Kebenaran

1.7K 239 9
                                    

Raka mengacak rambutnya frustasi. Hampir setengah jam dia berdiri di depan pintu kamar Rama, mengetuk pintu itu dan berbicara berbagai macam hal agar Rama mau memaafkannya.

Ini sudah dua hari sejak kecelekaan yang merenggut nyawa kedua orang tua mereka. Dan Rama masih enggan berbicara dengannya setelah terakhir kali saat Raka baru saja terbangun, ia melihat Rama menatapnya dengan sorot mata yang tidak bisa ditebak, juga sebuah kalimat menohok yang tidak pernah Raka sangka akan keluar dari mulut Rama.

"Rama kecewa sama abang. Jangan anggap Rama adik abang kalau nggak pernah bisa percaya sama Rama."

Raka tidak mengerti, benar-benar tidak mengerti. Ia baru saja bangun dari tidurnya yang sangat tidak berkualitas. Kepalanya masih berdenyut nyeri, matanya masih terasa bengkak karena terlalu banyak menangis. Lalu apalagi sekarang?

Raka belum sempat bertanya apa maksud Rama, tapi adiknya itu sudah beranjak lebih dulu dan meninggalkannya. Raka hendak bangun, tapi tubuhnya benar-benar tidak bisa diajak bekerja sama. Kepalanya berdenyut hebat begitu ia mencoba untuk bangkit.

Baru hari ini, setelah kesehatannya membaik, Raka akhirnya bisa berpikir jernih lalu menyadari kesalahannya. Raka yakin, Rama pasti telah mengetahui semuanya hingga ia sangat marah padanya.

***

Hari itu...

Raka dan Rama mematung di depan jenazah kedua orang tua mereka. Nyawa keduanya tidak dapat diselamatkan setelah mobil yang mereka kendarai tertabrak kereta api karena palang pembatas yang entah mengapa tidak bekerja. Tidak hanya orang tua mereka, ada beberapa korban lain juga mengingat jalanan yang dilintasi rel kereta itu adalah jalanan besar yang dilewati banyak kendaraan.

Kaki Raka terasa sangat lemas, ia jatuh terduduk begitu melihat jasad ayah dan ibunya. Rama di belakangnya hanya terdiam, pikirannya terasa kosong sekarang. Sedetik kemudian, tangis keduanya pecah. Raka dan Rama menangis tersedu-sedu meratapi kepergian orang tua mereka. Baru saja tadi malam mereka mengharapkan lembaran baru dalam hidup, namun dalam semalam juga, sang kuasa kembali memutar kehidupan mereka ke titik terendah.

***

Pemakaman telah selesai dilakukan. Semua teman-teman Raka dan Rama ada di sana untuk menjaga kakak-beradik itu. Dion dan Deva membantu menenangkan Rama sedangkan Yudha dan Andra menjaga Raka yang hampir pingsan berkali-kali. Kondisi mereka berdua tidak jauh berbeda, hanya saja kondisi fisik Raka memburuk karena musibah ini, sedang Rama, ia nampak begitu terpuruk. Rama menangis sesenggukan di depan ranjangnya ditemani Dion dan Deva yang duduk mengapitnya. Menenggelamkan kepala di antara lipatan lututnya. Isakannya terdengar begitu memilukan.

"Lo bisa, Ram. Lo kuat. Gue sama Deva ada buat lo." Dion tidak tahan lagi, ia lalu memeluk Rama erat bersama dengan Deva.

"Dion bener, Ram. Lo masih punya kita, lo juga masih punya bang Raka. Abang lo butuh lo, Ram." Rama mendongak mendengar Deva menyebut nama Raka. Ia baru tersadar bahwa sejak tadi ia melupakan abangnya. Apa Raka baik-baik saja? Rama segera berdiri lalu keluar kamar, hendak mencari presensi Raka. Dion dan Deva hanya mengikuti.

Rama membuka begitu saja pintu kamar Raka, tanpa ada niat untuk mengetuk. Didapatinya Andra dan Yudha yang duduk di tepi ranjang Raka dengan Yudha yang sibuk memeras kain kompres. Rama berjalan mendekat. Andra yang sadar akan kehadiran Rama segera memeluk adik temannya itu.

Raka & Rama [Jinkook Local Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang