Perubahan

1.7K 228 8
                                    

Rama berjalan mengendap-endap lalu membuka pintu kamar Raka perlahan. Ini pukul 4 pagi, sejak satu jam yang lalu, Rama sudah tidak mendengar suara apapun lagi dari luar kamarnya.

Sejak tadi Rama tidak tidur lagi, ia hanya duduk bersandar pada pintu kamarnya. Menyimak dengan seksama untuk memastikan keadaan Raka, walaupun hanya dari jauh. Rama bisa mendengar bagaimana Dion dan Deva berkoordinasi untuk merawat Raka. Mulai dari mencari wadah supaya Raka tidak perlu bolak-balik kamar mandi saat muntah sampai mengganti kompres dan mencari obat.

Rama ingin sekali ke sana. Namun sekali lagi sebagian hatinya memintanya untuk mengurungkan niat. Maka setelah suara ribut-ribut yang dia dengar hilang, Rama jadi penasaran.

Rama bisa melihat Dion dan Deva yang tertidur sangat lelap di sofa di kamar Raka. Sepertinya dua temannya itu sangat lelah. Ia lalu mengalihkan pandangan pada Raka, abangnya itu juga tengah terlelap dengan kompresan di dahinya. Wajahnya pucat dan berkeringat. Rama berjalan mendekat. Cukup dekat sampai ia duduk di pinggir ranjang Raka.

Perlahan, Rama menyentuh pipi Raka. Rama menghembuskan napas lega saat tangannya tidak merasakan suhu panas.

"Maafin abang.." Rama tersentak saat suara pelan itu terdengar dari bibir abangnya. Rama kira Raka bangun, ternyata hanya mengigau. Hatinya jadi tercubit. Dalam tidurpun Raka meminta maaf padanya. Apa Rama sudah sangat keterlaluan, ya?

Laki-laki bergigi kelinci itu lalu mengusap lengan abangnya, kemudian memeluknya singkat.

"Maafin Rama, bang." Gumamnya pelan. Sangat pelan.

***

Raka terbangun saat suara alarm ponselnya terdengar memekakan telinga. Ia lalu mematikannya. Tubuhya sudah terasa jauh lebih baik sekarang. Hanya saja, masih terasa lemas. Mungkin karena ia muntah semalaman.

Raka juga tidak mengerti. Akhir-akhir ini ia sering sekali tiba-tiba sakit kepala. Seperti semalam. Hanya saja baru kali ini dia sampai demam dan muntah.

Ia hendak bangun dari ranjangnya lalu mendapati Dion dan Deva yang masih terlelap di sofa kamarnya. Raka tersenyum tipis. Ia lalu mengambil selimutnya dan perlahan menyelimuti dua teman Rama yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri itu. Raka lalu melangkah turun, dia harus membuat sarapan untuk Rama, sebelum Rama berangkat.

Tangan Raka sangat lihai dalam mengolah bahan-bahan mentah menjadi makanan kesukaan Rama. Setiap pagi selalu seperti ini, dan selalu berakhir tidak disentuh sama sekali oleh Rama. Raka akan terus mencoba. Sampai Rama mau memaafkannya.

Raka menata makanan yang sudah matang itu di meja makan. Ia tersenyum melihat hasilnya. Jika saja Rama tidak marah padanya, ia yakin mata adiknya itu akan berbinar lalu ia akan dengan senang hati menghabiskan makanan kesukaannya itu tanpa sisa. Senyum Raka luntur membayangkan perubahan Rama sekarang. Dia rindu sekali pada Rama. Sangat rindu.

Selesai menata makanan, Raka melangkah naik ke kamarnya. Ia akan bersiap-siap untuk ke kantor.

***

"Gimana, Dra? Nemu sesuatu nggak?" Andra masih menatap serius pada layar komputer dihadapannya. Sejak memutuskan untuk menyelidiki Erlan semalam, ia dan Yudha memutuskan untuk pergi ke kantor untuk mencari tahu tentang Erlan. Mereka berdua mencari informasi sampai pagi, namun belum menemukan sesuatu yang berarti.

"Dra?" Yudha bertanya lagi. Andra masih belum menjawab juga. Yudha akhirnya melangkah mendekati Andra lalu berdiri di belakangnya. Ikut membaca apa yang sedang Andra baca. Yudha mengernyit setelah membaca beberapa kalimat.

"Ini blog pribadi Erlan, Dra?" Andra mengangguk satu kali. Setelah mengobrak-abrik data pribadi Erlan, dengan izin Yudha tentu saja, ia akhirnya menemukan sebuah blog yang ia yakini milik Erlan. Pasalnya, blog itu sama sekali tidak mengidentifikasikan Erlan, blog itu seperti second account. Setidaknya itu yang Andra dapatkan dari membaca keseluruhan profil Erlan dan akhirnya menemukan beberapa second account Erlan di media sosial, salah satunya blog ini.

Raka & Rama [Jinkook Local Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang