Dion sedang sibuk menata meja makan berdua dengan Raka setelah masakan Raka matang. Sedangkan Deva, dia bilang ingin membuat telur mata sapi, Raka ingin membuatkannya saja sebenarnya, namun Deva menolak. Katanya ingin berkreasi. Jadi Raka membiarkannya saja asal dia berjanji tidak akan membuat rumahnya kebakaran.
Deva merengut sebal, dia kan tidak seceroboh itu meskipun kelakuanya sedikit absurd. Dion hanya tertawa mendengar perdebatan Raka dan Deva. Mereka kalau sudah berkumpul begini rasanya seperti dengan kakak sendiri. Senang sekali.
Begitu telur mata sapinya matang, Deva menunjukkan hasil karyanya pada Raka, merasa bangga. Namun tidak lama karena Raka justru tertawa terbahak-bahak melihat hasilnya.
"Kamu bikin apaan? Pesawat UFO?" Ucapnya disela tawa. Deva semakin kesal ketika Dion ikut terpingkal-pingkal menertawakannya. Memang agak aneh sih telurnya, tapi setidaknya dia harus mendapat pujian karena tidak meledakkan kompor, kan? Bagi Deva telurnya normal-normal saja. Meskipun kuning telurnya entah kenapa menggelembung dan tentu saja tidak berada tepat di tengah-tengah putih telurnya, tetap saja ini telur mata sapi pertama buatan Deva!
Raka dan Dion masih sibuk mem-bully dan menertawakan Deva sebelum suara debuman pintu terdengar keras sampai ke ruang makan. Mereka berhenti tertawa.
"Eh, itu kayaknya Rama pulang. Abang cek ke atas dulu, ya? Biar Rama ikut makan sama kita." Raka hendak berdiri dari tempat duduknya namun pergerakannya ditahan oleh Deva. Ia menggeleng pelan.
"Abang tahu reaksi Rama bakal kayak gimana, kan?"
"Tapi.."
"Deva bener, bang." Dion ikut-ikutan menahan Raka. "Abang mending makan dulu sekarang, daritadi belum makan, kan?"
Raka terdiam. Mereka berdua ada benarnya. Meskipun dalam hati sangat ingin mengetuk pintu kamar Rama, tapi sepertinya hatinya saat ini belum siap menerima respon buruk Rama. Mentalnya baru saja membaik karena kehadiran Dion dan Deva di sini. Bolehkah sekali ini saja Raka istirahat? Besok dia berjanji akan berusaha menggapai Rama lagi. Dia janji.
***
Rama termenung dalam kamarnya. Sedikit menyesal membanting pintu karena suara tawa Raka yang sudah lama tidak didengarnya itu jadi berhenti seketika. Hanya saja, Rama tetap kesal.
Tawa itu bahkan hanya hilang sebentar, kemudian terdengar lagi. Tidak ada salah satu dari mereka yang mengajaknya bergabung juga. Rama benar-benar sudah tidak dianggap, ya? Ia tersenyum remeh. Tahu begini, seharusnya dia tidak pulang jam segini.
Ia akhirnya memutuskan untuk mandi dan segera tidur. Lebih baik daripada harus dihantui pikiran dan perasaan kesal mengetahui kebersamaan orang-orang yang dulu sangat dekat dengannya.
***
Yudha menghela napas lelah, baru saja Erlan, salah satu anggota tim R&D menghubunginya dan mengatakan kalau client mereka marah besar setelah melihat preview produk yang akan menjadi proyek bersama perusahaan ayahnya. Ini jelas salah, Yudha ingat jelas client mereka begitu senang dengan ide ini saat ia dan Raka pitching bersama client itu. Lalu mengapa tiba-tiba mereka tidak suka dengan preview-nya? Mereka bahkan memuji kejeniusan Raka sebagai pengembang dan kelihaian Yudha sebagai presentator. Aneh.
Sekarang Yudha jadi bimbang, haruskah dia memberitahu Raka?
Dia tahu, ini masalah kantor, sedangkan masalah yang dihadapi Raka adalah masalah pribadi. Sebagai atasan, dia jelas punya hak untuk membicarakan masalah ini dengan Raka. Namun sebagai teman, dia sungguh tidak tega.
Akhir-akhir ini Yudha diam-diam sering melihat Raka menahan sakit dan memegangi kepalanya. Kadang juga, ia mengeluh lehernya terasa kaku dan berat. Sepertinya Raka kelelahan. Belakangan ini memang ada beberapa proyek besar yang sedang mereka kerjakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raka & Rama [Jinkook Local Version]
FanfictionBagi Rama, Raka -abangnya- adalah pahlawan. lebih keren daripada Superman atau Batman. Bagi Raka, Rama tetaplah adik kecil yang meskipun ngaku-ngaku sudah dewasa, dia akan tetap ngambek kalau Raka telat pulang kerja.