Perkara

1.4K 215 18
                                    

Whaaa, it's been a long time ya hehehe
Mianhe.. yuk lanjutin kisah Raka sama Rama. 💜

***

Dion sejak tadi hanya mondar-mandir di depan ruang UGD. Dia sangat panik sejak Raka berkata kalau dirinya berputar-putar. Ini kedua kalinya Dion melihat Raka mengeluhkan hal yang sama, hanya saja, kali kedua ini lebih parah sampai Raka kehilangan kesadaran.

Dari kejauhan, suara langkah kaki yang terburu-buru terdengar mendekat.

"Raka gimana?" Ia segera bertanya setelah berhenti tepat di hadapan Dion.

Dion hanya menggeleng menjawab pertanyaan orang yang sekarang telah ia anggap sebagai kakaknya, sama seperti Raka. Dia adalah Andra. Sejak adik Andra meninggal juga mundurnya Andra dari Dirgantara untuk memulai bisnisnya sendiri, hubungan Dion dan Andra semakin dekat. Dion juga ikut membantu Andra dengan menjadi rekan bisnisnya.

Melihat respon Dion, Andra menghela napas. Ia lalu duduk di kursi tunggu, mengatur napasnya yang masih tersengal sebab berlari dari parkiran ke UGD. Andra lumayan panik waktu Dion mengabari Raka pingsan di kantor.

Tidak lama kemudian, seorang dokter muda keluar dari ruangan. Merebut atensi Dion dan Andra yang sebelumnya sibuk dengan pikiran masing-masing. Dia dokter yang sama yang sempat merawat Raka. Dokter Rafi.

"Keluarga pasien?" Andra dan Dion saling tatap.

"Saya sahabatnya dok, saya yang akan jadi walinya untuk saat ini" Rafi mengangguk kecil.

"Baik, tolong ikut saya." Ia lalu menatap Dion. "Kamu boleh masuk, pasien sudah sadar. Tolong ditemani, ya" Dion mengangguk cepat lalu segera memasuki ruangan UGD menuju ranjang di mana Raka terbaring di sana.

***

"Akhir-akhir ini apa pasien sering mengeluh pusing?" Rafi bertanya to the point begitu Andra duduk di depannya.

"Iya, dok. Dua minggu ke belakang Raka memang sering mengeluh pusing, dia juga sering mengeluh lehernya kaku." Rafi terdiam sejenak.

"Saya perlu persetujuan untuk melakukan beberapa tes untuk memastikan kesehatan pasien.."

"Lakukan saja, dok. Seperti yang saya bilang, saya akan jadi wali pasien. Orang tua pasien baru saja meninggal satu bulan yang lalu" potong Andra. Rafi mengangguk mengerti lalu mulai mengisi beberapa berkas persetujuan untuk melakukan tes sebelum memberikan berkas itu pada Andra.

Andra membaca dengan seksama kemudian menandatangani berkas itu.

***

"Maaf.." Raka berucap pelan begitu Dion duduk di kursi dekat bankarnya, sedang Dion tidak merespon apa-apa selain menggenggam tangan Raka yang terasa dingin.

"Abang masih pusing?" Tanyanya lalu. Raka menjawabnya dengan gelengan kecil.

"Rama, dia tahu?" Giliran Dion yang menggeleng.

"Rama nggak bisa dihubungi, bang. Dion juga udah minta tolong Deva buat cari Rama. Abang fokus sama kesehatan abang aja, ya?"

"Abang cuma kecapekan aja kayak biasanya, kok. Tadi dokter bilang setelah infus habis, abang bisa pulang." Dion mengangguk mengerti.

"Kalau gitu sekarang istirahat dulu aja, ya. Dion coba hubungi Rama lagi." Dion kemudian mengelus pelan tangan Raka sebelum berdiri lalu beranjak keluar dari ruang UGD. Membiarkan Raka istirahat dan seperti ucapannya, ia akan berusaha menghubungi Rama.

***

Deva sejak tadi sibuk menelepon nomor Rama. Begitu dihubungi oleh Dion, ia segera pergi ke tempat-tempat yang mungkin dikunjungi Rama juga tanpa henti menghubungi nomor temannya itu.

Raka & Rama [Jinkook Local Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang