🍟6. Latihan

58 5 0
                                    

Suara handphone yang berdering menarik pandangan Syila untuk menoleh ke samping. Ia bangkit dari duduknya setelah berdo'a pada Sang Pencipta di atas hamparan sajadah.kemudian meraih benda pipih yang terus bergetar dan mengangkatnya.

"Halo" sapa Syila mengawali

"Nanti latihan. Jangan lupa bawa baju ganti" Suara seorang lelaki menyahut.

"Iya kak" Balas Syila menurut.

Sambungan terputus begitu saja. Jangan di hiraukan lagi sikap Faris dengan segala keanehannya. Di subuh hari menelpone hanya untuk mengatakan bahwa mereka nanti akan latihan. Berbicara to the poin dan tanpa akhiran yang baik. Faris langsung saja mematikan sambungan telephone tanpa aba aba.

Syila beralih merapikan perlengkapan sholatnya dan mempersiapkan diri untuk berangkat ke sekolah.

Kemarin sore Pak Arya mengatakan bahwa Syila akan mulai latihan secepatnya. Sungguh menyedihkan menjadi Syila. Ia merupakan satu satunya murid yang tidak tuntas dalam praktek permainan bola basket di angkatannya. Padahal materi tersebut telah berlalu di awal semester satu. Bukan Pak Arya namanya bila tak menuntun seluruh murid untuk bisa.

Pada mulanya banyak juga murid yang tidak bisa, namun lama kelamaan mereka berlatih dan akhirnya tuntas. Berbeda dengan Syila yang justru semakin ia coba, semakin tidak bisa.

Tapi siapa sangka karena hal itu ia harus diajarkan oleh kapten basket sekolah yang merangkap menjadi ketua osis lengkap dengan wajah tampannya. Entahlah ini akan menjadi anugerah. Masalahnya Syila bukan gadis sekolah yang menjadi salah satu pengagum Faris. Ia adalah Raina Arsyila, gadis yang meyukai pria hangat, humble, dan humoris.

Saat pengambilan nilai basket minggu lalu Syila di panggil ke kantor menemui Pak Arya karena nilai olahraganya. Awalnya Syila takut. Pak Arya terkenal galak di sekolah karena ketegasannya yang luar biasa. Namun diluar dugaan, saat ia menemui Pak Arya di kantor, justru guru olahraganya itu berbicara sangat lembut, bagaikan nasehat seorang ayah pada anak gadisnya, sungguh menyentuh hati. Ketika itu Syila menceritakan keluh kesahnya selama latihan yang selalu gagal dan pak Arya memutuskan untuk memberikan Syila pelatih dari salah satu siswanya yang hebat di bidang basket.

Mengingat begitu perhatiannya sikap Pak Arya, Syila tidak tega untuk menolak. Biarlah ia berada dalam kecanggungan bersama Faris. Yang penting ia tak menolak dan tak membuat Pak Arya kesal, sakit hati dan frustasi memikirkan nilainya terus menerua. Biarlah Syila yang menerima. Toh, salah ia juga kenapa tidak tuntas bukan?

Pergi sekolah, Syila selalu menaiki angkutan umum. Sekarang ia berangkat menaiki bus. Tidak tahu nanti. Menaiki angkutan umum secara random entah itu angkot, bus, maupun ojek. Tapi syila lebih suka bus.

Syila datang semenit lebih dulu dibanding guru mengajar. Rasa was was Nana sebagai teman Syila itu loh yang menyesakkan pikirannya.

" Lo naik bus lagi?" tanya Nana menahan geram

Syila mengangguk dan tersenyum tidak enak pada Nana.

" Keras kepala banget, sih, Syila. Gue bisa jemput tiap hari. Rempong otak tiap pagi mikirin lo. Kalo lo telat gimana?" sembur Nana

" Kasihan kamu harus bolak balik, Na"
Nana menarik napas panjang. Syila memang unik. Ia bisa bawa motor. Ia juga bisa menyetir. Motor dan mobil juga terparkir rapi di garasi rumahnya. Dan Syila memilih naik anggutan umum?

"Lo pake gak enakan sama gue. Pikiran gue terkuras tiap pagi karena khawatir sama lo. Emang Lo mau ngerasain di hukum Singa Sekolah?"

Nana mengalah pada banyaknya kosa kata yang menyembur meminta di keluarkan. Ia beralih menatap ke depan memperhatikan Bu Asri menjelaskan tentang "Larutan penyangga" di papan tulis.

ARSYILA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang