeraman tangan kanannya dari leher Rinz dengan cepat. Rinz terjerembab ke lantai ke seketika. Bam! Tubuhnya terbanting ke lantai dengan keras.
Pria itu menatap Rinz yang sudah tergeletak di lantai. Rinz telah tak sadarkan diri. Dipandanginya tubuh yang terkulai tak berdaya itu. Seseorang memanggil namanya Alfred. Dia mulai bingung. Dijatuhkannya pula benda tajam berkilat dari tangan kirinya.
Dia berjongkok di depan tubuh Rinz. Tubuhnya gemetaran, tangan dan kakinya terasa lemas. Disentuhnya wajah Rinz dengan lembut. Leher Rinz terluka karena kuku yang menancap. Empat luka di lehernya membentuk barisan merah mengerikan.
"Kamu memanggilku Alfred? Apakah aku Alfred? Bukankah aku Aldrich?"
Pria itu berbicara sendiri. Tangannya gemetar menyentuh wajah Rinz yang pucat. Dibelainya wajah Rinz. Disingkapnya rambut Rinz yang berjatuhan di wajah dan menempel karena keringat.
Pria itu tiba-tiba berdiri dengan cepat. Dicarinya cermin di kamar Rinz. Dia menatap pantulan dirinya di cermin.
"Siapakah aku?"
Pria itu berbicara sendiri lagi.Ditelusurinya wajah dan tubuhnya. Dia berusaha mengingat sesuatu. Sebuah tato berupa tulisan terlihat di dada kirinya. Tulisan itu berbunyi "Aldrich". Dia tersenyum.
"Ayah memanggilku Aldrich, tapi Rinz memanggilku Alfred,"
"Aku Aldrich, bukan Alfred,"
Pria itu menyeringai dengan mengerikan. Dia berbicara sendiri dengan linglung.
"Bagaimana Rinz tidak mengenaliku? Rinz adalah istriku. Akulah yang dinikahkan ayah dengannya," dia berbicara sendiri lagi.
Beberapa kali dia menatap dirinya sendiri di cermin sambil tersenyum. Senyumannya menakutkan. Senyuman antara berusaha meyakinkan diri sendiri, pantulannya di cermin, dan bahkan Rinz yang tak sadarkan diri di lantai. Di balik senyuman itu, tampak jelas kecemasan yang menggunung dan kebingungan akan jati diri.
Setelah berbicara dan tersenyum sendiri selama beberapa waktu, raut wajahnya tiba-tiba berubah. Kini dia terlihat cemas, bingung, dan tertekan. Dia balik kanan dan berjalan pelan kembali mendekati Rinz. Dia lalu duduk di lantai. Dipangkunya tubuh Rinz di atas pahanya.
"Rinz. Istriku," ucapnya.
"Apa yang sudah kulakukan?"
Pria itu berbicara sendiri lagi.
Tiba-tiba dia menangis, dipeluknya tubuh Rinz. Air matanya berjatuhan di wajah Rinz yang memucat. Disentuhnya leher Rinz yang tadi dicekiknya. Bekas cekikannya menimbulkan warna merah.
Dia menangis lagi. Dipeluknya Rinz lebih erat. Dia seolah menyesali perbuatannya."Arienta . . .!"
"Arienta . . .!"
Dia berteriak memanggil-manggil Rinz dengan putus asa.Sayang, yang dipanggil tak menyahut. Rinz bahkan tidak menunjukkan respon apapun.
Tiba-tiba terdengar suara sirine mobil polisi mendekat ke arah rumah Rinz. Pria itu sangat kaget. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri kebingungan. Mobil itu sepertinya berhenti di depan rumah Rinz. Terdengar sayup-sayup suara gerbang yang dipaksa buka dari depan.
Pria itu tampak kebingungan dan putus asa. Tanpa menunggu waktu lama, diletakkannya kembali tubuh Rinz ke lantai. Dikecupnya kening Rinz dengan lembut. Dia lalu berlari ke pintu belakang dan menghilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Psycopath Doctor
Mystère / ThrillerRinz seorang kreator webtoon yang tidak pernah peduli dengan pekerjaan ayahnya, seorang polisi di Kota Metropolis. Ayahnya, Detektif Zoe sudah hampir 6 tahun mengejar pembunuh berantai yang membunuh korbannya dengan keji. Suatu hari, Detektif Zoe di...