Readers-nim, semoga kita bisa berteman ya. Jangan lupa tinggalkan jejakmu ^^
Happy reading. ❤️
***
Rama baru saja bangun tidur. Ia melirik jam dinding di kamarnya. Masih jam 7 pagi. Tumben abang nggak bangunin?
Ia lalu beranjak ke kamar mandi, cuci muka, sikat gigi, lalu pergi ke kamar Raka. Ini ritual, kalau Rama nggak dibangunin Raka, berarti Raka yang belum bangun.
"Bang? Udah bangun, belum?" Rama sedikit berteriak sambil mengetuk pintu. Masih dengan nyawa yang baru terkumpul setengah. Ia memanggil Raka sambil menguap. Tidak lama, pintu kamar Raka terbuka. Abangnya itu sudah berpakaian rapi. Mau kemana?
Raka mengernyit menatap Rama yang matanya belum melek sempurna. "Tumben, kamu udah bangun?"
"Abang mau kemana?" Sahut Rama tidak nyambung.
"Abang ada urusan di kantor sebentar. Nyelesain masalah kemaren. Abang tinggal dulu, ya?"
"Hari Sabtu gini? Memangnya nggak bisa diurus hari Senin?" Protes Rama. Ia mencebik lucu. Raka jadi gemas. Adiknya ini beneran sudah dewasa belum, sih? Kenapa tingkahnya menggemaskan sekali?
"Nggak bisa, Dek. Ini masalah penting. Sarapan kamu udah abang siapin tuh. Abang cuma bentar kok."
"Yaudah, deh. Nanti bantuin Rama ngerjain proposal ya, Bang?" Raka tersenyum lalu mengangguk. Ia mengacak rambut Rama lalu melangkah pergi. Yudha dan pak Ardi sudah menunggunya. "Abang tinggal dulu, ya!" Pamitnya.
Rama hanya memperhatikan langkah abangnya dari atas. Sampai presensi Raka benar-benar hilang dibalik pintu utama. Hari Sabtu begini biasanya dia akan menghabiskan waktu berdua dengan Raka. Entah itu membersihkan rumah atau malah mengotorinya. Meskipun Rama sudah besar, tetap saja ia ingin melakukan rutinitas itu. Mumpung Raka belum menikah. Wah, Rama jadi kepikiran. Nanti kalau Raka menikah, nasibnya bagaimana, ya? Mengerikan sekali sendirian di rumah selamanya. Rama bergidik ngeri. Ia lalu kembali ke kamarnya. Lanjut tidur aja, deh.
***
"Begini, Raka. Yudha sudah menjelaskan semuanya ke saya kenapa komputer kamu bisa sampai kebobol hacker. Ini memang bukan sepenuhnya kesalahan kamu. Ah, lebih tepatnya, ini memang bukan kesalahan kamu. Tapi kamu harus paham imbasnya. Berkas research yang bocor itu sama dengan malapetaka." Pak Ardi berkata tegas. Di ruangan itu hanya ada Raka, Yudha dan pak Ardi. Berhubung kemarin Raka tidak ke kantor, jadilah hari ini ia harus menghadapi sidang dadakan dari bosnya.
"Iya, Pak. Saya mengerti. Lain kali akan saya pastikan file-file research di komputer saya akan saya amankan mandiri, selain menggunakan prosedur security dari tim IT." Raka menjawab dengan lugas. Kesalahan seperti ini memang tidak boleh terjadi lagi. Ia harus lebih hati-hati kali ini. Kejadian seperti ini baru pertama kali terjadi setelah 2 tahun ia bekerja di Dirgantara Corp. Raka juga harus mulai men-track darimana serangan malware itu berasal.
***
Malam minggu biasanya akan dihabiskan dengan bersenang-senang di luar rumah. Tapi tidak dengan dua bersaudara Adikara ini. Rama sedang sibuk mengerjakan proposal penelitian dan Raka sibuk mengoreksi dan memberikan masukan pada adiknya.
Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Pantas saja Raka sudah menguap berkali-kali. Rama membaca sekali lagi proposalnya yang sudah rampung. Bagus sekali! Dia sangat puas dengan hasil kerjanya, yang dibantu abang tentu saja. Rama jadi tidak sabar menunggu hari Senin. Dosen pembimbingnya pasti akan senang membaca proposalnya yang sangat brilliant!
***
Hari yang dinanti tiba. Rama masuk ke ruangan dosennya dengan semangat membara setelah meminta doa pada abang saat akan turun dari mobil. Matanya berbinar senang, berekspektasi tinggi akan sebuah pencapaian setelah proposal dikumpulkan. Dion yang bersama dengannya sejak tadi jadi merasa takut. Apa Rama salah makan? Atau kepalanya habis terbentur? Nggak mungkin, kan, kalau tiba-tiba dia kena gangguan jiwa?
***
"Gimana? Ada revisi, nggak?" Raka bertanya pada Rama yang sekarang terlihat murung. Ini sudah dua hari sejak adiknya itu mengumpulkan proposal. Harusnya hasil penilaiannya sudah keluar, kan? Sejak pulang kerja tadi, ia sudah ingin bertanya. Tapi adiknya itu tidak keluar kamar sama sekali. Aneh. Raka jadi memutuskan masuk ke kamar Rama. Benar saja, adiknya itu sedang tidur telungkup. Menyedihkan sekali. Padahal, Rama bersemangat sekali waktu mau mengumpulkan proposal. Sampai minta doa segala. Apa hasil penilaiannya sangat buruk?
Rama menoleh melihat kedatangan abangnya. Ia bangun dari tidurnya lalu menatap Raka yang sekarang duduk di ujung ranjangnya.
"Abang jangan marah, ya?" Raka mengernyit bingung. Menatap Rama dengan tatapan tanya. "Besok, abang bisa ikut Rama ke kampus? Ketemu sama dosen pembimbingnya Rama?"
"Ada apa? Kenapa abang harus ketemu dosenmu segala?"
Rama mulai bercerita tentang masalah yang ia hadapi. Proposal kebanggaannya tidak menuai hasil sesuai dengan ekspektasinya. Bahkan lebih buruk. Lebih-lebih, dosen pembimbingnya itu meminta orang tuanya untuk bertemu. Jelas Rama tidak akan bisa membawa kedua orang tuanya. Tidak akan membantu menyelesaikan masalah juga. Bisa jadi malah memperburuk. Rama tahu, abang pasti bisa memberi solusi.
***
Raka dan Rama baru saja sampai di ruangan dosen pembimbing Rama. Mereka berdua berbicara dengan sang dosen bersama seorang mahasiswa lain.
"Saya rasa, Anda selaku kakak Rama sudah tahu permasalahan apa yang akan dibahas pada pertemuan ini." Dosen laki-laki dengan kumis tebal itu menatap Raka dengan tatapan tajam. Raka sih, santai saja. Dia tahu adiknya tidak bersalah.
"Iya, Pak. Adik saya sudah menceritakan semuanya." Raka balas menatap dosen itu penuh intimidasi "Tapi asal bapak tahu, adik saya benar-benar mengerjakan proposal itu sendiri. Dia mengerjakannya saja sama saya, kok. Tidak mungkin adik saya meng-copy-paste proposal milik temannya ini." Katanya sambil melirik teman Rama yang daritadi hanya menunduk takut.
"Apa buktinya? Proposal milik Rama ini isinya hanya parafrase dari proposal milik Dafa. Dia mengumpulkan lebih dulu daripada Rama." Dosen itu tidak terima.
"Bagaimana kalau kita cek saja di turnitin, Pak?"
***
Hasil tes plagiarisme sudah keluar. Proposal Rama memiliki tingkat plagiasi sebesar 7%. Sedangkan proposal Dafa -mahasiswa yang juga bermasalah tadi- memiliki tingkat plagiasi 83% yang sebagian besar disalin dari draft proposal Rama yang diunggah ke cloud. Rama terbukti tidak bersalah. Dosen pembimbingnya sampai malu sendiri dan minta maaf berkali-kali pada Raka dan Rama.
Sekarang mereka sedang dalam perjalanan pulang. Rama menatap Raka dengan mata bulatnya yang berbinar. Jangan lupakan senyum lebar yang tidak luntur dari bibirnya. Sadar diperhatikan terus oleh Rama, Raka menoleh dan menatap adiknya.
"Kenapa ngeliatin abang kayak gitu? Abang keren, ya?" Katanya menggoda. Biasanya Rama akan langsung mencebik lalu mengejek Raka habis-habisan kalau abangnya sudah bersikap ke-pede-an seperti sekarang. Namun kali ini, ia justru mengangguk cepat seolah menyetujui betapa keren abangnya itu. Raka jadi tertawa sendiri.
"Abang ganteng, ya?" Katanya lagi. Dibalas dengan anggukan cepat lagi. Duh, Raka jadi gemas.
"Traktir abang makan ramen, ya!" Rama lagi-lagi mengangguk. Hari ini, jadi budak abang pun dia rela! Abang luar biasa keren!
"Oke, kita ke kedai ramen!"
Lalu hari itu, mereka berdua habiskan dengan makan bersama dan bercanda seharian.
TBC.
Semoga senang membacanya ^^
Ini Rama waktu lagi ngeliatin abangnya. 🤣
KAMU SEDANG MEMBACA
Raka & Rama [Jinkook Local Version]
FanfictionBagi Rama, Raka -abangnya- adalah pahlawan. lebih keren daripada Superman atau Batman. Bagi Raka, Rama tetaplah adik kecil yang meskipun ngaku-ngaku sudah dewasa, dia akan tetap ngambek kalau Raka telat pulang kerja.